Quote:
Indonesia menjadi satu-satunya negara ekonomi Asia Tenggara yang masuk dalam klub satu triliun dolar (one trillion dollar club) di bawah pemerintahan Jokowi. Namun menjelang Pilpres 2019 pada 17 April mendatang, siapa yang selanjutnya akan memimpin ekonomi Indonesia?
Pilpres 2019 adalah pertarungan mengenai siapa kandidat yang memiliki visi untuk mengubah Indonesia menjadi kekuatan ekonomi global. Dan kali ini, kaum milenial dan kelas menengah akan menjadi suara yang menentukan.
Pemenang Pemilu 2019 pada 17 April mendatang—yang juga mencakup pemilu legislatif—akan memainkan peran penting dalam memastikan apakah Indonesia mencapai potensinya untuk menjadi negara ekonomi terbesar keempat di dunia pada tahun 2030, seperti yang diproyeksikan oleh Standard Chartered, menggunakan ukuran paritas daya beli dari PDB. Ukuran ekonomi Indonesia terlihat mencapai $10,1 triliun pada tahun 2030 dari $4,2 triliun yang diproyeksikan pada tahun 2020, bank tersebut memperkirakan.
Petahana Joko Widodo—juga dikenal sebagai Jokowi—yang masa jabatannya mencapai pertumbuhan ekonomi rata-rata 5 persen, telah mengakhiri defisit fiskalyang lebih tinggi dan membengkaknya subsidi energi, untuk mengembalikan negara ke peringkat investasi untuk pertama kalinya dalam dua dekade. Indonesia juga menjadi satu-satunya negara ekonomi Asia Tenggara yang masuk dalam klub satu triliun dolar (one trillion dollar club) di bawah pemerintahan Jokowi.
Tetap saja, ketergantungan pada arus masuk asing, birokrasi, dan risiko dari mitra dagang China, terus menimbulkan tantangan bagi negara mayoritas Muslim terbesar di dunia ini.
Dengan lebih dari 50 persen dari 260 juta penduduknya berada di bawah usia 40 tahun, tantangan nyata bagi Jokowi dan lawannya, Prabowo Subianto, adalah menciptakan lapangan kerja yang cukup.
PEMILIH MUDA MENENTUKAN
Jokowi (57 tahun), telah berjanji untuk mengubah Indonesia menjadi pusat manufaktur dengan revolusi industri keempat. Dia juga menjanjikan untuk menghasilkan lebih dari 100 juta lapangan pekerjaan dalam lima tahun ke depan, mendorong anggaran untuk pendidikan, dan mengalihkan fokus dari infrastruktur menjadi pengembangan sumber daya manusia.
Prabowo, sementara itu, telah berjanji untuk mendorong ekonomi dengan mengurangi pajak perusahaan dan individu, dan meningkatkan kemandirian dalam industri makanan dan bahan bakar.
Berhubungan dengan para pemilih muda juga membuat para kandidat harus mempertajam keterampilan media sosial mereka. Mereka telah mempekerjakan “influencer” dan ahli strategi media sosial untuk membantu mereka mengumpulkan pengikut di platform seperti Twitter, Facebook, Instagram, dan YouTube.
Tujuan mereka adalah untuk memenangkan hati dan pikiran sekitar 130 juta pengguna media sosial yang aktif, yang menghabiskan waku terlama di dunia untuk online, selama hampir sembilan jam sehari, menurut survei We Are Social tahun 2018.
Sebagai pasangannya, Prabowo telah memilih Sandiaga Uno, seorang mantan manajer ekuitas swasta yang telah terbukti populer di kalangan pemilih muda dan perempuan. Sandi berkeliling negeri, mengadakan lebih dari 1.500 pertemuan dengan para pendukungnya, mengunggah foto selfie dan video di media sosial. Namun, Prabowo tertinggal di sebagian besar jajak pendapat dan Jokowi diperkirakan akan menang, di mana ia memimpin antara 15 hingga 20 poin.
Keberhasilan dalam membatasi harga bahan pokok, menghasilkan lapangan pekerjaan, membangun bandara, jalan tol, dan jaringan kereta api, mungkin membuahkan hasil bagi Jokowi. Keputusannya memiih Ma’ruf Amin sebagai calon wakilnya, juga telah membantunya mengatasi keraguan terkait kredibilitas Islamnya.
Lalu ada masalah terkait memenuhi kebutuhan kelas konsumen yang sedang berkembang. Dengan satu dari setiap lima orang Indonesia sudah berada di kelas menengah, dan 45 persen populasi lainnya hampir masuk kelompok itu, masalah ekonomi telah membayangi politik identitas agama yang telah mendominasi wacana pemilu di Indonesia.
Masyarakat Indonesia telah melihat daya beli mereka tumbuh dengan melemahnya inflasi, lebih banyak akses ke kredit, dan penurunan harga komoditas. Pertanyaannya sekarang adalah, bagaimana mempertahankan kondisi ini dalam menghadapi kenaikan biaya minyak mentah, harga pangan yang lemah, dan biaya keuangan yang lebih tinggi, setelah bank sentral menaikkan suku bunga utama sebesar 175 basis poin.
DAYA BELI
Bermain dengan citra ‘pemimpin dari rakyat’ yang membuatnya populer di kalangan pemilih pada tahun 2014, Jokowi—yang merupakan penggemar musik rock dan senang bersepeda—hadir sebagai seorang presiden yang mengerti bisnis. Dia fokus pada pemangkasan birokrasi untuk menarik lebih banyak investasi asing, dan memotong subsidi untuk mendorong agenda infrastruktur senilai $350 miliar untuk lebih menghubungkan pulau-pulau besar di lebih dari 17.000 pulau di Indonesia.
Sebagai negara dengan 58 persen populasi pemilih, siapa pun yang memenangkan mayoritas di Jawa, kemungkinan akan menang.
Banyaknya pulau dan daerah pemilihan memberikan tantangan bagi para petugas pemungutan suara. Ini adalah “salah satu pemilu paling rumit,” menurut Lowy Institute, di mana pemungutan suara untuk lebih dari 245.000 kandidat dan 20.000 kursi diputuskan dalam satu hari.
Enam juta petugas pemilu mengawasi sekitar 805.000 tempat pemungutan suara (TPS)—beberapa TPS berda di pulau-pulau yang jauh, di mana kotak suara harus dikirimkan melalui kapal. Setelah itu, masyarakat Indonesia masih harus menunggu—presiden baru Indonesia baru akan dilantik pada tanggal 20 Oktober.
SUMBER
Quote:
Dengan lebih dari 50 persen dari 260 juta penduduknya berada di bawah usia 40 tahun, tantangan nyata bagi Jokowi dan lawannya, Prabowo Subianto, adalah menciptakan lapangan kerja yang cukup.
semoga di masa yg akan datang
ada presiden dan sebagian besar anggota DPR yang berani membuat keputusan tidak populer untuk memberlakukan "KB" secara paksa
ini udah parah bener klo buat anak ga liat kondisi ekonomi sendiri
negara bakalan hancur klo gini trus mah

