- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Mengapa Bankir Risau Karyawan Undur Diri?


TS
dewaagni
Mengapa Bankir Risau Karyawan Undur Diri?
Mengapa Bankir Risau Karyawan Undur Diri?
February 8, 2018
3929

Surat edaran ini (simak foto) menunjukkan dakwah anti-riba telah mengganggu ketersediaan karyawan di lembaga keuangan ribawi. Antara lain bankir bertobat –– lalu resign dari pekerjaannya –– jumlahnya terus bertambah. Alhamdulillah. Mereka ikut memperpanjang barisan The Bankless Man.
Semoga para mantan bankir itu istiqomah dalam menolak riba dan menegakkan muamalah. Semoga pula Allah Subhanahu wa Ta’ala menghidupkan kembali iman rekan-rekan mereka agar mampu meloloskan diri dari “seburuk-buruk tempat” itu.
Mengapa resign karyawan bank merisaukan para bankir –– padahal bankir kini kelompok aristokrat; karyawan bank berkembang menjadi profesi impian jutaan orang muda terdidik; para bankir sedang berada di atas angin, melambung dari orang-orang pinggir jalan ke pusat kekuasaan yang tinggi dengan menjadi majikan baru ekonomi?

Perkaranya adalah karena mereka yang resign paham bahwa riba haram dan bankir profesi haram, dan pengunduran diri mereka didasari keyakinan ini. Meninggalkan riba semata karena ketaatan seorang hamba kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, dan Rasul- Nya (Shallallahu ‘alahi wa Sallam); Sami’na wa atha’na –– “Kami mendengar dan memperkenankan perintah-(Mu) –– bukan sekadar pukulan telak, tapi juga menakutkan para bankir.
Shaykh Umar Ibrahim Vadillo pernah berkata, “Seseorang yang pasrah pada Allah Subhanahu wa Ta’ala dapat menghilangkan sistem perbankan seketika.” Ketaatan pada Allah Subhanahu wa Ta’ala itulah yang hendak dicairkan, dalam kasus ini dengan cara menata kembali tema pengajian rutin karyawan.
***
Bukan bankir namanya kalau mereka tidak mengakomodasi berbagai penolakan dan belajar dari penentangan terhadapnya. Dalam kasus ini, mereka menggarap lingkungan sendiri –– para karyawan. Mengantisipasi membesarnya gelombang pengunduran diri karyawan, mereka menata kembali tema pengajian rutin. Kegiatan penyegaran rohani karyawan diarahkan agar “pekerja dapat lebih meningkatkan pengetahuan terkait agama dari berbagai sudut pandang” –– poin (2).
Poin (2) menyembunyikan agenda besar membahayakan –– ada yang menyampaikan: para bankir hanya akan mendatangkan para penceramah yang lembek, bahkan kompromis, terhadap larangan riba untuk mengisi “Penyegaran Rohani” –– jangan-jangan ada penceramah yang keterlaluan mengajarkan: “ada riba hasanah, lho.”
Dasar bankir! Tuhan Subhanahu wa Ta’ala, dan Rasul- Nya (Shallallahu ‘alahi wa Sallam) saja dilawan , apalagi cuma perkara membengkokan yang haq, mengontemporerkan riba atau menyabot muamalah dengan membuat transaksi-transaksi hibrid.
Allah mengharamkan riba. Larangan makan riba berlaku untuk semua umat beragama samawi. Tapi para bankir berpikir keras dan bertindak cekatan untuk menemukan cara-cara mengindari larangan keras itu. Tujuannya, tentu saja, agar mereka beserta orang-orang yang mengikuti sistem mereka merasa nyaman dan bertambah kaya tanpa khawatir bahwa keselamatan ruhaninya dalam bahaya.
Satu contoh saja: ingat bagaimana para bankir saling berbagi istilah: “bagi hasil” dipakai bank syariah sedangkan “bunga” untuk bank konvensional?
Istilah “bunga” telah digunakan oleh bank konvensional untuk menyebut harga uang. Mereka tidak ingin bank syariah disamakan dengan bank konvcensional –– saudara kembar siamnya itu. Mereka tahu, bunga bank adalah riba –– dan riba adalah haram — karena itu, mereka tidak ingin status haram juga dilekatkan pada bank syariah, seperti terhadap bank konvensional. Karena itu mereka harus bermain persepsi: tidak memakai istilah “bunga” pada uang yang mereka sewa dan pada uang yang mereka sewakan.
Dengan menyodorkan konsep “bagi hasil”, mereka berharap bank syariah dapat leluasa hadir sebagai bank alternatif bagi orang-orang yang merasa tidak nyaman menggunakan produk/jasa bank konvensional. Bahwa “bagi hasil” bukanlah bunga; dus bukan riba, sehingga tidak membahayakan keselamatan ruhani para nasabah.
Para bankir pun paham bahwa konsep “bunga adalah harga uang dan kredit” tak akan mudah diterima di negara yang mayoritas penduduknya memeluk agama Islam. Karena itu mereka menyamakan bunga bank sebagai imbalan –– imbalan yang diberikan oleh bank kepada nasabah atas dana yang disimpan di bank yang dihitung sebesar persentase tertentu dari pokok simpanan dan jangka waktu simpanan atau tingkat bunga yang dikenakan terhadap pinjaman yang diberikan bank kepada debiturnya.
Kelihaian mereka memang selevel kelihaian setan. Maklumlah, guru besar mereka Dajjal. Pelatih mereka iblis.
https://tanpabank.com/bankir-risau-karyawan-undurdiri/
February 8, 2018
3929
[url=whatsapp://send?text=Mengapa+Bankir+Risau+Karyawan+Undur+Diri%3F%20-%20https%3A%2F%2Ftanpabank.com%2Fbankir-risau-karyawan-undurdiri%2F][/url]

Surat edaran ini (simak foto) menunjukkan dakwah anti-riba telah mengganggu ketersediaan karyawan di lembaga keuangan ribawi. Antara lain bankir bertobat –– lalu resign dari pekerjaannya –– jumlahnya terus bertambah. Alhamdulillah. Mereka ikut memperpanjang barisan The Bankless Man.
Semoga para mantan bankir itu istiqomah dalam menolak riba dan menegakkan muamalah. Semoga pula Allah Subhanahu wa Ta’ala menghidupkan kembali iman rekan-rekan mereka agar mampu meloloskan diri dari “seburuk-buruk tempat” itu.
Mengapa resign karyawan bank merisaukan para bankir –– padahal bankir kini kelompok aristokrat; karyawan bank berkembang menjadi profesi impian jutaan orang muda terdidik; para bankir sedang berada di atas angin, melambung dari orang-orang pinggir jalan ke pusat kekuasaan yang tinggi dengan menjadi majikan baru ekonomi?

Perkaranya adalah karena mereka yang resign paham bahwa riba haram dan bankir profesi haram, dan pengunduran diri mereka didasari keyakinan ini. Meninggalkan riba semata karena ketaatan seorang hamba kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, dan Rasul- Nya (Shallallahu ‘alahi wa Sallam); Sami’na wa atha’na –– “Kami mendengar dan memperkenankan perintah-(Mu) –– bukan sekadar pukulan telak, tapi juga menakutkan para bankir.
Shaykh Umar Ibrahim Vadillo pernah berkata, “Seseorang yang pasrah pada Allah Subhanahu wa Ta’ala dapat menghilangkan sistem perbankan seketika.” Ketaatan pada Allah Subhanahu wa Ta’ala itulah yang hendak dicairkan, dalam kasus ini dengan cara menata kembali tema pengajian rutin karyawan.
***
Bukan bankir namanya kalau mereka tidak mengakomodasi berbagai penolakan dan belajar dari penentangan terhadapnya. Dalam kasus ini, mereka menggarap lingkungan sendiri –– para karyawan. Mengantisipasi membesarnya gelombang pengunduran diri karyawan, mereka menata kembali tema pengajian rutin. Kegiatan penyegaran rohani karyawan diarahkan agar “pekerja dapat lebih meningkatkan pengetahuan terkait agama dari berbagai sudut pandang” –– poin (2).
Poin (2) menyembunyikan agenda besar membahayakan –– ada yang menyampaikan: para bankir hanya akan mendatangkan para penceramah yang lembek, bahkan kompromis, terhadap larangan riba untuk mengisi “Penyegaran Rohani” –– jangan-jangan ada penceramah yang keterlaluan mengajarkan: “ada riba hasanah, lho.”
Dasar bankir! Tuhan Subhanahu wa Ta’ala, dan Rasul- Nya (Shallallahu ‘alahi wa Sallam) saja dilawan , apalagi cuma perkara membengkokan yang haq, mengontemporerkan riba atau menyabot muamalah dengan membuat transaksi-transaksi hibrid.
Allah mengharamkan riba. Larangan makan riba berlaku untuk semua umat beragama samawi. Tapi para bankir berpikir keras dan bertindak cekatan untuk menemukan cara-cara mengindari larangan keras itu. Tujuannya, tentu saja, agar mereka beserta orang-orang yang mengikuti sistem mereka merasa nyaman dan bertambah kaya tanpa khawatir bahwa keselamatan ruhaninya dalam bahaya.
Satu contoh saja: ingat bagaimana para bankir saling berbagi istilah: “bagi hasil” dipakai bank syariah sedangkan “bunga” untuk bank konvensional?
Istilah “bunga” telah digunakan oleh bank konvensional untuk menyebut harga uang. Mereka tidak ingin bank syariah disamakan dengan bank konvcensional –– saudara kembar siamnya itu. Mereka tahu, bunga bank adalah riba –– dan riba adalah haram — karena itu, mereka tidak ingin status haram juga dilekatkan pada bank syariah, seperti terhadap bank konvensional. Karena itu mereka harus bermain persepsi: tidak memakai istilah “bunga” pada uang yang mereka sewa dan pada uang yang mereka sewakan.
Dengan menyodorkan konsep “bagi hasil”, mereka berharap bank syariah dapat leluasa hadir sebagai bank alternatif bagi orang-orang yang merasa tidak nyaman menggunakan produk/jasa bank konvensional. Bahwa “bagi hasil” bukanlah bunga; dus bukan riba, sehingga tidak membahayakan keselamatan ruhani para nasabah.
Para bankir pun paham bahwa konsep “bunga adalah harga uang dan kredit” tak akan mudah diterima di negara yang mayoritas penduduknya memeluk agama Islam. Karena itu mereka menyamakan bunga bank sebagai imbalan –– imbalan yang diberikan oleh bank kepada nasabah atas dana yang disimpan di bank yang dihitung sebesar persentase tertentu dari pokok simpanan dan jangka waktu simpanan atau tingkat bunga yang dikenakan terhadap pinjaman yang diberikan bank kepada debiturnya.
Kelihaian mereka memang selevel kelihaian setan. Maklumlah, guru besar mereka Dajjal. Pelatih mereka iblis.
https://tanpabank.com/bankir-risau-karyawan-undurdiri/
1
1.3K
4


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan