Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

ashibnuAvatar border
TS
ashibnu
Maka Tinggalkan Aku Dan Tetaplah Bahagia
Maka Tinggalkan Aku Dan Tetaplah Bahagia

Ujian Nasional sudah selesai, tak terasa akhir masa - masa SMA hampir tiba. Aku duduk di depan kelas karena sudah tidak ada pelajaran, hari itu adalah hari bebas, akupun merenung, anganku melayang tinggi, bagaimana semua hal ini berjalan dengan begitu cepat. Aku jadi teringat ketika aku baru masuk ke sekolah ini. Aku adalah anak yang malas, tidak mau tau dan tidak memperdulikan semua orang yang ada disekitarku. Tetapi semenjak aku kenal dengan seorang siswi di kelasku rasanya semua hidupku menjadi berubah. Aku menjadi rajin belajar, beribadah dan memperhatikan orang - orang di sekitar. Sepertinya hidupku menjadi lebih cerah dan aku bersemangat untuk pergi ke sekolah dan belajar. Tetapi hari itu setelah Ujian Nasional selesai akupun menjadi bimbang dengan apa yang akan kuhadapi setelah masa SMA. Tiba - tiba saja seorang cewek yang dekat denganku menghampiri dengan cepat, dia kelihatan bersemangat, senyumnya yang lebar menunjukkan dia sedang senang.

"koq malah asyik menyendiri?" katanya mengkagetkanku.
"iya, aku lagi menikmati angin di sekolah ini" Jawabku lirih.
"aku kita kumpul bareng dengan yang di dalam kelas!" Katanya dengan ketus.
"aku tak sanggup jika akan meninggalkan teman - teman." Kataku sambil menatap matanya.
"makanya ayo kita habiskan waktu yang singkat ini bersama yang lain." Katanya dengan sedikit memaksaku masuk ke kelas.
"baik, sebentar, aku berdiri dulu". Akupun mengikuti permintaannya.

Nafisa namanya, gadis yang dekat denganku. Aku tak tau apakah dia itu pacarku atau bukan, kami tak saling menyatakan cinta pada waktu itu. Tetapi teman - teman sekolahku beranggapan kami sudah jadian dan berpacaran. Ketika aku mengingat nama itu, aku menjadi terngiang saat pertama kali aku dekat dengannya. Dia cewek yang pendiam dan berasal dari keluarga mampu, orang tuanya  seorang tokoh masyarakat. Karena kecantikan dan tutur katanya yang halus banyak sekali anak cowok yang mendekatinya dan menyatakan cinta kepadanya. Tapi tak satupun dari mereka yang mendapat tanggapan darinya Nafisa. Dia adalah gadis yang cantik dan manis, kulitnya putih bersih, hidungnya mancung dan ada lesung di kedua pipinya. Anak - anak cowok banyak yang bilang dia itu mirip dengan Nabila Syakieb. Dia selalu memakai jilbab, wajahnya selalu teduh dan tutur katanya halus apabila dia bersuara perasaan ini seperti terasa damai tentram.

Waktu itu kelas XI ketika sekolah mengadakan sepeda santai ke sebuah bendungan. Aku seperti siswa lain yang hanya ikut berpartisipasi dalam kegiatan itu. Mulanya aku enggan untuk mengikuti kegiatan itu, aku lebih memilih untuk tidak berangkat dan berada di rumah saja. Karena teman - temanku yang sudah berada di rumahku mengajak untuk ikut, akupun mencari sepedaku dan kukayuh. Berat rasanya untuk mengayuh sepeda sepanjang perjalanan ke bendungan. Sesampainya di bendungan itu, aku memilih untuk mencari tempat enak biar aku sendiri. Aku menyenderkan sepedaku dan duduk di tanah berumput tak jauh dari bendungan. Lalu aku pun melihatnya, Nafisa. Dia menghampiriku. Dia meletakkan sepedanya dan tanpa aba - aba dia duduk tak jauh dariku.
"bagus ya, pemandangan di sini" Katanya.
"iya." Aku cuma menjawab seperlunya karena mungkin dia tak mengenalku.
Sambil melihat burung yang terbang di langit dia berkata."aku ingin bebas seperti burung - burung itu"
"iya." Jawabku lagi.
"kamu koq gak ikut mandi di sungai seperti anak cowok yang lain." Di berucap.
"tidak." Jawabku.
"boleh kita ngobrol, Sal." Dia berkata.
Sontak aku kaget ketika dia memanggilku. Hatiku menjadi berdebar - debar, aku menjadi canggung.
Dia adalah gadis yang diincar cowok - cowok lain di sekolah. Aku tidak ingin membuat masalah dengan siapapun. Dengan bingung akupun menjawab "boleh."
Dia berbicara banyak tentang sekolah, teman - temannya dan anak - anak di sekolah. Aku terpaku melihat dia terus berbicara tiada henti. Akupun memberanikan diri untuk bertanya dan menanggapi obrolan itu. Kamipun mengobrol, saling bertukar pengalaman dan tertawa. Kegiatan itu selesai dan saatnya pulang, kami bersepeda dan tak jarang dia menghampiriku di jalan.

Semenjak itu sekolah menjadi ramai, aku menjadi bahan perbincangan anak - anak kelas. Aku tak tau yang harus dilakukan, tapi Nafisa tetap mendekatiku. Aku sebenarnya tak ingin hal itu terjadi di sekolah karena aku adalah anak biasa dari keluarga biasa. Aku menjadi risih dengan Nafisa, karena mungkin juga sebenarnya dia malu tapi hanya tak enak menjauhiku. Lalu aku mulai menghindarinya dan mengabaikannya agar dia tidak terus mendekatiku. Aku selalu memperhatikan dia yang mencoba mencari tahu tentang sikapku yang berubah. Dia kadang bertanya pada teman tentang alasanku yang sulit untuk ditemui. Akhirnya aku merasa bersalah dan berpikir untuk tidak menghindar ketika dia menemuiku. Saat pulang sekolah, aku sengaja berjalan pelan dilorong agar dia dapat menjangkau diriku yang seolah - olah ingin langsung pulang ke rumah.
Tiba - tiba saja dia berada di sebelahku.
"mau langsung pulang?" Katanya
"iya."Jawabku.
"oke." Sahutnya.
Lalu akupun berjalan dan dia tetap berada di sebelahku. Sampai gerbang sekolah akupun bertanya. 
"ada apa? Kataku
"tidak ada apa - apa." Jawabnya
"aku mau bicara." Kataku.
"baik." dia menjawab.
Kami lalu kembali mencari tempat untuk mengobrol di depan sebuah kelas, tempat yang teduh di bawah pohon.

Awalnya kami berdua hanya diam tanpa ada satu katapun yang terucap. Sebenarnya aku ingin membuka percakapan, pikirku dia mungkin ingin mengawali pembicaraan, jadi aku mencoba untuk mengumpulkan keberanian untuk menjelaskan tentang sikapku selama ini.
Tiba - tiba saja dia berkata "aku nyaman sama kamu, aku ingin berbagi segela sesuatu hanya denganmu."
Aku lalu berucap "mungkin kamu salah memilih orang untuk diajak menjadi teman."
Lalu dia berkata "aku tak ingin kamu menjadi temanku, kamu sudah aku anggap lebih dari sekedar teman."
Aku menjawab "maksudmu menjadi sahabat?"
Dia menjawab "bukan, aku hanya ingin berbagi perasaan ini  denganmu."
Akupun kaget mendengar ucapan itu, aku hanya bisa diam dan tak mengatakan sepatah kata.Lalu dia pamit untuk pulang setelah pembicaraan singkat itu. Aku bimbang dengan pernyataan itu dan berpikir apakah aku lebih baik menerimanya atau tidak. 

Sebenarnya aku juga mengalami perubahan setelah kenal dengan Nafisa, sering tak bisa tidur dan terbayang - bayang akan wajahnya. Hatiku juga berdebar - debar ketika bertemu ataupun hanya lewat di depan rumahnya. Aku tak ingin perasaan itu menggangguku makanya aku selalu menghindar dan mengabaikannya. Nafisa adalah gadis sholehah, dia tak pantas untukku. Aku hanyalah anak biasa yang malas dan anti sosial. Aku tak ingin melihatnya sedih dan terluka karena sifatku. Aku ingin mencintainya dengan caraku, cinta bukanlah soal memiliki menurutku, cinta juga tentang menjaga dan melindungi perasaan. Aku tak ingin hal buruk terjadi pada Nafisa oleh sebab cintaku padanya. Aku ingin selalu melihat Nafisa tersenyum bahagia.

Setelah mempertimbangkan beberapa hal, aku menerima Nafisa dalam hidupku. Hari - hariku diisi oleh tawa dan candanya tak ada pertengkaran dan tak ada salah paham.  Aku juga ikut bahagia melihat dirinya yang selalu tersenyum dengan lesung pipi mungil yang mengembang. Dia selalu berbicara tentang banyak hal dan aku hanya menatap kebahagiaan yang terpancar di wajahnya. Hidupku pun berubah, ketika malam dia selalu memperingatkanku lewat sms agar belajar, waktu subuh dia juga membangunkan untuk sholat subuh dengan sms, dia juga mengajariku untuk lebih terbuka dengan orang lain. Dia bercerita bahwa ketika lulus SMA nanti akan melanjutkan ke sebuah pondok pesantren di Jawa Timur. Akupun ikut senang mendengar hal itu.

Tetapi masa - masa SMA berakhir dengan cepat, selepas Ujian Nasional dia segera bersiap - siap untuk mengurus administrasi untuk melanjutkan ke pondok pesantren. Sebenarnya aku tidak apa berpisah dengan dirinya, aku malah justru bahagia melihat semangatnya untuk ke Jawa Timur. Dia juga kelihatan senang dan tak pernah nampak bersedih. Usai masa - masa sekolah berakhir kami lebih mempunyai banyak waktu untuk bertemu, membicarakan hal - hal yang akan kami hadapi sendiri - sendiri. Pada saat itulah dia sering bermanja - manja padaku. Dia selalu berusaha menyender dibahuku ketika kami bertemu dan aku selalu menghindari hal itu. Waktu itulah aku mulai risih dan tidak ingin sampai terlewat batas. Memang kami tak pernah saling menyentuh, aku juga tak pernah memeluknya, apalagi menciumnya, bahkan memegang tangannya pun aku tidak berani. Karena aku menjaga cintaku padanya. Aku tak ingin merusak perasaan cintaku ini. Aku tak ingin melampiaskannya, aku hanya ingin merasakannya.

"aku memang tak pernah memelukmu tapi aku merasakan kehangatan cintamu,
aku tak pernah memegang tanganmu karena aku merasakan kelembutan kasihmu,
aku tak pernah menciummu sebab aku menikmati setiap waktu bersamamu tanpa campur tangan nafsuku". Ujarku padanya.

Beberapa bulan setelah dekat keberangkatannya ke Jawa Timur kami sudah jarang bertemu. Hal itu tak biasa bagiku karena hampir setiap hari aku pasti mendapat kabar darinya. Dia tak mengirim pesan sms dan tak berusaha untuk menemuiku. Aku menjadi khawatir dan berpikir bahwa mungkin aku sudah menyakitinya atau menjadi beban untuk dirinya pergi. Maka dari itu aku memaksanya bertemu untuk terakhir kalinya sebelum dia berangkat ke Jawa Timur. Kamipun lalu bertemu, dia kelihatan tak seperti biasanya mata membengkak.
Lalu akupun berujar "aku tidak ingin menjadi beban bagimu untuk berangkat, aku tidak ingin kamu bersedih karena aku."
Dia cuma diam seribu bahasa tanpa sepatah katapun keluar dari mulutnya.
Akupun berkata lagi "katakanlah sesuatu, aku tak ingin kamu seperti ini. Aku ingin kamu tetap ceria dan belajar di sana yang rajin."
Diapun menjawab "aku akan pergi meninggalkanmu." dengan matanya yang berbinar - binar menahan air mata.
Lalu aku pun berkata "maka tinggalkan aku dan tetaplah bahagia."
Hari itupun berlalu dengan perasaan kami yang campur aduk antara bahagia dan sedih. Setelah hari itu aku tidak pernah mendengar kabar darinya lagi. Meskipun rindu, aku selalu bisa menahannya untuk orang yang aku cintai. Aku pun ikhlas jika ada pria lain yang lebih baik dariku menjadi tambatan hatinya.

Namaku Salman Rasyid, aku biasa dipanggil ‘Man atau Syid’ oleh orang yang mengenalku. Aku bersekolah di jenjang SMA tepatnya di salah satu Madrasah Aliyah di Jawa Tengah. Nafisa Falasifa, semenjak di Pondok Pesantren, kami jarang berkomunikasi, dia kadang mengirimiku pesan lewat sms, kadang kami juga berkirim pesan lewat email. Tahun – tahun berikutnya kami sama sekali tak pernah saling mengirim kabar. Dia kembali ke Jawa Tengah setelah menyelesaikan pendidikannya di Pondok Pesantren tahun 2008. Aku sudah merelakannya  bersama pria lain yang lebih baik dan lebih mapan daripada aku. Sekarang setelah 15 tahun berlalu, dia sudah mempunyai seorang imam yang menuntunnya ke jalan surga.

#SCML

#SepenggalCintaMasaLalu

Diubah oleh ashibnu 14-05-2019 06:07
0
734
1
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan