Hai gan sis,
Dalam event bertema “stop kekerasan terhadap wanita” kali ini, ane mencoba berpartisipasi dengan berbagi sedikit hasil pemikiran dan sudut pandang dalam hal ini. Membahas tema kekerasan terhadap wanita tentu bisa menjadi topik yang sangat luas, untuk itu dalam tulisan kali ini akan dipersempit hanya kepada bahasan terhadap kasus KDRT atau kekerasan dalam rumah tangga terhadap wanita.


Source: memoonline
KDRT, siapa sih yang belum pernah dengar tentang kasus kekerasan dalam rumah tangga, yang umumnya menimpa wanita. Yah meskipun korban nya tidak selalu wanita, bisa juga anak atau bahkan suami, tapi yang terakhir ini sangat jarang terjadi sih. Kalo melihat kasus yang terbaru masalah KDRT ini rupanya hingga saat ini masih sering terjadi. Seperti diberitakan di detik[dot]com tempo hari juga ramai tentang berita seorang suami membacok istrinya, karena suami memergoki istrinya berselingkuh dengan tetangga. Hal ini dilihat dari sudut pandang manapun tentu tidak bisa dibenarkan, karena negara kita sudah menganut sistem hukum yang cukup lengkap yang mencakup penyelesaian masalah seperti ini.

Jika dilihat dari faktor pendorong terjadinya KDRT, ternyata cukup banyak, seperti masalah ekonomi, tingkat komunikasi dalam keluarga, serta bisa juga dari kurangnya tingkat pendidikan yang ada di dalam keluarga. Ambil contoh pada kasus diatas, dimana sang suami akhirnya harus membacok istrinya karena “kalap” atau lebih mendahulukan nafsu amarahnya daripada mengambil jalan lain seperti jalur hukum atau musyawarah. Dengan mengerahkan seluruh amarah dalam mengambil keputusan untuk melakukan KDRT tentu sangat merugikan korban, pelaku dan tentu saja anak.

Meski sudah bisa di identifikasi faktor-faktor pendorong munculnya masalah KDRT, tapi kenapa KDRT bisa terus berulang terjadi? Hal ini tidak lepas dari kesadaran atau cara untuk menyelesaikan suatu masalah yang tidak tepat. Dimana umumnya salah satu pihak tidak mampu menguasai diri untuk memikirkan solusi lain dalam masalah yang sedang di tanggung nya dan akhirnya secara tidak sadar memilih menggunakan jalur kekerasan. Disinilah pentingnya peran serta seluruh warga masyarakat untuk saling mengingatkan dan menyadarkan pentingnya penyelesaian terhadap masalah melalui jalur non kekerasan, seperti jalur musyawarah atau yang lebih formal yaitu menggunakan jalur hukum. 


Source: Tribrata News Sultra
Lalu adakah cara untuk membantu meningkatkan kesadaran bagi masyarakat dalam menyelesaikan hal-hal seperti KDRT?
Beberapa cara yang dapat dilakukan adalah dengan perlu seringnya diadakan penyuluhan kesadaran hukum dan pentingnya menjaga kerukunan dalam keluarga serta menjaga kerukunan antar tetangga dengan mengutamakan penyelesaian masalah dengan jalur non kekerasan. Mereka yang telah berumah tangga juga harus diberikan penyuluhan tentang pentingnya menyelesaikan masalah rumah tangga tanpa melalui KDRT.

Lalu apakah hubungan hal-hal diatas dengan pemilu?
Tentu saja ada, salah satunya adalah dengan berusaha mengenali calon wakil rakyat dan calon pemimpin yang memiliki program kerja serta kepedulian terhadap perlindungan terhadap wanita. Dengan kita memilih mereka yang memiliki perhatian terhadap program anti kekerasan terhadap wanita, setidaknya kita berharap kasus kejahatan atau kekerasan terhadap wanita bisa dikurangi. Dengan sosialisasi yang dilakukan oleh para pemimpin, gerakan anti KDRT terhadap wanita tentu bisa berjalan lebih baik daripada hanya dilakukan oleh masyarakat saja. Bahkan tidak hanya khusus kepada kasus KDRT saja, namun dengan meningkatnya kesadaran terhadap pentingnya gerakan anti kekerasan tentu akan mengurangi tingkat kriminalitas dan meningkatkan kerukunan sesama warga masyarakat.


Source: detik
Jadi, seperti biasa, jangan pernah golput gan sis. Suara mu sangat berarti dalam membawa perubahan terhadap kemajuan bangsa kita.