presiden apapun bakalan kewalahan menyiapkan lapangan pekerjaan klo terus menerus bertambah
klo keluarganya mampu, sehingga anaknya bisa memperoleh gizi dan sekolah + lingkungan pendidikan mumpuni si gpp
anak tersebut bisa bersaing, ga hanya di lokal bahkan di luar negeri
lah klo miskin? ga mampu kasih gizi ke anak? ga mampu siapin peralatan pendidikan? sekolah modal subsidi pemerintah?
jadi beban negara ga tuh?
lom lagi klo anaknya tidak dapat perhatian ortu, kerjanya bolos sekolah cabut ke warnet
da buang duit subsidi negara + ciptakan seekor SAMPAH masyarakat di masa mendatang
yang pastinya ga jauh dari maling dan begal
Quote:
Sebagai negara dengan 58 persen populasi pemilih, siapa pun yang memenangkan mayoritas di Jawa, kemungkinan akan menang.
ini juga suatu masalah
dan menjadi sebab utama kenapa selama puluhan tahun
jawa jauh lebih maju dibanding yang lain dan pembangunan tidak akan pernah merata
di era jokowi si memang berusaha bangun di semua tempat
termasuk papua
tapi klo bandingkan papua dengan jawa?
tetap jauh ga tuh?
mau pembangunan merata di wajibkan punya presiden yang mumpuni dan punya visi paling tidak 5 sampai 6 periode
tapi siapa yg yakin pemimpinnya di masa mendatang akan seperti jokowi?
ya pastinya jawa akan lebih di perhatikan karena menjadi SUMBER SUARA
seharusnya
tiap provinsi yang menang = 1 SUARA
sehingga presiden apapun akan memperhatikan seluruh indonesia, ga hanya jawa doank
34 provinsi = 34 suara
17 : 17?
alihkan ke persentase
total % tiap provinsi di jumlahkan
jadi ini jauh lebih adil dan membuat presiden tidak fokus pada jawa doank demi raih suara
walau ini pun bakalan sulit di lakukan
kenapa?
yg orang jawa mgkn bakalan protes ( bukan semua)
karena di indonesia, fanatisme kedaerahan masih sangat tinggi
"yang penting daerah gw makmur, persetan dengan daerahmu"

padahal indonesia ga hanya jawa.
papua, NTT, aceh bahkan gotham city

semua adalah indonesia
dan di huni warga negara indonesia
ah seandainya saya yang jadi presiden