- Beranda
- Komunitas
- Story
- Stories from the Heart
Ada Kebahagiaan Besar dalam Kejujuran


TS
darusmannikita
Ada Kebahagiaan Besar dalam Kejujuran
57. Ada Kebahagiaan Besar dalam Kejujuran
Gan’en Kota Hefei, Provinsi Anhui
Dalam hidup saya, saya selalu mengikuti ungkapan, "Seseorang tak boleh memiliki niat untuk menyakiti orang lain, tetapi harus waspada agar tidak disakiti" dalam berhubungan dengan orang lain. Saya tidak pernah mudah memberikan kepercayaan saya kepada orang lain. Saya selalu merasa bahwa dalam situasidi mana Anda tidak mengetahui niat orang yang sebenarnya, Anda seharusnya jangan terlalu cepat membuka diri. Jadi, cukup bersikap tenang saja. Dengan cara ini, Anda melindungi diri sendiri dan akan dianggap oleh teman Anda sebagai "orang baik".
Bahkan setelah saya menerima pekerjaan Tuhan di akhir zaman, saya terus memegang pepatah ini dalam berurusan dengan orang lain. Ketika saya melihat bahwa Tuhan meminta agar kita tidak bercela, terus terang, dan jujur, saya hanya dapat berterus terang untuk hal-hal kecil yang tidak penting bagi saya. Saya hampir tak pernah mau membagikan sisi tabiat saya yang menurut saya sangatlah rusak, karena takut saudara dan saudari seiman akan memandang rendah saya. Ketika pemimpin saya mengkritik saya karena melakukan pekerjaan saya ala kadarnya, saya dipenuhi dengan keraguan dan kecurigaan serta berpikir, "Mengapa pemimpin saya selalu mengincar saya dan menceritakan tentang keadaan saya di depan semua saudara dan saudari seiman saya? Bukankah ini jelas akan membuat saya kehilangan muka dan mempermalukan saya di depan semua orang? Mungkin pemimpin saya tidak begitu senang dengan saya, jadi dia memutuskan untuk merendahkan saya." Rasanya sangat menyakitkan dan tak tertahankan melihat saudara dan saudari lain dipromosikan, sementara saya tetap berada di posisi yang sama. Saya berasumsi bahwa saya tidak dipromosikan karena saya tidak layak untuk dilatih. Hati saya dipenuhi dengan kesalahpahaman dan keraguan. Saya merasa tidak memiliki masa depan, bahwa tidak ada gunanya terus berada di jalur ini. Karena saya selalu bersikap waspada dan mencurigai orang lain, saya semakin sering salah paham dengan Tuhan dan merasa semakin jauh dari-Nya. Kondisi saya menjadi semakin tidak normal dan akhirnya saya kehilangan hubungan dengan pekerjaan Roh Kudus dan jatuh ke dalam kegelapan.
Di kedalaman penderitaan, tersesat, dan tanpa arah, saya menemukan bagian Firman Tuhan ini: “Jika engkau seorang yang sangat culas, maka engkau akan memiliki hati dan pikiran yang penuh curiga mengenai semua hal dan semua orang. Dengan demikian, imanmu terhadap-Ku dibangun di atas fondasi kecurigaan. Sikap beriman seperti ini tidak akan pernah Aku akui. Karena tidak memiliki iman yang tulus, engkau akan semakin jauh dari kasih sejati. Jika engkau dapat meragukan Tuhan dan berspekulasi tentang diri-Nya sesuka hatimu, tidak diragukan lagi engkau adalah orang yang paling culas.” (“Cara Mengenal Tuhan di Bumi” dalam "Firman Menampakkan Diri dalam Rupa Manusia"). Sewaktu saya merenungkan perkataan Tuhan ini, tanpa sadar saya merenungkan tindakan saya sendiri dalam kehidupan sehari-hari. Karena Terkesiap, saya berpikir: "Tidakkah saya hidup dengan ‘hati dan pikiran yang penuh curiga mengenai semua hal dan semua orang’?” Dengan demikian, bukankah saya orang yang licik di mata Tuhan? Pada saat itu, kata-kata "orang yang licik" menembus hati saya seperti pisau tajam, menyebabkan saya menderita penderitaan yang tak tertahankan. Saya selalu berpikir bahwa selama saya berpegang pada pepatah "Seseorang tak boleh memiliki niat untuk menyakiti orang lain, tetapi harus waspada agar tidak disakiti," saya akan dianggap sebagai orang yang baik oleh teman-teman saya, sehingga saya telah menjadikan pepatah itu sebagai pedoman hidup saya dalam berhubungan dengan orang lain serta dalam menjalankan usaha. Tidak pernah, sepanjang hidup saya, saya mengira bahwa hidup dengan pepatah ini akan menjadikan saya orang yang licik. Ini berarti bahwa "Seseorang tak boleh memiliki niat untuk menyakiti orang lain, tetapi harus waspada agar tidak disakiti," pepatah yang begitu lama saya junjung tinggi ini, tidak sesuai dengan kebenaran serta bertentangan langsung dengan perkataan Tuhan. Saya terkejut menemukan filosofi kehidupan yang saya junjung tinggi sepanjang yang saya ingat, dijatuhkan dan ditiadakan oleh perkataan Tuhan sepertinya hanya dalam semalam saja. Namun, memang demikianlah adanya, saya tidak punya pilihan selain menerima fakta. Saya menenangkan diri, berpikir, dan menelaah kembali pepatah yang telah begitu lama saya pegang ini. Seiring berjalannya waktu, berkat pencerahan Tuhan, akhirnya saya mendapatkan pemahaman dan wawasan baru mengenai pepatah tersebut. Di permukaan, "Seseorang tak boleh memiliki niat untuk menyakiti orang lain, tetapi harus waspada agar tidak disakiti" tampaknya gagasan yang cukup masuk akal dan sesuai dengan pemahaman kebanyakan orang tentang hal yang benar dan salah. Sepertinya tidak ada yang salah dengan gagasan ini pada awalnya, karena gagasan ini hanya menyatakan bahwa kita harus waspada terhadap orang lain, tanpa bermaksud menyakiti orang lain. Selanjutnya, hidup dengan pepatah ini mencegah kita jatuh ke dalam perangkap, sementara pada saat yang sama, memungkinkan kita belajar bagaimana menjadi orang yang baik. Namun, ketika kita mempertimbangkan pepatah ini secara lebih teliti, jelas bahwa pepatah ini sebenarnya metode sangat jahat yang dipakai Iblis untuk merusak umat manusia. Pepatah ini diam-diam mengatakan kepada kita bahwa Anda tidak dapat memercayai siapa pun, bahwa setiap orang dapat berbuat jahat kepada Anda, jadi dalam hubungan Anda dengan orang lain, jangan pernah berbagi seutuhnya. Dengan begini, saya berhati-hati terhadap Anda, Anda menjadi curiga terhadap saya, dan kita sama-sama tidak saling memercayai. Hal ini membawa kita menyusuri jalan kesalahpahaman, permusuhan, dan rancangan jahat, yang menyebabkan manusia menjadi semakin jahat, berbahaya, licik, serta tidak tulus. Lebih buruk lagi, pepatah Iblis ini membuat kita waspada, curiga, dan tak percaya dalam bertemu dengan Tuhan kita yang penuh kasih dan baik hati. Kita mulai berpikir bahwa Tuhan juga berbahaya, licik, dan penuh tipu daya—bahwa Tuhan tidak bekerja demi memberi yang terbaik bagi kita. Akibatnya, betapa pun besarnya Tuhan mengasihi kita dan memerhatikan kita, kita enggan untuk menempatkan iman kita kepada Dia, apalagi menghargai betapa besar yang Dia kerjakan bagi kita. Sebaliknya, kita mempertanyakan semua yang Dia lakukan dengan hati yang tak percaya, dan memaksakan kesalahpahaman, keraguan, ketidaksetiaan, dan penolakan kita kepada-Nya. Dengan cara ini, Iblis berhasil mencapai tujuannya untuk merusak dan meracuni manusia dan membuat kita berpaling atau mengkhianati Tuhan. Namun, saya kurang mengerti dan tidak menyadari rencana jahat si Iblis. Saya mengambil kesesatannya menjadi filosofi hidup yang kokoh untuk dihormati dan dijunjung tinggi sehingga akhirnya saya menjadi semakin licik, curiga, dan berhati-hati. Alih-alih berdiri di pihak Tuhan, dan melihat hal-hal dari sudut pandang positif, situasi apa pun yang saya temui, saya selalu menggunakan pemikiran saya yang picik. Saya salah paham kepada Tuhan dan mempertanyakan niat-Nya. Akhirnya, karena kesalahpahaman saya kepada Tuhan semakin tinggi, saya kehilangan hubungan dengan pekerjaan Roh Kudus dan jatuh ke dalam kegelapan. Sekarang sudah jelas bahwa pepatah "Seseorang tak boleh memiliki niat untuk menyakiti orang lain, tetapi harus waspada agar tidak disakiti" hanyalah kesesatan yang dibuat Iblis untuk merusak dan menjebak manusia. Hidup dengan pepatah ini hanya akan membuat orang menjadi semakin licik dan cerdik, dengan tak sepatutnya mempertanyakan serta berhati-hati terhadap orang lain, pada saat yang sama, salah paham kepada Tuhan dan berpaling dari-Nya. Kehidupan yang demikian hanya akan membuat Tuhan jijik dan membuat manusia kehilangan hubungan dengan pekerjaan Roh Kudus dan jatuh ke dalam kegelapan. Pada akhirnya, penganut pepatah ini akan menjadi korban pengkhianatan mereka sendiri—masa depan mereka yang cerah telah padam. Pada titik ini, saya akhirnya menyadari bahwa ungkapan, "Seseorang tak boleh memiliki niat untuk menyakiti orang lain, tetapi harus waspada agar tidak disakiti," bukanlah filosofi kehidupan yang pantas, melainkan rencana keji Iblis untuk memperdaya dan menyiksa manusia. Ungkapan ini seperti racun mematikan yang mampu merusak manusia, membuat mereka kehilangan kemanusiaannya dan menyimpang dari Tuhan atau mengkhianati-Nya.
[/size]
Diubah oleh darusmannikita 26-03-2019 22:39




KambaliLasmono dan Kevinsmithon memberi reputasi
2
382
1
Thread Digembok
Urutan
Terbaru
Terlama
Thread Digembok
Komunitas Pilihan