Perempuan sebagai makhluk lembut yang selalu menggunakan perasaan dalam melakukan segalanya, menjadi sebuah objek yang mudah di sakiti, entah itu datang dari sosok seorang pria yang seharusnya melindungi, atapun sesama perempuan sendiri. Populasi perempuan di Indonesia sendiri juga mendominasi, di banding pria, namun walaupun perempuan lebih banyak, nyatanya mereka malah sering menjadi korban kekerasan, di Indonesia sendiri tindak kekerasan terhadap wanita, presentasenya malah meningkat, membuktikan bahwa kesadaran akan melindungi perempuan masih kurang, hal ini mungkin juga di dasari oleh sistem hukum yang melindungi perempuan belum secukupnya kuat, membuat mereka berani untuk melakukan tindakan-tindakan kekerasan tersebut, mungkin jika hukumnya bisa lebih di perberat bisa memberikan efek jera. Jika memang presentase kekerasan terhadap perempuan di Indonesia meningkat, apa saja kasus yang sering menimpa perempuan di Indonesia?
Pelecehan Seksual
Ini menjadi tindak kekerasan terhadap perempuan yang sering terjadi, karena tindakannya bukan hanya terjadi secara langsung dengan kontak fisik, melainkan bisa berupa tindakan-tindakan non-fisik misalkan berupa verbal, apalagi sekarang dunia sudah modern, bisa juga melalui chatting dsb, tindakan pelecehan seksual terhadap wanita, seringnya juga tidak menyakiti secara fisik, dari tindakan berupa verbal, bisa menyakiti emosional seorang perempuan, seperti yang kita tahu, perempuan lebih sering menggunakan hati. Salah satu contoh kasus tindak pelecehan seskusl yang menimpa perempuan di Indonesia, di tahun 2018 sempat menjadi perbincangan ketika salah satu pegawai di BPJS, mendapat perlakuan tak senonoh dari atasannya, tindakannya memang tidak langsung berupa langsung, misalkan merudapaksa, melainkan berupa godaan, serta ajakan untuk berhubungan badan melalui pesan singkat. Dari tindakan sang atasan, korban memberanikan diri untuk melapor kepada dewan pengawas lembaga tersebut, agar masalahnya bisa di tangani dan memberi efek jera, namun hasilnya apa, dewan pengawas malah seolah-olah tidak mengindahkan apa yang terjadi pada korban, hal seperti itu seperti sesuatu hal yang biasa, dan akhirnya yang di terima oleh korban sebuah keputusan pemecatan. Merasa tidak adil, akhirnya korban memilih membawa kasus ini ke jalur hukum, agar segalanya lebih jelas, tidak lagi mengadu ke pihak yang sama, melainkan ke pihak berbeda yang lebih netral. Setelah kejadian pelaporan terhadap atasannya mengenai tindak pelecehan sesksual terhadapnya, korban malah di kucilkan dari lingkungan.
Perempuan-perempuan di luar sana banyak yang mengalami tindakan pelecehan seksual, baik secara langsung ataupun tidak langsung, namun mereka tidak berani untuk melaporkan apa yang terjadi kepada mereka, karena tindakan-tindakan semacam ini, buktinya sangat lemah sekali, bahkan hampir tidak bisa di perlihatkan, kalaupun laporannya di terima, tindakan selanjutnya tidak ada, seperti sebuah hal sepele. Jangankan untuk melapor, sekedar ingin mencurahkan masalahnya ke orang terdekat saja, para korban pelecehan seksual tidak berani, mereka merasa malu dengan apa yang telah terjadi kepadannya, kemudian jika di ceritakan mereka juga takut jika nanti malah di kucilkan dari kehidupan sosialnya. Sampai saat ini keterpihakan pemerintah terhadap tindakan pelecehan seksual masihlah belum maksimal, memang ada wadah Komnas Perlindungan Perempuan dan Kementrian Perempuan, tapi tak sepenuhnya benar-benar bisa memayungi masalah tindak kekerasan ini. Dari hingar bingar Pemilu 2019 sendiri, pada visi misi setiap kandidat tidak begitu spesifik serta berani lantang membela hak-hak perempuan, padahal mereka ini bisa sekali untuk membantu perempuan di Indonesia merasa aman.
Kekerasan fisik terhadap perempuan
Tindakan ini sepertinya menjadi hal yang paling kasar terhadap perempuan, karena tindakan ini terjadi dengan kontak fisik, bahkan bisa mengakibatkan kematian juga. Kasus kekerasan terhadap perempuan seringnya di alami oleh mereka yang sudah berpasangan, tindakan-tindakan kekerasan seperti ini di alami oleh seorang perempuan/istri, saat terjadi sebuah permasalahan di rumah tangganya, keduanya saling bertengkar mengenai permasalahan rumah tangganya, lama kelamaan emosi memuncak, dan terjadilah tindak kekerasan. Pernah ada sebuah cerita yang muncul di media sosial Twitter, mengenai pengalaman seorang ahli forensik, awalnya bertemu dengan seorang pasien datang kepadanya, yang awalnya di paksa oleh adiknya untuk melakukan visum terkait apa yang sudah di lakukan oleh suaminya, memang secara fisik terlihat luka lebam dan memar di tubuhnya, namun saat di tanya jawabannya bukan karena ulah suaminya, melainkan dia menjawab karena terjatuh, bahkan sang adik sempat marah karena jawaban sang kakak tidak jujur. Beberapa waktu etelahnya wanita yang sama kembali datang, namun dia sudah tidak lagi sanggup untuk menjawab, karena dia sudah meninggal, di ceritakan hasil visum terhadap jasadnya, ada sebuah luka di dalam, dimana tulang rusuk patah dan menancap mengenai jantung, yang kemungkinan besar di sebabkan oleh tendangan ataupun injakan, masih ada saksi bisu luka-luka lain di tubuhnya.
Namun apakah hanya itu saja tindak kekerasan terhadap perempuan yang sering terjadi, jika di pikir-pikir masih ada lagi, dan ini lebih miris, karena kejadiannya bukan di negara kita langsung, karena korbannya adalah para TKW/TKI, mereka para perempuan yang rela meninggalkan keluargannya, bahkan anak-anaknya, untuk waktu yang terbilang tidak sebentar, bisa tahunan baru kembali ke tanah air, niatannya hanya ingin mencari uang yang lebih banyak, agar hidupnya di kampung halaman bisa lebih membaik, tapi apa yang terjadi, para pekerja perempuan di luar negeri ini, sering mendapat perlakuan kasar oleh majikannya, dari berupa pukulan, cambukan, dsb, hingga penyiksaan tidak diberi makan, bahkan di paksa untuk memakan sesuatu yang tidak seharusnya dimakan. Perempuan-perempuan kuat ini yang awalnya hanya ingin membela diri, akhirnya malah bisa di hukum mati karena di anggap sudah membunuh majikannya.
Permasalahan terhadap para tenaga kerja wanita di luar negeri menjadi sebuah masalah internasional, karena melibatkan dua buah negara, dan penyelesaiannya pun juga tidak mudah, di satu sisi harus menghormati hukum yang berlaku di negara lain, namun di satu sisi harus mencoba menyelamatkan warga negaranya. Masalah internasional seperti ini, hanya bisa di selesaikan oleh para pemegang kekuasaan negara ini, kita rakyat biasa tidak bisa apa-apa, mungkin hanya menyalurkan aspirasi saja. Semoga saja hasil Pemilu 2019 ini, bisa menghasilkan pemimpin yang terbaik, agar kedepannya pemipin negara kita ini, bisa memiliki hubungan internasional yang lebih erat dngan negara lain, sehingga hak-hak para warga negara Indonesia di luar negeri sana bisa terpenuhi dengan hubungan ini, kasus-kasus mengenai TKW maupun TKI bisa di selesaikan dengan baik, jangan lagi ada yang harus di hukum mati hanya karena membela diri.
Kekerasan Psikis
Pernahkah terpikir dengan tindak kekerasan ini? kekerasan psikis jelas tidak terjadi dengan kontak fisik, tanda-tanda kekerasan juga tidak ada, tapi sakitnya terasa terus menerus, karena yang di serang jiwanya. Kekerasan psikis datang dari adanya tekanan kehidupan, yang paling sering mengalami kekerasan ini adalah mereka para perempuan pekerja, lebihnya para buruh, apa perempuan pekerja kantoran tidak bisa kena, bisa saja, tapi untuk pekerja buruh lebih terasa bebannya, misalkan saja sebagai buruh pabrik, gaji tidak seberapa, tapi pekerjaannya berat, setiap hari harus bisa memenuhi target produksi, jika tidak bisa memenuhi, intensif gajinya berkurang, mau tidak mau harus bekerja super keras, betapa lelahnya mereka, belum lagi bagi perempuan yang sudah berumah tangga, harus juga mengurus keluarga sesampainya di rumah. Jika di bayangkan betapa lelahnya fisik dan psikis para perempuan-perempuan ini, di tempat kerja mendapat tekanan pekerjaan, walaupun lelah, di rumah masih harus mengerjakan kewajiban, belum lagi jika masalah ekonominya tidak baik, bisa menambah bebean pikiran lagi. Perempuan yang segalanya selalu menggunakan hati, paling mudah merasakan tekanan kehidupan, kekerasan terhadap psikis juga bisa berdampak fatal, jika saja merasa tidak kuat, kadang jalan akhirnya adalah kematian.
R.A. Kartini memang memperjuangkan emansipasi wanita untuk mendapatkan haknya, namun tidak seharusnya juga wanita harus menjalani kerasnya kehidupan ini, pria tetap bertanggung jawab untuk melindungi wanita, jangan sampai malah menyakiti. Kekerasan terhadap wanita faktor yang mempengaruhinya da banyak, bisa dari si wanitanya sendiri, ataupun lingkungannya, sebaiknya kita sesama manusia saling menjaga, pria melindungi wanita, dan wanita bisa saling menolong sesama wanita. Semoga kedepannya ada sebuah gagasan yang lebih baik untuk para wanita di Indonesia, terutama yang datang dari pemimpin negeri ini, hasil Pemilu 2019 nanti di harapkan akan ada para pejuang pembela wanita.