

TS
santoh
Dimensi Ketujuh
MICHAEL
Setiap kali kita menikmati liburan di theme-park seperti Dufan, Trans Studio, Disneyland, Universal Studios atau sejenisnya, pasti di dalamnya ada teater film 4D atau bahkan 5D. Teater film seperti ini adalah peningkatan beberapa level di atas bioskop film biasa.
Saat menonton di bioskop "biasa", yang kita saksikan hanyalah gambar-gambar yang saling berganti dengan kecepatan tinggi, sehingga mata kita melihat "ilusi" bergerak. Sama halnya dengan di layar komputer maupun handphone. Kemudian muncullah bioskop yang 3D, dimana gambarnya seakan "hidup" dan kita berada di tengah-tengahnya. Untuk merasakan sensasi 3D ini kita akan diberikan kacamata 3D. Teknik dasarnya di sini adalah memberikan gambar yang berbeda antara mata kiri dan mata kanan.
Coba lihat ke depan, lalu secara bergantian tutup mata kiri dengan tangan, lalu gantian mata kanan. Lakukan dengan agak cepat. Anda akan melihat perbedaan sedikit antara "gambar" yang dilihat mata kiri dan kanan tersebut. Itulah yang kita namakan parallax. Dari parallax inilah efek 3D itu dihasilkan. Kacamata itu gunanya untuk memfilter agar mata kiri dan kanan mendapat gambar yang berbeda sehingga menghasilkan parallax.
Teater 4D yang ada di theme-park tadi, adalah peningkatan dari teater 3D dengan menambahkan efek di indera kinetik kita. Biasanya ini diperoleh melalui kursi yang dirancang khusus agar memberikan efek "berguncang" dan sejenisnya. Pada saat adegan "jatuh" misalnya, kita dapat merasakan seperti benar-benar "free fall" di bangku tersebut. Dan untuk yang 5D biasanya ditambahkan efek lain seperti semburan butiran air, atau bahkan efek "penciuman" yang diberikan misalnya melalui asap dari dibakarnya material tertentu. Asap dan aromanya itu ditiupkan ke seisi teater.
Demikianlah semua "special effects" ini membentuk 4D dan 5D dengan tujuan entertainment. Tetapi itu semua jauh dari pengertian "dimensi" yang sesungguhnya. Istilah 4D dan 5D tadi hanya marketing gimmick.
Jadi sebenarnya apa bisa disebut dimensi keempat atau kelima itu?
Kita mulai dari Dimensi Nol dimana universe berada dalam state the source (the one). Dalam kondisi ini semua belum terjadi dan semua sudah terjadi, sekaligus. Tidak ada perbedaan antara ada dan tiada. Yang ada hanya potensi. Yang ada hanya intensi. Dari intensi inilah the source akan menjelma dalam dimensi-dimensi berikutnya.
Dimensi Satu terjadi ketika diciptakannya ada dari tiada. Yang tadinya tiada menjadi ada. Dunia dalam 1 dimensi ini benar-benar hanya mengenal ada dan tiada, terang dan gelap, 0 dan 1, binary.
Dalam formula matematika, dunia 1 dimensi hanya mengenal 1 titik. Ada titik, atau tidak ada titik. Inilah awal eksistensi. Dari tiada menjadi ada.
Dalam kisah penciptaan, dimensi satu adalah hari pertama, saat diciptakannya terang. Penciptaan ini membuat adanya perbedaan antara terang dan gelap. Lahirnya dualisme.
Dunia dua dimensi terjadi akibat perubahan konstan antara kondisi 0 dan 1. Switching 0 dan 1 yang terus menerus menciptakan wave, gelombang. Dengan adanya gelombang inilah, universe bertumbuh ke segala arah.
Dalam dunia elektronik, switching 0 dan 1 ini kita kenal sebagai "clock" atau "tick". Dalam setiap peralatan elektronik, ada komponen "clock" ini yang membangkitkan sinyal/gelombang terus-menerus selama power-on. Dengan adanya komponen clock yang amat kecil inilah, seluruh fitur secanggih dan serumit apapun baru bisa berjalan di perangkat-perangkat elektronik itu.
Clock tidak sama dengan waktu. Clock intinya hanya "menimbulkan perubahan antar state 0 dan 1". Clock seperti jantung. Setiap denyutan clock, membuat semuanya "bergerak".
Dari sini juga kita dapat menangkap kebijaksanaan universe, dimana tidak mungkin ada 0 terus-menerus atau 1 terus-menerus. Mengapa dari 0 jadi 1, dan sebaliknya? Karena itu yang membuat universe "bergerak". Mengapa ada sedih ada senang? Mengapa ada naik ada turun? Mengapa ada lahir ada mati? Mengapa ada tumbuh ada hancur? Karena itu yang membuat universe kita bergerak. Tanpa itu, universe akan "berhenti."
Bukan 0 atau 1 nya yang membuat bergerak. Tapi "perubahan" dari 0 ke 1 dan sebaliknya itulah yang membuat universe bergerak. Inilah esensi dari Dimensi Kedua. Dimensi Kedua terjadi dari awalnya "big bang" hingga saat ini. Itu sebabnya universe terus "mekar", terus bergerak dinamis, dan kita semua ada dalam big-bang itu sampai kini.
Dalam kisah penciptaan, pada hari kedua diciptakan cakrawala yang memisahkan "air di atas" dan "air di bawah". Dan diantara keduanyalah berada seluruh ciptaan lainnya. Berada diantaranya, berada diantara "langit" dan "bumi", berada diantara perubahan "lahir" dan "mati", seluruh "kehidupan" terjadi.
Dalam matematika, dunia 2 dimensi ditandai dengan munculnya "deretan titik" yang membentuk garis lurus. Garis-garis dalam arah berbeda akan membentuk sebuah "ruang". Dua dimensi ini dapat digambarkan sebagai sebuah papan catur yang super tipis, tanpa ketebalan atau kedalaman.
Dengan menambahkan "depth" pada dua dimensi, maka lahirlah Dunia Tiga Dimensi. Ibarat papan catur, dengan hadirnya dimensi ketiga, kita bisa "melihat" papan itu secara keseluruhan. Ibarat kita menunggu seseorang di kejauhan, kita akan naik ke menara yang tinggi, atau ke pohon yang tinggi, untuk bisa "melihat" ruang dua dimensi "di bawah" kita.
Dimensi Ketiga menandakan "formula dasar" dari kreatifitas universe dalam bermanifestasi, yaitu penciptaan "materi". Dalam kisah penciptaan, pada hari ketiga diciptakan daratan dan lautan serta tumbuh-tumbuhan. Daratan (tanah) adalah lambang materi "padat", punya bentuk dan dapat digenggam, lambang hadirnya 3 dimensi. Tanah, gunung, batu, dan semua pepohonan yang tumbuh di atasnya, semua menandai terciptanya materi dalam dimensi ketiga ini.
Pada hari keempat dalam kisah penciptaan, terciptalah matahari, bulan, planet-planet dan bintang-bintang. Ini juga sebagai lambang terciptanya Dimensi Keempat, yaitu "time".
Bukankah kita menghitung waktu berdasarkan pergerakan benda-benda langit tersebut? Sistem kalender kita selama ribuan tahun selalu menyesuaikan dengan pergerakan benda langit. Dan karenanya, kita harus menyadari sebuah "kebenaran" tentang waktu, bahwa yang disebut "time" selalu bersifat relatif. Satu tahun adalah waktu yang diperlukan bumi mengedari matahari. Bila kecepatan bumi mengedari matahari "dipercepat", maka waktu satu tahun pun akan semakin "cepat".
Bagaimana kita bisa tahu bahwa "kecepatan edar" bumi menjadi lebih lambat atau lebih cepat? Tentu karena dibandingkan dengan gerakan benda langit lainnya. Bila misalnya, semua benda langit di alam semesta gerakannya "dipercepat" dalam prosentase yang sama, maka secara teori, kita tidak mungkin akan tahu apakah kita secara lebih cepat atau lebih lambat, karena semua yang dipakai sebagai perbandingan, akan tetap sama.
Ibarat ada 5 orang berlari dalam kecepatan yang sama. Maka bila ada 1 org yang lebih lambat atau lebih cepat, akan langsung disadari karena jadi "beda sendiri." Tetapi bila kelima orang itu sama-sama mempercepat atau sama-sama memperlambat dengan ukuran yang sama, maka sekilas akan terlihat kecepatan mereka "stabil", tidak ada perubahan.
Bila "clock" pada Dimensi Kedua di atas tadi, "dipercepat" atau sebaliknya "diperlambat", darimanakah kita sebagai penghuni universe bisa "sadar" akan hal itu?
Adanya time melahirkan "choice", dan dari sinilah tercipta formula dasar dari "free will" kita. Time memungkinkan terciptanya "percabangan" dari sebuah "jalur cerita". Dan kita diberikan "kebebasan" untuk memilih ingin melalui jalur yang mana.
Ya benar, dunia "sehari-hari" yang kita "sadari" ini adalah Dunia Empat Dimensi, bukan dunia tiga dimensi. Karena kehidupan kita sehari-hari tidak bisa lepas dari waktu, dan dalam setiap perjalanan waktu itu, kita disodorkan pilihan demi pilihan, untuk "menentukan" jalur cerita yang ingin kita tempuh.
Banyangkan dunia empat dimensi kita ini adalah papan catur dalam perumpamaan di atas. Setiap kotak di papan catur itu adalah hasil dari pilihan-pilihan yang kita buat, sambung menyambung, kait mengkait. Kita saat ini berada di salah satu kotak di permukaan papan catur itu, dan otomatis kita hanya bisa melihat hubungan sebab-akibat yang "terbatas", yaitu hanya kotak-kotak di sebelah kanan-kiri dan depan-belakang. Lebih jauh dari itu, kita sudah tidak bisa melihat. Ingat, kita masih di permukaan papan catur.
Bagaimana bila kita ingin mengetahui "seluruh kisah" di papan catur itu? Sama seperti analogi di atas tadi, tentu kita akan mencari menara atau pohon yang tinggi dan naik ke atasnya untuk melihat "apa yang ada di bawah" kita. Helicopter view istilahnya.
Itulah yang terjadi bila kita "naik" dari dimensi keempat ke Dimensi Kelima. Pada dimensi kelima ini kita mampu melihat seluruh hubungan sebab-akibat yang terjadi dari "free will" yang kita pilih saat ini. Dengan naik ke "atas", kita mampu melihat papan catur keseluruhannya, sehingga kita bisa "menyesuaikan pilihan free will", kita mampu mengatur bidak-bidak catur di atas papan itu sesuai hasil yang kita inginkan.
Banyak orang mampu "mengendalikan" dimensi kelima ini dengan memahami "tanda-tanda alam", baik dari sesederhana mengikuti dan melatih intuisi, maupun meminjam pengetahuan dalam dunia astrologi dan sejenisnya.
Bila pada dimensi kelima kita hanya melihat satu jalur cerita sesuai pilihan free will saat ini, maka di Dimensi Keenam ini kita mampu melihat apa yang terjadi pada jalur-jalur "pilihan" lainnya. Setiap saat kita melakukan pilihan, saat itu pula sesungguhnya "jalur cerita" terpecah dua atau lebih, dan setiap jalur menjadi cerita tersendiri sesuai alternatif pilihan kita. Ini yang kita kenal sebagai "alternate reality" atau "paralel reality".
Bayangkan lagi papan catur tadi, tapi masing-masing kotaknya adalah dimensi kelima. Maka karena kita sudah berada di dimensi keenam yang "di atas" dimensi kelima tersebut, maka kita bebas "meletakkan" bidak catur pada kotak-kotak yang ada. Kita bebas "memilih" kotak mana yang akan kita taruh bidak kita. Kita bebas memilih "alternate reality" kita.
Ada beberapa orang yang membagi hingga di atas dimensi ketujuh, yaitu kedelapan, kesembilan dan seterusnya. Tetapi bagi saya, Dimensi Ketujuh sudah cukup menjelaskan segalanya, yaitu bukan hanya alternate-reality, tapi ini adalah sebuah "alternate universe" dengan seperangkat "hukum-hukum" atau formula yang berbeda.
Kita hidup di alternate universe ini, tapi di alternate universe lainnya bisa saja tidak ada gaya gravitasi, tidak bersistem binary tapi trinary, benda-benda langit tidak berbentu "bola bulat", sehingga mungkin saja di sana memang ada "bumi yang datar" di alternate universe itu.
Bagi anda yang sempat menikmati komik Storm dan Rambut Merah, pasti ingat dengan episode kisah "Dunia Terbalik", tentang Pandarve Multiverse. Di situ gravitasi bersifat berbeda sama sekali dengan di bumi.
Menguasai Dimensi Ketujuh, berarti kita menjadi "penulis" skenario sendiri, yang bebas "menentukan" sendiri seperti apa realita sesuai kemampuan imajinasi kita. Apakah itu mungkin? Tentu saja. Karena setiap apa yang kita imajinasikan, sudah menjadi "universe" baru lagi. Universe ini bersifat recursive. Setiap imajinasi kita adalah universe dalam universe. Dan fisika quantum pun sudah membuktikannya.
Apakah ada dunia Pandarve dalam komik Storm dan Rambut Merah di atas? Tentu saja ada. Karena sudah diimajinasikan, universe akan menciptakan sebuah universe baru untuk "menghidupi" imajinasi tersebut.
Dalam kisah penciptaan, pada hari ketujuh "sang pencipta" beristirahat. Mungkin maksudnya berhenti di universe ini, tapi melanjutkan penciptaan di universe-universe lainnya.
Lalu universe kita saat ini gimana? Ditinggal begitu saja?
Bukan.
Universe ini diserahkan kepada kita, untuk meneruskannya.
Bagaimana caranya?
Dengan imajinasi kita. Itulah karunia free will tertinggi bagi kita.
Have a super imaginative monday friends!!
Setiap kali kita menikmati liburan di theme-park seperti Dufan, Trans Studio, Disneyland, Universal Studios atau sejenisnya, pasti di dalamnya ada teater film 4D atau bahkan 5D. Teater film seperti ini adalah peningkatan beberapa level di atas bioskop film biasa.
Saat menonton di bioskop "biasa", yang kita saksikan hanyalah gambar-gambar yang saling berganti dengan kecepatan tinggi, sehingga mata kita melihat "ilusi" bergerak. Sama halnya dengan di layar komputer maupun handphone. Kemudian muncullah bioskop yang 3D, dimana gambarnya seakan "hidup" dan kita berada di tengah-tengahnya. Untuk merasakan sensasi 3D ini kita akan diberikan kacamata 3D. Teknik dasarnya di sini adalah memberikan gambar yang berbeda antara mata kiri dan mata kanan.
Coba lihat ke depan, lalu secara bergantian tutup mata kiri dengan tangan, lalu gantian mata kanan. Lakukan dengan agak cepat. Anda akan melihat perbedaan sedikit antara "gambar" yang dilihat mata kiri dan kanan tersebut. Itulah yang kita namakan parallax. Dari parallax inilah efek 3D itu dihasilkan. Kacamata itu gunanya untuk memfilter agar mata kiri dan kanan mendapat gambar yang berbeda sehingga menghasilkan parallax.
Teater 4D yang ada di theme-park tadi, adalah peningkatan dari teater 3D dengan menambahkan efek di indera kinetik kita. Biasanya ini diperoleh melalui kursi yang dirancang khusus agar memberikan efek "berguncang" dan sejenisnya. Pada saat adegan "jatuh" misalnya, kita dapat merasakan seperti benar-benar "free fall" di bangku tersebut. Dan untuk yang 5D biasanya ditambahkan efek lain seperti semburan butiran air, atau bahkan efek "penciuman" yang diberikan misalnya melalui asap dari dibakarnya material tertentu. Asap dan aromanya itu ditiupkan ke seisi teater.
Demikianlah semua "special effects" ini membentuk 4D dan 5D dengan tujuan entertainment. Tetapi itu semua jauh dari pengertian "dimensi" yang sesungguhnya. Istilah 4D dan 5D tadi hanya marketing gimmick.
Jadi sebenarnya apa bisa disebut dimensi keempat atau kelima itu?
Kita mulai dari Dimensi Nol dimana universe berada dalam state the source (the one). Dalam kondisi ini semua belum terjadi dan semua sudah terjadi, sekaligus. Tidak ada perbedaan antara ada dan tiada. Yang ada hanya potensi. Yang ada hanya intensi. Dari intensi inilah the source akan menjelma dalam dimensi-dimensi berikutnya.
Dimensi Satu terjadi ketika diciptakannya ada dari tiada. Yang tadinya tiada menjadi ada. Dunia dalam 1 dimensi ini benar-benar hanya mengenal ada dan tiada, terang dan gelap, 0 dan 1, binary.
Dalam formula matematika, dunia 1 dimensi hanya mengenal 1 titik. Ada titik, atau tidak ada titik. Inilah awal eksistensi. Dari tiada menjadi ada.
Dalam kisah penciptaan, dimensi satu adalah hari pertama, saat diciptakannya terang. Penciptaan ini membuat adanya perbedaan antara terang dan gelap. Lahirnya dualisme.
Dunia dua dimensi terjadi akibat perubahan konstan antara kondisi 0 dan 1. Switching 0 dan 1 yang terus menerus menciptakan wave, gelombang. Dengan adanya gelombang inilah, universe bertumbuh ke segala arah.
Dalam dunia elektronik, switching 0 dan 1 ini kita kenal sebagai "clock" atau "tick". Dalam setiap peralatan elektronik, ada komponen "clock" ini yang membangkitkan sinyal/gelombang terus-menerus selama power-on. Dengan adanya komponen clock yang amat kecil inilah, seluruh fitur secanggih dan serumit apapun baru bisa berjalan di perangkat-perangkat elektronik itu.
Clock tidak sama dengan waktu. Clock intinya hanya "menimbulkan perubahan antar state 0 dan 1". Clock seperti jantung. Setiap denyutan clock, membuat semuanya "bergerak".
Dari sini juga kita dapat menangkap kebijaksanaan universe, dimana tidak mungkin ada 0 terus-menerus atau 1 terus-menerus. Mengapa dari 0 jadi 1, dan sebaliknya? Karena itu yang membuat universe "bergerak". Mengapa ada sedih ada senang? Mengapa ada naik ada turun? Mengapa ada lahir ada mati? Mengapa ada tumbuh ada hancur? Karena itu yang membuat universe kita bergerak. Tanpa itu, universe akan "berhenti."
Bukan 0 atau 1 nya yang membuat bergerak. Tapi "perubahan" dari 0 ke 1 dan sebaliknya itulah yang membuat universe bergerak. Inilah esensi dari Dimensi Kedua. Dimensi Kedua terjadi dari awalnya "big bang" hingga saat ini. Itu sebabnya universe terus "mekar", terus bergerak dinamis, dan kita semua ada dalam big-bang itu sampai kini.
Dalam kisah penciptaan, pada hari kedua diciptakan cakrawala yang memisahkan "air di atas" dan "air di bawah". Dan diantara keduanyalah berada seluruh ciptaan lainnya. Berada diantaranya, berada diantara "langit" dan "bumi", berada diantara perubahan "lahir" dan "mati", seluruh "kehidupan" terjadi.
Dalam matematika, dunia 2 dimensi ditandai dengan munculnya "deretan titik" yang membentuk garis lurus. Garis-garis dalam arah berbeda akan membentuk sebuah "ruang". Dua dimensi ini dapat digambarkan sebagai sebuah papan catur yang super tipis, tanpa ketebalan atau kedalaman.
Dengan menambahkan "depth" pada dua dimensi, maka lahirlah Dunia Tiga Dimensi. Ibarat papan catur, dengan hadirnya dimensi ketiga, kita bisa "melihat" papan itu secara keseluruhan. Ibarat kita menunggu seseorang di kejauhan, kita akan naik ke menara yang tinggi, atau ke pohon yang tinggi, untuk bisa "melihat" ruang dua dimensi "di bawah" kita.
Dimensi Ketiga menandakan "formula dasar" dari kreatifitas universe dalam bermanifestasi, yaitu penciptaan "materi". Dalam kisah penciptaan, pada hari ketiga diciptakan daratan dan lautan serta tumbuh-tumbuhan. Daratan (tanah) adalah lambang materi "padat", punya bentuk dan dapat digenggam, lambang hadirnya 3 dimensi. Tanah, gunung, batu, dan semua pepohonan yang tumbuh di atasnya, semua menandai terciptanya materi dalam dimensi ketiga ini.
Pada hari keempat dalam kisah penciptaan, terciptalah matahari, bulan, planet-planet dan bintang-bintang. Ini juga sebagai lambang terciptanya Dimensi Keempat, yaitu "time".
Bukankah kita menghitung waktu berdasarkan pergerakan benda-benda langit tersebut? Sistem kalender kita selama ribuan tahun selalu menyesuaikan dengan pergerakan benda langit. Dan karenanya, kita harus menyadari sebuah "kebenaran" tentang waktu, bahwa yang disebut "time" selalu bersifat relatif. Satu tahun adalah waktu yang diperlukan bumi mengedari matahari. Bila kecepatan bumi mengedari matahari "dipercepat", maka waktu satu tahun pun akan semakin "cepat".
Bagaimana kita bisa tahu bahwa "kecepatan edar" bumi menjadi lebih lambat atau lebih cepat? Tentu karena dibandingkan dengan gerakan benda langit lainnya. Bila misalnya, semua benda langit di alam semesta gerakannya "dipercepat" dalam prosentase yang sama, maka secara teori, kita tidak mungkin akan tahu apakah kita secara lebih cepat atau lebih lambat, karena semua yang dipakai sebagai perbandingan, akan tetap sama.
Ibarat ada 5 orang berlari dalam kecepatan yang sama. Maka bila ada 1 org yang lebih lambat atau lebih cepat, akan langsung disadari karena jadi "beda sendiri." Tetapi bila kelima orang itu sama-sama mempercepat atau sama-sama memperlambat dengan ukuran yang sama, maka sekilas akan terlihat kecepatan mereka "stabil", tidak ada perubahan.
Bila "clock" pada Dimensi Kedua di atas tadi, "dipercepat" atau sebaliknya "diperlambat", darimanakah kita sebagai penghuni universe bisa "sadar" akan hal itu?
Adanya time melahirkan "choice", dan dari sinilah tercipta formula dasar dari "free will" kita. Time memungkinkan terciptanya "percabangan" dari sebuah "jalur cerita". Dan kita diberikan "kebebasan" untuk memilih ingin melalui jalur yang mana.
Ya benar, dunia "sehari-hari" yang kita "sadari" ini adalah Dunia Empat Dimensi, bukan dunia tiga dimensi. Karena kehidupan kita sehari-hari tidak bisa lepas dari waktu, dan dalam setiap perjalanan waktu itu, kita disodorkan pilihan demi pilihan, untuk "menentukan" jalur cerita yang ingin kita tempuh.
Banyangkan dunia empat dimensi kita ini adalah papan catur dalam perumpamaan di atas. Setiap kotak di papan catur itu adalah hasil dari pilihan-pilihan yang kita buat, sambung menyambung, kait mengkait. Kita saat ini berada di salah satu kotak di permukaan papan catur itu, dan otomatis kita hanya bisa melihat hubungan sebab-akibat yang "terbatas", yaitu hanya kotak-kotak di sebelah kanan-kiri dan depan-belakang. Lebih jauh dari itu, kita sudah tidak bisa melihat. Ingat, kita masih di permukaan papan catur.
Bagaimana bila kita ingin mengetahui "seluruh kisah" di papan catur itu? Sama seperti analogi di atas tadi, tentu kita akan mencari menara atau pohon yang tinggi dan naik ke atasnya untuk melihat "apa yang ada di bawah" kita. Helicopter view istilahnya.
Itulah yang terjadi bila kita "naik" dari dimensi keempat ke Dimensi Kelima. Pada dimensi kelima ini kita mampu melihat seluruh hubungan sebab-akibat yang terjadi dari "free will" yang kita pilih saat ini. Dengan naik ke "atas", kita mampu melihat papan catur keseluruhannya, sehingga kita bisa "menyesuaikan pilihan free will", kita mampu mengatur bidak-bidak catur di atas papan itu sesuai hasil yang kita inginkan.
Banyak orang mampu "mengendalikan" dimensi kelima ini dengan memahami "tanda-tanda alam", baik dari sesederhana mengikuti dan melatih intuisi, maupun meminjam pengetahuan dalam dunia astrologi dan sejenisnya.
Bila pada dimensi kelima kita hanya melihat satu jalur cerita sesuai pilihan free will saat ini, maka di Dimensi Keenam ini kita mampu melihat apa yang terjadi pada jalur-jalur "pilihan" lainnya. Setiap saat kita melakukan pilihan, saat itu pula sesungguhnya "jalur cerita" terpecah dua atau lebih, dan setiap jalur menjadi cerita tersendiri sesuai alternatif pilihan kita. Ini yang kita kenal sebagai "alternate reality" atau "paralel reality".
Bayangkan lagi papan catur tadi, tapi masing-masing kotaknya adalah dimensi kelima. Maka karena kita sudah berada di dimensi keenam yang "di atas" dimensi kelima tersebut, maka kita bebas "meletakkan" bidak catur pada kotak-kotak yang ada. Kita bebas "memilih" kotak mana yang akan kita taruh bidak kita. Kita bebas memilih "alternate reality" kita.
Ada beberapa orang yang membagi hingga di atas dimensi ketujuh, yaitu kedelapan, kesembilan dan seterusnya. Tetapi bagi saya, Dimensi Ketujuh sudah cukup menjelaskan segalanya, yaitu bukan hanya alternate-reality, tapi ini adalah sebuah "alternate universe" dengan seperangkat "hukum-hukum" atau formula yang berbeda.
Kita hidup di alternate universe ini, tapi di alternate universe lainnya bisa saja tidak ada gaya gravitasi, tidak bersistem binary tapi trinary, benda-benda langit tidak berbentu "bola bulat", sehingga mungkin saja di sana memang ada "bumi yang datar" di alternate universe itu.
Bagi anda yang sempat menikmati komik Storm dan Rambut Merah, pasti ingat dengan episode kisah "Dunia Terbalik", tentang Pandarve Multiverse. Di situ gravitasi bersifat berbeda sama sekali dengan di bumi.
Menguasai Dimensi Ketujuh, berarti kita menjadi "penulis" skenario sendiri, yang bebas "menentukan" sendiri seperti apa realita sesuai kemampuan imajinasi kita. Apakah itu mungkin? Tentu saja. Karena setiap apa yang kita imajinasikan, sudah menjadi "universe" baru lagi. Universe ini bersifat recursive. Setiap imajinasi kita adalah universe dalam universe. Dan fisika quantum pun sudah membuktikannya.
Apakah ada dunia Pandarve dalam komik Storm dan Rambut Merah di atas? Tentu saja ada. Karena sudah diimajinasikan, universe akan menciptakan sebuah universe baru untuk "menghidupi" imajinasi tersebut.
Dalam kisah penciptaan, pada hari ketujuh "sang pencipta" beristirahat. Mungkin maksudnya berhenti di universe ini, tapi melanjutkan penciptaan di universe-universe lainnya.
Lalu universe kita saat ini gimana? Ditinggal begitu saja?
Bukan.
Universe ini diserahkan kepada kita, untuk meneruskannya.
Bagaimana caranya?
Dengan imajinasi kita. Itulah karunia free will tertinggi bagi kita.
Have a super imaginative monday friends!!
0
608
0


Komentar yang asik ya


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan