skydaveeAvatar border
TS
skydavee
KDRT Dan Perspektif Masyarakat
KDRT Dan Perspektif Masyarakat

KDRT Dan Perspektif Masyarakat

Peran perempuan dalam kehidupan ini tidak bisa ditampikkan begitu saja. Beragam pekerjaan yang dahulu identik dengan kaum Adam pun, kini dengan mudahnya bisa dilakukan pula oleh perempuan.

Coba perhatikan di sekeliling kita. Tak jarang perempuan yang di-stereotipe-kan sebagai makhluk lemah, berada dibalik kemudi sebuah truk besar. Maskapai penerbangan pun tak luput mempekerjakan perempuan untuk menjadi orang nomor satu penanggungjawab utama penerbangan pesawat. Sedangkan dari segi politis, tercatat beberapa perempuan sukses menjadi anggota senat, bahkan ditasbihkan sebagai pemimpin sebuah negara.

Meski sering didaulat serta menangani pekerjaan khas pria, perempuan tetap dianggap sebagai pihak paling rentan terhadap berbagai tindakan kejahatan dan kekerasan. Salah satunya apa yang sering disebut dengan istilah Kekerasan Dalam Rumah Tangga, yang biasa disingkat dengan KDRT.

KDRT Dan Perspektif Masyarakat

Seperti dilansir dari kanal Tempo.CO, Koordinator Bidang Pemantauan Komisi Nasional Perempuan, Dewi Ayu Kartika Sari mengatakan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) selalu menjadi kasus terbanyak yang diadukan setiap tahun. Beberapa diantaranya bahkan harus melibatkan aparat dan hukum serta pelakunya menerima hukuman terungku. Tak jarang, mahligai yang telah dijalankan sekian tahun, harus berakhir pahit pada perceraian.

Melihat fenomena kekerasan yang dominan dialami oleh pihak perempuan, berikut perspektif saya mengenai kisah pilu tersebut.

***
1. Ranah Privasi
Bagi sebagian besar masyarakat awam, kekerasan yang terjadi di dalam rumah tangganya dianggap masalah dan urusan pribadi. Melibatkan pihak ketiga, meski masih dalam hubungan saudara, ibarat membuka aib rumah tangganya sendiri. Dengan demikian, korban merasa malu dan cenderung berdiam diri. Selain itu, beberapa kejadian yang menjurus pada tindakan kekerasan, dianggap pula bagian dari liku-liku kehidupan berumahtangga. Dan bagi mereka, ini hanya bersifat temporer saja.

2. Dilema Pelaku dan Korban
Kekerasan dalam hal apapun bisa mengakibatkan trauma bagi korbannya. Namun khusus bagi korban, tak jarang harus menghadapi situasi yang dilematis. Terutama untuk mereka yang telah terikat dalam "hubungan pernikahan". Bila kasus kekerasan berujung pada pelaporan, tentu pelaku bisa dijerat oleh hukum. Bila terbukti, maka pelaku harus menerima konsekuensi hukuman penjara untuk masa tertentu. Akibatnya, rumahtangga bisa berakhir dengan perpisahan. Beban moral tentu akan semakin bertambah bila keluarga tersebut telah dikaruniai keturunan.

3. Kurangnya Kesadaran Masyarakat
Masyarakat memiliki kewajiban mencegah terjadinya segala bentuk kekerasan. Meski stigma bahwa semua permasalahan yang terjadi di biduk rumahtangga orang lain merupakan urusan masing-masing, akan tetapi masyarakat tetap bisa dilibatkan dalam meminimalkan terjadinya kasus kekerasan. Apalagi jika tindakan kekerasan tersebut berpotensi membahayakan keselamatan korban.

***
Seperti ulasan di atas, kekerasan yang terjadi, terutama di dalam rumahtangga, menunjukkan trend kenaikan yang cukup mengkuatirkan. Kisah pilu yang dialami korban tak jarang bagaikan fenomena gunung es. Ia tampak menyeruak sedikit ke permukaan. Padahal, fakta yang terjadi tidaklah demikian. Banyak kasus mengendap di dasar palungnya, namun sayangnya, beberapa politisi jarang mengangkatnya menjadi tema pembahasan dalam jargon politiknya. Meski ada, suaranya kalah dengan jargon lainnya yang terdengar lebih seksi dan lebih menjual demi mendulang suara. Padahal, ada banyak rentetan kasus yang nyaris tiap hari terjadi. Tidak hanya melibatkan korban dan pelaku, namun masa depan anak-anak mereka juga dipertaruhkan.

KDRT Dan Perspektif Masyarakat

Saatnya ikut peduli dan menyelamatkan korban kekerasan, terutama perempuan yang lebih rentan menjadi korban. Mumpung pemilu sudah di depan mata, ada baiknya menggunakan hak suara dan melabuhkannya pada partai yang benar-benar pro terhadap rakyat. Terutama partai yang menganggap permasalahan KDRT menjadi skala prioritasnya selain faktor ekonomi.

Sebagai penutup tulisan ini, jika para suami berniat menyakiti pasangannya secara verbal, konon lagi dengan fisik, ingatlah, kita semua terlahir dari rahim seorang perempuan.



©Skydavee 2019
Sumber gambar: google

Referensi:
1. UU No.23/2004
2. Tempo.CO
Diubah oleh skydavee 03-04-2019 20:46
anasabilaAvatar border
anasabila memberi reputasi
1
241
1
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan