- Beranda
- Komunitas
- Story
- Stories from the Heart
Assalamualaikum_Hindun


TS
trifatoyah
Assalamualaikum_Hindun
Assalamualaikum_Hindun.

Pernikahanku dengan Hindun memasuki hari ke tiga, aku pikir setelah tiga hari, gadis itu akan berubah, setidaknya bersikap sedikit manis seperti teh hangat yang dia buatkan pagi ini. Teh kental dengan aroma khas pegunungan, rasa yang tidak terlalu manis, sesuai takaran saat menaruh gula di dalamnya. Dia begitu tahu seleraku.
"Terimakasih, teh ini rasanya mantap," pujiku pada Hindun, setelah menyesap teh sedikit demi sedikit.
"Teh ya, emang rasanya seperti itu." Katanya tanpa sedikitpun melihat ke arah ku.
"Tapi, ini benar-benar lain."
"Lain? Sudah ada beberapa wanita yang membuatkan anda teh?" Tanyanya lirih tapi, jelas terdengar di telingaku, karena telinga ini masih normal, baru saja tadi malam aku bersihkan keraknya.
"Maksudmu apa?"
"Nggak usah pura-pura, orang kota ...." Dia tidak melanjutkan kata-katanya, berlalu begitu saja dari hadapanku.
Orang kota, Hei ... ada apa dengan orang kota?
Ternyata dugaannku salah, masih seperti kemarin, dia selalu menundukkan pandangan, setiap kali berkata pada makhluk manis semanis gulali yang sudah berganti status menjadi suami. Ada apa gerangan?
Jangankan untuk membelai rambutnya, memegang tangan yang seputih singkong baru dikupas itu pun aku belum bisa, karena tangan itu selalu disembunyikan dibalik jilbab lebarnya. Adakah yang salah dengan pernikahanku? Pertanyaan demi pertanyaan penuh sesak dalam dada yang tengah merana. Merana karena cintanya belum terbalas.
Aku sudah menurut sama orang tua, tidak pernah sekalipun aku membantahnya, bahkan ketika harus menikahi seorang gadis yang sama sekali belum pernah kukenal aku mau, karena ingin menunjukkan baktiku pada mereka, orang tua yang aku sayangi dan cintai.
Tidak pacaran? Ya. Memang aku tidak pernah pacaran, karena ibu selalu bilang, dari waktu aku kelas lima SD, kalau aku tidak boleh bergaul bebas dengan perempuan, dan ibu juga bilang waktu menikah dengan ayah tanpa melalui proses pacaran.
Mulanya aku protes pada ibu, bagaimana mungkin menikah tanpa pacaran? Akh itu kuno, apa tidak malu ketika mau pegangan tangan dan lain sebagainya. Ibu menjawabnya dengan senyuman, katanya suatu saat nanti aku akan tahu.
Ada apa sebenarnya dengan Hindun?
Mengapa dulu dia mau menerima lamaranku, kalau akhirnya begini. Nasi sudah jadi bubur, bagaimana bisa membuat bubur itu menjadi enak? Aku harus berusaha sekuat tenaga. Hindun akan kutaklukan hatimu.
To be continued

Pernikahanku dengan Hindun memasuki hari ke tiga, aku pikir setelah tiga hari, gadis itu akan berubah, setidaknya bersikap sedikit manis seperti teh hangat yang dia buatkan pagi ini. Teh kental dengan aroma khas pegunungan, rasa yang tidak terlalu manis, sesuai takaran saat menaruh gula di dalamnya. Dia begitu tahu seleraku.
"Terimakasih, teh ini rasanya mantap," pujiku pada Hindun, setelah menyesap teh sedikit demi sedikit.
"Teh ya, emang rasanya seperti itu." Katanya tanpa sedikitpun melihat ke arah ku.
"Tapi, ini benar-benar lain."
"Lain? Sudah ada beberapa wanita yang membuatkan anda teh?" Tanyanya lirih tapi, jelas terdengar di telingaku, karena telinga ini masih normal, baru saja tadi malam aku bersihkan keraknya.
"Maksudmu apa?"
"Nggak usah pura-pura, orang kota ...." Dia tidak melanjutkan kata-katanya, berlalu begitu saja dari hadapanku.
Orang kota, Hei ... ada apa dengan orang kota?
Ternyata dugaannku salah, masih seperti kemarin, dia selalu menundukkan pandangan, setiap kali berkata pada makhluk manis semanis gulali yang sudah berganti status menjadi suami. Ada apa gerangan?
Jangankan untuk membelai rambutnya, memegang tangan yang seputih singkong baru dikupas itu pun aku belum bisa, karena tangan itu selalu disembunyikan dibalik jilbab lebarnya. Adakah yang salah dengan pernikahanku? Pertanyaan demi pertanyaan penuh sesak dalam dada yang tengah merana. Merana karena cintanya belum terbalas.
Aku sudah menurut sama orang tua, tidak pernah sekalipun aku membantahnya, bahkan ketika harus menikahi seorang gadis yang sama sekali belum pernah kukenal aku mau, karena ingin menunjukkan baktiku pada mereka, orang tua yang aku sayangi dan cintai.
Tidak pacaran? Ya. Memang aku tidak pernah pacaran, karena ibu selalu bilang, dari waktu aku kelas lima SD, kalau aku tidak boleh bergaul bebas dengan perempuan, dan ibu juga bilang waktu menikah dengan ayah tanpa melalui proses pacaran.
Mulanya aku protes pada ibu, bagaimana mungkin menikah tanpa pacaran? Akh itu kuno, apa tidak malu ketika mau pegangan tangan dan lain sebagainya. Ibu menjawabnya dengan senyuman, katanya suatu saat nanti aku akan tahu.
Ada apa sebenarnya dengan Hindun?
Mengapa dulu dia mau menerima lamaranku, kalau akhirnya begini. Nasi sudah jadi bubur, bagaimana bisa membuat bubur itu menjadi enak? Aku harus berusaha sekuat tenaga. Hindun akan kutaklukan hatimu.
To be continued
Diubah oleh trifatoyah 28-03-2019 19:45


swiitdebby memberi reputasi
7
867
16
Thread Digembok
Urutan
Terbaru
Terlama
Thread Digembok
Komunitas Pilihan