- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Tepis Pendapat Yusril Ihza, Prof Otto Hasibuan: MK tidak relevan dengan UU 17/2017


TS
wolfvenom88
Tepis Pendapat Yusril Ihza, Prof Otto Hasibuan: MK tidak relevan dengan UU 17/2017
Tepis Pendapat Yusril Ihza, Prof Otto Hasibuan: MK tidak relevan dengan UU 17/2017
Submitted by redaksi on Minggu, 21 Apr 2019 - 10:17
KONFRONTASI- Tepis Pendapat Yusril Ihza, Prof Otto Hasibuan: MK tidak relevan dengan UU 17/2017
Pendapat Yusril Ihza Mahendra mengenai syarat pelantikan pasangan calon presiden dan wakil presiden yang hanya didasarkan pada perolehan suara terbanyak dianggap keliru. Bagaimanapun juga syarat mengenai sebaran dukungan sebesar 20 persen di minimal setengah dari jumlah provinsi masih berlaku.
Hal mengenai syarat pelantikan presiden dan wakil presiden dicantumkan dalan UU 17/2017 tentang Pemilihan Umum.
Di dalam pasal itu 416 UU 17/2017 disebutkan bahwa Pasangan Calon terpilih selain harus memperoleh suara lebih dari 50 persen dari jumlah suara yang diperebutkan dalam pilpres, juga harus memiliki sedikitnya 20 persen suara di setiap provinsi yang tersebar di lebih dari setengah jumlah provinsi di Indonesia.
Demikian ditegaskan pengacara Otto Hasibuan dalam perbincangan dengan redaksi beberapa saat lalu (Sabtu, 20/4).
Otto mengatakan, isi dari pasal 416 UU 17/2017 itu sejalan dengan Pasal 6A UUD 1945.
Otto mengingatkan bahwa keputusan Mahkamah Konstitusi nomor 50/PUU-XII/2014 yang dianggap menghapuskan syarat perolehan suara minimal 20 persen di setengah jumlah provinsi itu ditujukan khusus untuk UU 42/2008 tentang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden yang menjadi dasar dari pelaksaan Pilpres 2014.
“Benar ada pengujian di MK. Tetapi yang diuji adalah UU tentang Pilpres 2014, dan UU itu sudah tidak berlaku lagi setelah ada UU 17/2017,” ujar Otto.
“Saya tidak sependapat dengan pandangan beliau (Yusril Ihza Mahendra) karena mengutip keputusan MK terhadap UU 42/2008. Dan itu tidak relevan setelah ada UU 17/2017,” demikian Otto Hasibuan.
Dia menambahkan, menurut ayat (2) Pasal 416 UU 17/2017, apabila tidak ada pasangan capres dan cawapres yang memenuhi syarat itu, maka pemilihan presiden harus diulang.[]
http://konfrontasi.com/content/tokoh...ngan-uu-172017
Peneliti: Masyarakat Dikhawatirkan Sudah Tak Percaya KPU karena Bermasalah
KONFRONTASI- Para analis dan aktivis mengingatkan bahwa masyarakat sudah tidak percaya lagi pada KPU era Presiden Joko Widodo karena kasus 17 juta DPT bermasalah, KPU tidak jurdil, tidak transparan dan banyak kecurangan serta ketidakberesan di mana -mana secara telanjang. Semua itu membuat akumulasi ketidakpercayaan rakyat pada KPU meninggi.
Demikian pandangan peneliti F.Reinhard dari the New Indoneia Foundation dan Indonesian Research Group dan peneliti CIDES
Mochammad Sa'dun Masyhur. Kedua peneliti itu sangat prihatin dengan kinerja KPU yang kacau balau. ''Mustinya KPU harus bertindak lebih cepat, transparan, dan profesional. Banyaknya kecurangan yang masif dan jelas-jelas terjadi di depan mata, harus segera ditiindak sesuai aturan hukum yang berlaku,'' kata Reinhard.
Menurut Sadun, aparat keamanan harus didudukan sebagai bagian penyelenggara yang netral, dan tidak terlibat hal-hal teknis dalam perhitungan suara. KPU harus mengembalikan kepercayaan masyarakat yang sudah terlanjur rusak dan sangat terkoyak. (FF)
Submitted by redaksi on Minggu, 21 Apr 2019 - 10:17
KONFRONTASI- Tepis Pendapat Yusril Ihza, Prof Otto Hasibuan: MK tidak relevan dengan UU 17/2017
Pendapat Yusril Ihza Mahendra mengenai syarat pelantikan pasangan calon presiden dan wakil presiden yang hanya didasarkan pada perolehan suara terbanyak dianggap keliru. Bagaimanapun juga syarat mengenai sebaran dukungan sebesar 20 persen di minimal setengah dari jumlah provinsi masih berlaku.
Hal mengenai syarat pelantikan presiden dan wakil presiden dicantumkan dalan UU 17/2017 tentang Pemilihan Umum.
Di dalam pasal itu 416 UU 17/2017 disebutkan bahwa Pasangan Calon terpilih selain harus memperoleh suara lebih dari 50 persen dari jumlah suara yang diperebutkan dalam pilpres, juga harus memiliki sedikitnya 20 persen suara di setiap provinsi yang tersebar di lebih dari setengah jumlah provinsi di Indonesia.
Demikian ditegaskan pengacara Otto Hasibuan dalam perbincangan dengan redaksi beberapa saat lalu (Sabtu, 20/4).
Otto mengatakan, isi dari pasal 416 UU 17/2017 itu sejalan dengan Pasal 6A UUD 1945.
Otto mengingatkan bahwa keputusan Mahkamah Konstitusi nomor 50/PUU-XII/2014 yang dianggap menghapuskan syarat perolehan suara minimal 20 persen di setengah jumlah provinsi itu ditujukan khusus untuk UU 42/2008 tentang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden yang menjadi dasar dari pelaksaan Pilpres 2014.
“Benar ada pengujian di MK. Tetapi yang diuji adalah UU tentang Pilpres 2014, dan UU itu sudah tidak berlaku lagi setelah ada UU 17/2017,” ujar Otto.
“Saya tidak sependapat dengan pandangan beliau (Yusril Ihza Mahendra) karena mengutip keputusan MK terhadap UU 42/2008. Dan itu tidak relevan setelah ada UU 17/2017,” demikian Otto Hasibuan.
Dia menambahkan, menurut ayat (2) Pasal 416 UU 17/2017, apabila tidak ada pasangan capres dan cawapres yang memenuhi syarat itu, maka pemilihan presiden harus diulang.[]
http://konfrontasi.com/content/tokoh...ngan-uu-172017
Peneliti: Masyarakat Dikhawatirkan Sudah Tak Percaya KPU karena Bermasalah
KONFRONTASI- Para analis dan aktivis mengingatkan bahwa masyarakat sudah tidak percaya lagi pada KPU era Presiden Joko Widodo karena kasus 17 juta DPT bermasalah, KPU tidak jurdil, tidak transparan dan banyak kecurangan serta ketidakberesan di mana -mana secara telanjang. Semua itu membuat akumulasi ketidakpercayaan rakyat pada KPU meninggi.
Demikian pandangan peneliti F.Reinhard dari the New Indoneia Foundation dan Indonesian Research Group dan peneliti CIDES
Mochammad Sa'dun Masyhur. Kedua peneliti itu sangat prihatin dengan kinerja KPU yang kacau balau. ''Mustinya KPU harus bertindak lebih cepat, transparan, dan profesional. Banyaknya kecurangan yang masif dan jelas-jelas terjadi di depan mata, harus segera ditiindak sesuai aturan hukum yang berlaku,'' kata Reinhard.
Menurut Sadun, aparat keamanan harus didudukan sebagai bagian penyelenggara yang netral, dan tidak terlibat hal-hal teknis dalam perhitungan suara. KPU harus mengembalikan kepercayaan masyarakat yang sudah terlanjur rusak dan sangat terkoyak. (FF)
0
2.5K
28


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan