

TS
santoh
It's Wrong To Be Right
MICHAEL
Pernah merasa jadi orang yang "lain sendiri" dari kebanyakan? Dan seringkali itu benar-benar "dikonfirmasi" oleh teman/keluargamu bahwa memang kamu suka "aneh", suka "melenceng", baik dalam cara pikir, cara bertindak atau cara "merasakan" sesuatu?
Berbahagialah.
Karena kamu ngak main stream.
Karena kamu limited edition.
Karena kamu langka.
Karena kamu patut dilindungi dan dilestarikan.
Hahaha. Tapi bener kok.
Cobalah bertindak melenceng, cobalah menjadi "salah", cobalah keluar dari "harapan" orang lain, dan seketika semua hal jadi mungkin.
Mengapa? Karena kita sudah tidak "tahu" apa yang akan terjadi. Karena tidak ada yang tahu apa yang akan terjadi, maka jauh lebih banyak kemungkinan yang bisa terjadi. Lebih banyak kemungkinan untuk mendapatkan hasil yang lebih luar biasa.
Inilah yang ingin dikatakan Paul Arden dalam bukunya "It's Not How Good You Are, It's How Good You Want To Be". Ya, sebuah judul buku yang agak panjang dan agak "melenceng" dari biasanya.
Tentu saja bertindak melenceng mengandung resiko.
"Risks are a measure of people. People who won't take them are trying to preserve what they have. People who do take them often end up having more."
Orang-orang akan menasehatimu untuk berjalan pada jalur yang "biasa" saja, yang sudah "terbukti" berhasil. Tidak perlu ambil resiko untuk menempuh jalan baru yang belum pernah dilalui sebelumnya. Tapi orang yang mengambil resiko yang biasanya menang pada akhirnya.
It's right to be wrong.
Perasaan "aman" yang menghalangi kita untuk mengambil resiko menjadi "lain", biasanya datang dari "pengetahuan" kita. Kita "tahu" hasilnya kalau kita mengulang yang sama. Jadi lebih "aman" bila melakukan yang "pasti-pasti" saja.
Orang yang selalu berusaha "benar" adalah orang yang mencari aman dan sekaligus ketinggalan jaman. Orang yang selalu "benar" adalah orang yang hidup di masa lalu. Selalu benar itu membosankan. Pikiran anda tidak terbuka untuk ide baru.
Karena yang dasar dari apa yang "benar" adalah fakta dari masa lalu. Pengetahuan adalah kumpulan "kesimpulan" dari pelajaran masa lalu, aman namun kadaluarsa.
Pengalaman adalah kumpulan solusi terhadap situasi dan kondisi yang terjadi di masa lalu. Berbahaya bila memaksa solusi masa lalu digunakan untuk menyelesaikan situasi saat ini, apalagi saat-saat lebih ke depan lagi. Selalu mengandalkan pengalaman adalah penghambat kreativitasmu sendiri. Hanya mengandalkan pengalaman akhirnya membuatmu menjadi "malas".
Saya pernah mendengar audio "Comfort Zone" oleh James Gwee, dimana diceritakan bedanya seorang guru sekolah dan murid-muridnya. Murid-muridnya setiap tahun mendapat tantangan berbeda-beda, belajar hal berbeda-beda, demikian seterusnya hingga mereka kuliah dan bekerja. Sementara itu sang guru "mengulang" pelajaran yang sama itu-itu terus, dengan tidak banyak atau bahkan tidak ada perubahan sama sekali. Tentu saja seorang guru akan "kenyang" menyaksikan kesalahan muridnya, dan kenyang menjadi benar. Tapi tempatnya jadi di situ-situ saja.
Jadi, bukan hanya "it's right to be wrong", tetapi lebih dari itu, "it's wrong to be right."
Sejak jaman sekolah kita selalu ditanamkan untuk "patuh" pada yang "benar". Yang benar itu sudah menjadi "tradisi" yang harus dipatuhi, dan bahkan kita sudah lupa darimana asal-usul tradisi itu.
Kalau jaman SMP semua orang biasanya lebih "nurut", maka saat SMA biasanya sudah banyak yang "membangkang". Termasuk saya. Sebagaimana sekolah lainnya, ada peraturan bahwa seluruh murid cowok tidak boleh berambut gondrong, tidak boleh lebih dari kerah baju.
Saya termasuk yang gondrong itu. Sebenarnya bukan maksud sengaja "melawan". Tetapi jujur, memang belum "sempat" gunting, karena setiap pulang sekolah saya sudah punya aktivitas tetap yaitu belajar dan mengajar di kursus komputer. Pulang hari sudah malam. Tak terasa, janji gunting rambut sudah lewat 2 bulan lebih. Tentu saja jadi lumayan gondrong.
Akhirnya dipanggillah ke kantor guru dan disidang. Dan dari sekian banyak guru yang ada, kebetulan ada seorang guru agama yang saya "kurang suka", maka otomatis terlontarlah kata-kata saya, "pak, kenapa sih cowok rambutnya harus pendek? darimana aturannya cowok itu rambutnya pendek dan cewek boleh panjang? itu tuhan yesus aja rambutnya gondrong gitu."
Tentu saja saya berakhir di tiang bendera. Berdiri di situ seharian.
Paul bilang, itu namanya melatih bakat kreatif.
"All creative people need something to rebel against, it's what gives their lives excitement."
Hahaha. Ehhmm.
Have a super creative day friends!!
Pernah merasa jadi orang yang "lain sendiri" dari kebanyakan? Dan seringkali itu benar-benar "dikonfirmasi" oleh teman/keluargamu bahwa memang kamu suka "aneh", suka "melenceng", baik dalam cara pikir, cara bertindak atau cara "merasakan" sesuatu?
Berbahagialah.
Karena kamu ngak main stream.
Karena kamu limited edition.
Karena kamu langka.
Karena kamu patut dilindungi dan dilestarikan.
Hahaha. Tapi bener kok.
Cobalah bertindak melenceng, cobalah menjadi "salah", cobalah keluar dari "harapan" orang lain, dan seketika semua hal jadi mungkin.
Mengapa? Karena kita sudah tidak "tahu" apa yang akan terjadi. Karena tidak ada yang tahu apa yang akan terjadi, maka jauh lebih banyak kemungkinan yang bisa terjadi. Lebih banyak kemungkinan untuk mendapatkan hasil yang lebih luar biasa.
Inilah yang ingin dikatakan Paul Arden dalam bukunya "It's Not How Good You Are, It's How Good You Want To Be". Ya, sebuah judul buku yang agak panjang dan agak "melenceng" dari biasanya.
Tentu saja bertindak melenceng mengandung resiko.
"Risks are a measure of people. People who won't take them are trying to preserve what they have. People who do take them often end up having more."
Orang-orang akan menasehatimu untuk berjalan pada jalur yang "biasa" saja, yang sudah "terbukti" berhasil. Tidak perlu ambil resiko untuk menempuh jalan baru yang belum pernah dilalui sebelumnya. Tapi orang yang mengambil resiko yang biasanya menang pada akhirnya.
It's right to be wrong.
Perasaan "aman" yang menghalangi kita untuk mengambil resiko menjadi "lain", biasanya datang dari "pengetahuan" kita. Kita "tahu" hasilnya kalau kita mengulang yang sama. Jadi lebih "aman" bila melakukan yang "pasti-pasti" saja.
Orang yang selalu berusaha "benar" adalah orang yang mencari aman dan sekaligus ketinggalan jaman. Orang yang selalu "benar" adalah orang yang hidup di masa lalu. Selalu benar itu membosankan. Pikiran anda tidak terbuka untuk ide baru.
Karena yang dasar dari apa yang "benar" adalah fakta dari masa lalu. Pengetahuan adalah kumpulan "kesimpulan" dari pelajaran masa lalu, aman namun kadaluarsa.
Pengalaman adalah kumpulan solusi terhadap situasi dan kondisi yang terjadi di masa lalu. Berbahaya bila memaksa solusi masa lalu digunakan untuk menyelesaikan situasi saat ini, apalagi saat-saat lebih ke depan lagi. Selalu mengandalkan pengalaman adalah penghambat kreativitasmu sendiri. Hanya mengandalkan pengalaman akhirnya membuatmu menjadi "malas".
Saya pernah mendengar audio "Comfort Zone" oleh James Gwee, dimana diceritakan bedanya seorang guru sekolah dan murid-muridnya. Murid-muridnya setiap tahun mendapat tantangan berbeda-beda, belajar hal berbeda-beda, demikian seterusnya hingga mereka kuliah dan bekerja. Sementara itu sang guru "mengulang" pelajaran yang sama itu-itu terus, dengan tidak banyak atau bahkan tidak ada perubahan sama sekali. Tentu saja seorang guru akan "kenyang" menyaksikan kesalahan muridnya, dan kenyang menjadi benar. Tapi tempatnya jadi di situ-situ saja.
Jadi, bukan hanya "it's right to be wrong", tetapi lebih dari itu, "it's wrong to be right."
Sejak jaman sekolah kita selalu ditanamkan untuk "patuh" pada yang "benar". Yang benar itu sudah menjadi "tradisi" yang harus dipatuhi, dan bahkan kita sudah lupa darimana asal-usul tradisi itu.
Kalau jaman SMP semua orang biasanya lebih "nurut", maka saat SMA biasanya sudah banyak yang "membangkang". Termasuk saya. Sebagaimana sekolah lainnya, ada peraturan bahwa seluruh murid cowok tidak boleh berambut gondrong, tidak boleh lebih dari kerah baju.
Saya termasuk yang gondrong itu. Sebenarnya bukan maksud sengaja "melawan". Tetapi jujur, memang belum "sempat" gunting, karena setiap pulang sekolah saya sudah punya aktivitas tetap yaitu belajar dan mengajar di kursus komputer. Pulang hari sudah malam. Tak terasa, janji gunting rambut sudah lewat 2 bulan lebih. Tentu saja jadi lumayan gondrong.
Akhirnya dipanggillah ke kantor guru dan disidang. Dan dari sekian banyak guru yang ada, kebetulan ada seorang guru agama yang saya "kurang suka", maka otomatis terlontarlah kata-kata saya, "pak, kenapa sih cowok rambutnya harus pendek? darimana aturannya cowok itu rambutnya pendek dan cewek boleh panjang? itu tuhan yesus aja rambutnya gondrong gitu."
Tentu saja saya berakhir di tiang bendera. Berdiri di situ seharian.
Paul bilang, itu namanya melatih bakat kreatif.
"All creative people need something to rebel against, it's what gives their lives excitement."
Hahaha. Ehhmm.
Have a super creative day friends!!
0
215
0


Komentar yang asik ya


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan