Memang terdengar klise bagi umumnya masyarakat Indonesia. Untuk apa bersusah payah berbuat sesuatu untuk negeri ini sedangkan hidupnya sendiri masih gak karuan. Memang budaya kita belum mencapai batas - batas tertingginya sebagai sebuah bangsa maju. Saat individu ditantang untuk tidak memikirkan dirinya sendiri tapi mau berpikir diluar batas kemampuannya untuk lebih berarti bagi negerinya. Tapi jangan jadikan keterbatasan untuk terkekang di dalamnya.

Di sini saya mau berbagi cerita tentang orang - orang luar negeri yang mau bersusah payah memajukan atau setidaknya berguna bagi bangsa ini yang sebenarnya bukan bangsa aslinya. Apa kita tidak malu dengan diri kita sendiri kalau sudah tahu seperti ini. Semoga saja tidak ya.

Oke tidak usah berlama - lama lagi ini dia orang - orang itu

1. Aaron Fishman



Dia adalah Pendiri East Bali Cashews (EBC). Perusahaan makanan berbahan dasar kacang Mete yang wilayah operasionalnya mencapai 22 Negara. Siapa menyangka perusahaan sebesar itu berasal dari Desa miskin di Bali Timur. Entah sebuah kecelakaan atau memang takdir yang membawa Aaron Fishman bersedia ikut dalam program sukarela yang diadakan lembaga swadaya masyarakat di bidang kesehatan untuk menjadi petugas pos pelayanan terpadu (posyandu) di Bali Timur pada medio 2012 lalu. Fishman mengaku awalnya bingung melihat kemiskinan yang sedemikian lekat dengan masyarakat yang dilimpahi kekayaan alam. Selama menjadi petugas posyandu, ia menyaksikan ibu-ibu setempat berpakaian kurang cakap dan hidup kurang layak.

Padahal, Bali Timur sudah sejak lama menjadi pengekspor kacang mete ke India dan Vietnam. Kacang mete asal Indonesia pun terkenal sebagai mete dengan kualitas wahid. Persoalannya, menurut Fishman, ialah Indonesia mengekspor kacang mete gelondong yang kemudian diolah dan dimereki India dan Vietnam untuk diekspor lagi ke berbagai negara.

"Kenapa tidak kita beri nilai tambah? Kemas di sini?" ungkapnya.

Dengan modal nekat dan uang Rp1,5 miliar, ia pun membangun pabrik yang pertama di bawah nama perusahaan East Bali Cashews (EBC). Semula kapasitas produksi terbatas dan tidak ditargetkan. Tujuannya hanya memberdayakan masyarakat setempat. Jelasnya, hal itu kini telah membawa keberkahan bagi 350 penduduk setempat yang beralih status dari penduduk miskin berpenghasilan kurang dari US$2 (Rp27 ribu) per hari menjadi eksportir kacang mete dengan penghasilan berlipat-lipat. Karena tujuan itu pulalah, 85% pekerja EBC ialah perempuan karena kultur masyarakat Bali yang mengandalkan perekonomian pada perempuan.

2. Yuta Takashima



Saat orang - orang menjauh dari penderita kusta, berbeda dengan pemuda asal Jepang ini yang justru merangkul para penderita kusta. Ya, dia adalah Takashima Yuta (30) (lahir di Kagawa, Jepang pada tanggal 29 September 1988). Pemuda jepang lulusan Osaka University of Foreign Studies Jurusan Bahasa Indonesia. Seorang aktivis sosial melayani mantan penderita kusta atau lepra di Indonesia.

Ia mengunjungi dan hidup bersama dengan mantan penderita kusta atau lepra dari 1 komunitas ke komunitas, ia juga mengajak mahasiswa untuk menjadi sukarelawan. Bagi Yuta, mantan penderita kusta atau lepra sama dengan dirinya, orang yang sehat, dan mereka adalah keluarga Yuta. Ia bertekad untuk menghapus stigma terhadap mantan penderita kusta di Indonesia, harapannya masyarakat tidak lagi mengucilkan kelompok masyarakat yang termarjinal tersebut. Ia akan terus melayani orang-orang yang terdiskriminasi karena kusta.

3.Gary Bencheghib



Gary dan kakaknya, Sam Bencheghib, menginisiasi gerakan bernama Make A Change World. Mereka membuat kayak terbuat dari bahan botol-botol plastik bekas lalu mengarungi sungai. Pada 2017, kedua pemuda yang tumbuh besar di Bali ini merekam kondisi aliran Sungai Citarum yang disesaki sampah plastik. Selama 10 tahun tinggal di Indonesia, ia sangat miris melihat kotornya sungai terbesar di Jawa Barat itu. Apalagi, sambung Gary, Citarum termasuk sungai kotor di dunia.

Melihat kondisi tersebut, Gary dan Sam membuat film pendek berjudul 'The Most Polluted River in The World on Plastic Bottles Kayaks'. Tujuannya untuk memperlihatkan kondisi lingkungan Citarum yang tercemar kepada publik.Dia mengaku ide film tersebut tercetus saat melihat banyak sampah di laut. "Semua sampah, 90 persen dari sungai. Kalau sungai bersih, lautnya lebih enak, lebih bersih," kata Gary yang sudah 10 tahun tinggal di Bali.

Sejak dua minggu video itu muncul, Gary mengaku bertemu Direktur Pengelolaan Sampah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) R Sudirman. Waktu bergulir. Sejak prajurit TNI dari Kodam III Siliwangi diterjunkan, kini Citarum sudah lebih baik ketimbang tahun sebelumnya. Hal tersebut diamini Gary. Dia menyebut keadaan Citarum saat ini jauh berbeda dibandingkan waktu membikin film pendek. "(waktu itu) kotor banget, sampah plastik, air limbah dari industri banyak ada merah, hijau, biru.

Sebelum ekspedisi menyusuri Citarum, Gary pernah mengarungi Sungai Mississippi dan dua sungai lainnya di Amerika. "Citarum lebih kotor, kita bisa lihat sampah dan air limbahnya. Dari satu hingga sepuluh (tingkat kekotoran), posisinya sepuluh. Sekarang mungkin lebih bersih. Kalau bisa bikin bersih sungai yang kotor di dunia itu positif banyak, nih bagus dan lebih sehat," tutup gary.

Jadi itulah para bule yang mau berbuat lebih untuk Negara tercinta ini. Walau bukan tanah air mereka, tapi cinta akan negeri ini membuat mereka bersemangat memperjuangkan perubahan untuk Indonesia. So kita sebagai putra - putri Ibu Pertiwi jangan mau kalah ya.

Sumber

https://www.google.co.id/amp/m.media...cang-mete-bali

https://m.detik.com/news/berita-jawa...sampah-citarum

http://suaramahasiswa.com/karena-pen...didiskriminasi