- Beranda
- Komunitas
- Pilih Capres & Caleg
Setigma Bagi Mereka Yang Golput, Perubahan Dapat Terjadi Dari Partisipasi Rakyat!


TS
BowoSan
Setigma Bagi Mereka Yang Golput, Perubahan Dapat Terjadi Dari Partisipasi Rakyat!



Thread ini menyambut event pemilu, tak ada kata GOLPUTsebagai warga negara yang baik dan menghargai suara yang diserahkan kepada segenap rakyat Indonesia.
Politik itu selalu memilih pemimpinnya dan memberikan kekuasaan kepada penguasa yaitu partai pemenang pemilu. Indonesia pernah mengalami pasang surut sistem demokrasi, dalam pandangan para pakar politik, penguasa memainkan instrumen politik bersamaan dengan produk hukum, seakan setiap pergantian pemimpin ada sebuah produk hukum dari kepentingan politik. Tentu wajar, ketika instrumen hukum adalah alat untuk mengatur sebuah pergerakan politik dalam bentui kebebasan berbicara maupun berekspresi. Masalahnya Indonesia bukanlah penganut sistem hukum liberal mutlak, masih ada asas absolute, ketika kebebasan kitapun wajib sesuai ketentuan hukum. Inilah produk politik.

Parpol yang ikut dalam kontes pemliu saat ini sangatlah banyak, sekitar 16 parpol, dengan pendukung masing-masing memiliki misi memenangkan suara parlemen dan pula untuk capres-cawapres, inilah resiko dari serentaknya pemilu kali ini. Sehingga tantangan terbesar ada di KPUdan BAWASLU dengan kerumitan-kerumitan yang terjadi, seperti misal belum terdaftar DPT atau bahkan sudah terdaftar DPT tapi ternyata sudah meninggal atau pindah domisili, saat ini minimnya sosialisasi pembekalan untuk pemilih pun hanya dapat diakses lewat internet, dan media mainstream lainnya.
Tentu bagi kamu Gansis yang sudah terdaftar di DPT masing masing, dan masih bingung besok mencoblos pada tanggal 17 April 2019 harus bagimana? Atau bahkan tiba-tiba jadi gak mood buat ikutan pemliu karena tensi politik masing-masing kubu tambah panas? atau sama sekali tak kenal dengan mereka calon pejabat publik yang kurang dikenal? Tentu ini sangat miris satu sisi kita ingin memberikan pilihan satu sisi pula kita takut berdosa menjadikan pejabat yang tak tau background dan latar belakangnya. Bagiamana yang kita pilih menjadi wakil rakyat itu tak korupsi, tak menggunakan kekuasaan untuk nepotisme, atau penyalahgunaan jabatan yang lazim terjadi.
Untuk itu ada lima hal yang terjadi di masyarakat kita, ketika pemilu terjadi, bagaimana mereka memberikan sikap politiknya?
#1 Politik Uang atau Serangan Fajar
Pemilu kali ini nampaknya sudah mulai menjadi ketaatan beberapa calon pejabat yang mencalonkan diri untuk tidak melakukan money politik dengan membagikan sembako gartis, masih bisa kita temui memang ketika tokoh politik melakukan hal ini terjadi, ini biasanya dilakukan ketika jauh-jauh hari sebelum mendaftarkan diri ke KPU. Tapi yang tak kalah hebatnya adalah serangkaian manuver politik untuk melakukan serangan fajar, menggeser keyakinan pemilih dengan uang. TS pribadi melihat ini sebuah fenomena yang terjadi ketika pemilihan Bupati, Gubernur, DPR, DPD bahkan Presdien sekalipun. Penyakit ini sebenarnya terjadi ketika kebiasaan "muwur" beberapa kontestasi politik tingat desa itu terjadi. Dalam catatan TS bahkan setiap ada pemilihan kepala desa, membeli suara rakyat untuk menjadi kepala desa adalah sebuah modal yang mampu meraup suara. Dan cara-cara ini biasa dilakukan dengan berbagai macam taktik dan metode, bahkan hanya untuk memfitnah cakon tertentu sebagai sebuah pesanan pun pernah terjadi. Setidaknya ada sebuah edukasi seperti slogan "jangan pilih yang muwur", di daerah TS sangatlah masif. Setidaknya dalam pikiran pribadi tidak ada cara beraih dalam berpolitik.
Lantas usaha apa ketika hal itu terjadi dilingkungan kita, semisal seorang kerabat atau tetangga kita timses yang melakukan serangan fajar, jika Gansis mencoba melaporkan tentu akan ada konflik dengan kerabat korban dengan Gansis yang coba laporkan kepada pengawa pemliu. Tak ada jaminan dengan perlindungan saksi, karena dalam masyarakat mereka akan melakukan vonis kepada simpatisan lawan politiknya. Inilah yang kadangkala lupa kita ingatkan bahwa peran serta elit tak akan menyelesaikan perbedaan pilihan politik menjurus konflik di tingkat masyarakat.
Berikanlah pemahaman ke mereka untuk memilih berdasarkan nurani, bukan berdasarkan apa yang telah diberikan kepada Gansis.

#2 Psikologis Pemilih
Salah satu teori Hobbes menganggap manusia secara alamiah adalah selfish (mementingkan dirinya), suka bertengkar, haus kekuasaan, kejam dan jahat. Karakter ini muncul hasil dari upaya manusia untuk memenuhi keinginannya yang semakin bertambah, karena hanya dengan terpenuhi keinginannya individu tersebut dapat memperoleh kebahagiaan. Proses ini bersifat terus-menerus dan abadi. Manusia menginginkan kepastian, rasa aman, sehingga bisa memenuhi jangka pendeknya juga jangka panjang. Untuk itulah manusia memerlukan "power" berupa kekuasaan.
Politik tak jauh-jauh dengan hal demikian, bagimana kita saja mengenali sebuah politik akan ada pertentangan dari manusia bahwa apa yang terjadi masih belum menemukan kehidupan yang sesuai keinginan mereka, sehingga sebuah kekuasaan yang sedang-sedang saja mendapatkan lawan politik untuk melakukan perubahan. Ini pernah terjadi di sebuah negara bernama Libya, ketika Khadafi memimpin negara nya secara otoriteran setidaknya negara Libya tentram, jauh dari konflik saudara, setidaknya keamanan dan ketentraman rakyat Libya masih terjaga. Kepercayaan rakyat adalah hal yang menjamin keharmonisan rakyat Libya. Tapi di tahun 2011 terjadi perang saudara, itu karena lawan politik Khadafi yang berada diluar negeri melakukan propaganda sehingga rakyat Libya tak percaya dengan pemerintahan yang resmi, pada akhirnya terjadi pemberontakan, Khadafi terguling, Libya tak selesai dari perang saudara, intinya apa yang menjadi cita-cita rakyat Libya adanya perubahan adalah sebuah mitos, tak akan ada ketentraman disana, rakyat Libya akhirnya menyesal mereka berada pada posisi yang tak mensyukuri nikmat yang telah Allah berikan, dan jangan lah juga terjadi pada Indonesia tercinta ini.
Satu hal dari sedikit cerita diatas, bahwa membangun sebuah negara tidak cukup hanya omong kosong propaganda, dengan tagline seakan mudah membuat impian sesuai imajinasi mereka, Indonesia jangan seperti yang terjadi di Libya atau pun Suriah, hanya gara-gara rakyat Libya antipati ketika Khadafi mendapatkan pertentangan oleh pemberontak, dan ketika itu negara runtuh, pada akhirnya semuanyalah korban. Jadi selalu awaree untuk memberikan suara ataupun berpartisipasi secara sehat, dalam bentuk politik dan demokrasi. Untuk itu pola pikir dan nurani rakyat lah yang wajib kita gugah. Apakah jika kita antipati/golput berpengaruh dengan kepercayaan rakyat terhadap sistem politik Indonesia, setidaknya ada kesan tak peduli ada pemilu, itulah yang dikhawatirkan.

#3 Keyakinan Pemimpin Bermental Korup
Setidaknya kegagalan sistem politik kita ini adalah persoalan kaderisasi dari partai politik yang sarat akan biaya mahal untuk berada dijabatan tertinggi. Inilah yang menjadi mereka korupsi untuk mencari biaya operasional ketika pemilu tiba dan mereka menginginkan jabatan publik yang sama untuk dipertahankan. Atau juga karena gaya tuntutan gaya hidup untuk memperkaya diri sendiri, sebuah kesempatan langka bagi mereka sehingga melakukan tindakan mencuri. Bagaimanapun motif dan cara mereka korupsi, tak ada bedanya karena itu kejahatan yang membuat amanat rakyat dikhianati, inilah cikal bakal kepercayaan rakyat terhadap tingginya angkap golput.
Mungkin sebagai PNS jabatan 4A adalah tertinggi, tapi jika ada pegawai dengan jabatan 4B sudah barang jadi itulah jabatan politik. Itu adalah sebuah set dari apa yang kita kenal sebagai "mempromosikan" mereka yang dianggap layak denga ketentuan-ketentuan. Hingga pun mereka bisa membayar berpa suara rakyat, atau membayar mereka yang dapat menempatkan di jabatan tertentu oleh otoritas yang berkuasa. Mental korupsi inilah menjadi kesedihan rakyat, karena hampir seluruh rakyat Indonesia jengkel dengan korupsi, tapi mereka tak paham kalo pemimpin yang korup itu hasil dari akumulasi suara-suara rakyat. Jadi setidaknya rakyat berpikir dan berkeyakinan daripada suara itu diberikan kepada calon pejabat yang korupsi pada nantinya, lebih baik suara "Golput" lebih baik. Alasan ini bisa diterima nalar, karena sudah terbukti jika paslon melawan kotak kosong yang akan memenangkan pemilihan pastilah kotak kosong, karena kotak kosong dapat dianalogikan dengan mereka yang antipati/golput. Fakta yang sebenarnya terjadi ketika rakyat tidak percaya.
Untuk itu sebagai calon pemimpin harus bisa meyakinkan rakyat, sebagai calon yang bersih dan dapat mengemban amanat rakyat. Kebodohan kita rakyat ini dimanipulasi setiap pencitraan yang tak sesuai kenyataan. Jadi mereka yang golput karena sikap politik mereka bukan tak peduli dengan para calon pemimpin, tapi ada alternatif lain calon pemimpin ideal yang layak untuk dijadikan pemimpin.

#4 Mulai Mempercayai Hak Publik
Publik memiliki keyakinan jika mereka memiliki hak sama untuk memilih dan dipilih. Sayangnya hanya terbatas saja link bagi mereka ingin menjadi orang yang dipilih, setidaknya harus dekat dengan sang penguasa, memiliki karir politik, dan terakhir memiliki banyak uang. Satu hal yang pasti hak publik sebenarnya harus dihargai. Satu bentuk golput bukan serta merta kesalahan. Tapi memang sebuah keadaan, dan dengan latar belakang alasan. Jika publik memiliki hak untuk dipilih kenapa, sangat sulit menjadi calon untuk dipilih? Tapi memberikan stigma buruk kepada mereka yang golput? Pola pikir aneh bagi mereka yang menginginkan suara agar menang. Lucu juga tapi tak sadar sebenarnya publik memiliki hak, memilih tapi bukan berarti menstigma golput dibenarkan.
Beberpa hari yang lalu ada seorang mentri membuat siaran pers bahwa yang menghasut terjadinya golput dapat dipenjara. Ancaman tak main main, bagi mereka yang berusaha merusak partisipasi politik. Bahkan seorang pemimpin partai berani menstigma mereka yang yang golput. Jadi nalar ini mulai jelas, kepentingan pemilu adalah kepentingan parpol, bukan rakyat. Jika percaya dengan pemilu tentu tak usah khawatir dengan angka golput yang terjadi. Masalahnya memang golput menjadikan pasangan paslon tertentu tak mendapatkan suara untuk memenangkan pemilu, itulah yang coba mereka sasar untuk dapat mebuat mereka tak golput, para elit politik menstigma mereka.
Tapi sebenarnya apakah golput itu salah, apakah hak kita tak digunakan juga salah?
MUI membuat aturan golput itu termasuk tindakan haram, tapi bagi KPU memilih adalah hak. Golput atau golongan putih, tak bisa dipidana karena tak ada aturan pemilu tentang hak memilih golput dapat dipidana, begitupun jika ada hasutan golput pastinya akan dipergunakan UU ITE tentu tak serta merta menggunakan pasal karet untuk mempidana orang, bagi saya pribadi sebuah pidana untuk memberikan rasa keadilan hukum, bukan mempidana seakan-akan untuk menghukum orang. Inilah cara menakut nakuti rakyat agar takut dengan elit politik karena memiliki akses untuk menyetir hukum itu sendiri.
Jadi gimana soal hak pilih yang akan kita gunakan, golput atau datang ke TPS untuk berpartisipasi? Jika pertanyaan itu ditanyakan ke TS, secara pribadi TS akan memilih karena TS memiliki waktu luang, dan TS masih memiliki kewarasan jiwa, jadi digunakan untuk bersosialisasi dengan tetangga dan bersilaturahmi. Ya setidaknya kita bertegur sapa, bersalaman dengan warga negara yang ikut memilih juga. Kedua, dalam lingkungan masyarakat partisipasi menjadi cara untuk menjalin komunikasi yang baik, jika apatisme dalam memilih, penyakit ini juga menjadi sebuah kebiasaan, jadinya kita kurang peduli dengan lingkungan masyarakat. Jadi hak bernegara dan sesuai amalan konstitusi kita bahwa pemilihan umum akan terjadi 5 tahun sekali, dipilih kembali dalam 2 periode. Artinya untuk membantu proses itu perlu sebuah suara dari rakyat. Dan dengan mencoblos kita telah membantu dan menaati amanat undang-undang.

#5 Kontrak Politik
Hal yang bersifat matematis ketika bicara suara, tapi jika berbicara suara yang layak duduk menjadi pejabat, apa gunanya 100 ribu jika ada suara yang lebih besar 200 ribu, 300 ribu dst. Mengumpulkan suara 100 ribu dalam event pemilu dan mereka gagal dengan kerugian dari sisi materi dan tenaga. Bagi mereka yang memenangkan pemilu memiliki sebuah catatan dalam bentuk MoU atau kontrak politik.
Kontrak politik selalu memenuhi dunia politik tujuannya yaitu sebuah kepentingan dan kebijakan yang nantinya akan menguntungkan beberapa pihak. Kita yakin semoga kontrak politik berjalan ke arah hukum yang positif, jadi tak ada yang merasa dirugikan ketika pemerintah berjalan.

Masalah kewajiban berpolitik mungkin akan kita ukur dari institusi nyata dan lembaga-lembaga negara tujuannya menemukan basis kewajiban politik dan memecahkan masalah otoritas versus kebebasan individu. Jika pernah membaca sebuah essai karya Rousseau dalam pembukaan social contract "manusia dilahirkan bebas, tetapi dimana-mana ia terbelenggu......." dengan kata lain, bagimana negara yang menjalankan kekuasaan koresif secara moral bisa dijustifikasi? Atas dasar rasional dan moral secara individu dapat tunduk pada kekuatan masyarakat? Jelasnya otoritas ini tidak akan bisa dijalankan dengan kekuatan fisik melainkan tunduk pada kekuasaan untuk menciptakan hak, sebuah tindakan untuk kebutuhan dan tindakan kebajikan, secara langsung berimplikasi pada kewajiban moral setiap individu.
Jadi hak anda adalah penyempurnaan karakter anda sebagai warga negara. Sebuah problem kewajiban politik itu adalah menggunakan haknya atau mengabaikan haknya, dalam karakter alamiah masyarakat Indonesia, sikap partisipasi publik sangatlah dibutuhkan. Karena kita menentukan jati diri bangsa, dalam kurun 2,5 abad dalam penjajahan untuk bebas dari belenggu membutuhkan partisipasi. Begitupun hak politik, partisipasi setidaknya memberikan jalan untuk membangun cita-cita bangsa Indonesia.
Quote:
Diubah oleh BowoSan 12-04-2019 22:57


anasabila memberi reputasi
1
662
0


Komentar yang asik ya


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan