Kaskus

Story

lapar.bangAvatar border
TS
lapar.bang
Kau Kekasihku, Kau Mantanku #SaatnyaMoveOn
Kau Kekasihku, Kau Mantanku #SaatnyaMoveOn
Kau Kekasihku, Kau Mantanku #SaatnyaMoveOn


Kau Kekasihku, Kau Mantanku #SaatnyaMoveOn
Kau Kekasihku, Kau Mantanku #SaatnyaMoveOn


"Melangkah itu kedepan, bukan ke hari-hari indah saat kau bersamanya~"
Kau Kekasihku, Kau Mantanku #SaatnyaMoveOn

Tak terasa hubungan ini sudah menginjak hampir satu dekade lamanya, berawal dari sebuah pertemuan saat baru menginjak masa SMA, aku memberanikan diri untuk mencintai seorang perempuan. Aku tau resiko dibalik rasa cinta, dan aku tau resiko menyayangi seseorang. Ya, Aku tau semuanya.

Di sebuah malam yang dingin saat aku sedang berusaha membunuh sisa malam, terkadang pikiran ini terbang melayang mengikuti arah angin yang entah berantah. Terombang-ambing layaknya kapal tak bernahkoda, berlarian kesana-kemari mencari sebuah pembenaran. Aku melamun namun pikiranku tak kosong.

"Jika kau berani mencintai, maka kau harus berani patah hati."

Entah sebait kata siapa itu, aku pernah mendengar kata tersebut dari celoteh mulut seorang temanku, aku tak pernah percaya dengan sepenggal kata yang belum pernah kurasakan. Aku terus membantah dan membantah.

Beberapa tahun berlalu, setelah masa putih abu-abu selesai, kau memutuskan untuk kembali ke kota asalmu dan melanjutkan studimu disana.

Hei, apa kau pernah merasakan apa yang aku rasakan, selama tiga tahun aku selalu mendapat perhatian lebih darimu. Terkadang saat pagi menjemput, tak kusadari kau sudah membantu orang tuaku menyiapkan sarapan pagi sebelum beraktifitas. Tapi, setelah tiga tahun tersebut semua seakan ada yang hilang. Ada yang kurang dari keseharianku.

Aku mulai membiasakan diri dengan hubungan jarak jauh ini, intensitas pertemuan yang sudah semakin berkurang membuatku mencari kesibukan untuk mengisi kekosongan waktuku. Aku berusaha mengikuti semua kegiatan yang ada di kampus, dari kemahasiswaan, mapala, sampai dengan mengikuti berbagai kegiatan kampus.

Bahkan saat kau lulus dan menyandang gelar sarjana dengan nilai yang sangat baik, aku datang dari sini sesuai janjiku, dari tempatku di ujung timur menuju istanahmu yang megah di ujung barat sana.

Aku masih ingat betul saat memandangmu dari balik layar handphoneku sebelum aku menemuimu, kau tersenyum sangat manis, rindu yang membuncah terus aku tahan agar tak meledak dalam hati.

Quote:


Berbulan-bulan berikutnya hingga sampai saat itu hubunganku baik-baik saja, aku tau, hubungan tanpa sebuah perselisihan bagaikan sayur tanpa garam tak lengkap rasanya.

Kau yang menyukai pantai, sifatmu seakan mewarisi sebuah batu karang yang keras, sementara aku yang menyukai gunung, bisa menjadi pendingin tatkala kesalah pahaman terjadi diantara kita.

Hampir setiap hari aku bertukar kabar, semesta seakan mendukung itu semua. Pagi, siang, sore, malam, tak lupa aku menghubungi kekasihku hanya untuk sekedar menanyakan kabar atau sekedar basa-basi.

Janji-janji yang pernah keluar dari mulut ini dulu, masih saja terngiang dalam pikiranku hingga sekarang, aku berusaha mencari hari libur untuk menemuinya, tapi tuntutan pekerjaan tak bisa aku tinggal begitu saja. Sering kali saat aku mengajukan cuti terhadap bos, dia sering menolak permintaan cutiku, bukan hanya sekali atau duakali, tapi berkali-kali.

Sempat terpikir untuk keluar dari kerjaan tersebut namun aku sudah terlalu nyaman dengan pekerjaan yang aku kerjakan. Hingga disebuah minggu pagi aku mendapat sebuah paket dari seseorang yang tak aku kenal. Sebuah kotak kecil terbungkus kertas kado yang di masing-masing sisinya di hiasi sedikit bunga-bunga. Aku sempat bertanya dalam hati. "Aku tidak ulang tahun hari ini, apa mungkin kurir tersebut salah kirim?" tapi saat aku baca alamat yang dituju - alamat itu mengarah kerumahku dan atas namaku.

Rasa penasaran yang semakin membesar membuatku tak kuasa untuk segera membuka paket tersebut. Ada sebuah undangan dan sebuah surat yang ditulis dengan pena berwarna emas. Ada namaku di halaman depan, aku pun membuka sebuah undangan hitam glosy itu, betapa terkejutnya saat aku menemukan nama dan foto kekasihku bersanding dengan laki-laki lain di undangan tersebut. Mata semakin memerah, perlahan air membasahi pematang sawah yang sudah jebol dan mengaliri pipi-pipiku, kepala terasa sangat panas, seperti ini kah rasanya patah hati? Dada semakin sesak saat aku mulai membaca surat dari kekasihku yang akan menjadi istri orang lain.


Dear Angga


Maaf aku datang dengan kabar mengejutkan seperti ini, aku tak tau harus bilang apa terhadapmu setelah kau membaca surat dariku. Aku sedih sangat saat aku harus memberimu kabar pernikahanku yang hanya menghitung hari saja.

Apa kau ingat dengan janjimu dulu, aku ingin dipernikahanku nanti kau datang dengan Angga yang baru, aku ingin melihatmu untuk yang terakhir kalinya. jikalau kau tak sudi datang ke acara pernikahanku, aku sangat memaklumi hal itu, akulah yang kalah dengan semua keadaan ini.

Perbedaan keyakinan dan jarak antara kita menjadi alasan orang tuaku tak menyetujuhi hubungan kita. Maaf Angga, maaf.

Aku tak sehebat dirimu yang sudah mendaki berbagai gunung.
Aku tak sekuat dirimu saat kau bertahan hidup dari dinginnya malam saat berada di gunung.

Aku hanya air di tepi pantai yang sering membuat pasir-pasir disana basah.
Aku hanyalah ikan di lautan yang datang dan pergi seenaknya dibalik karang-karang itu.

Angga, mungkin seribu kata maaf tidak bisa membuat hatimu kembali utuh. Tapi aku akan menunggumu sampai kapanpun untuk datang kerumahku memenuhi janji-janji dan cerita-cerita yang akan kau ceritakan padaku.

Terima kasih kau telah membuatku mengenal rasa rindu, terima kasih, terima kasih, dan terima kasih.


Clara~

Seketika tubuh ini lemas, beberapa hari tidurku tak nyenyak, mata semakin membengkak, kantung mata semakin menghitam. Aku terlihat begitu menyedihkan.

Aku berusaha bangkit dari tempat tidurku dan melihat diriku sendiri di dalam cermin, aku seperti orang pesakitan, beberapa hari tak mandi, rambut berantakan, pekerjaan terbengkalai, dan aku adalah pecundang.

Besok adalah minggu awal di bulan juni, dan minggu itu juga adalah acara pernikahan Clara. Aku harus datang, ya, aku akan datang.

Aku adalah laki-laki, dan laki-laki yang dipegang adalah sebuah janji-janjinya. Saat itu juga aku langsung memesan tiket pesawat untuk terbang menuju kediaman Clara, dan saat itu juga aku menyiapkan diriku sebaik mungkin.

Setibanya di penginapan aku memilah baju yang sekiranya tak akan membuatku malu, status kita masih belum putus, dan dia sudah menikah dengan orang lain. Aku. Angga, akan memenuhi janjiku.

Resepsi pernikahan Clara sangat megah, saat aku hendak memasuki gedung pernikahan ada dua petugas keamanan yang menghentikanku, lantas saja aku menunjukkan kartu undangan dari Clara.

Dari kejauhan aku bisa melihat Clara dengan gaun merah maron yang sangat elegan, rambut yang tergerai, make up yang tak berlebihan, dan senyum manis dari bibirnya saat menyalami tamu-tamu. Ya, senyuman itu kembali mengingatkanku saat aku masih bersamanya, tapi aku harus berusaha melepas dan membiarkan dia bahagia dengan orang lain. Masih ada sisa-sisa kesedihan dalam hati ini, ingin rasanya aku memilikinya seutuhnya, tapi itu semua mustahil.

Perbedaan keyakinan adalah kendala utama yang aku alami saat masih besamamya.

Alam merestui pernikahan Clara. Langit begitu cerah, namun tidak dengan hatiku, aku berusaha berjalan mendekati dua mempelai tersebut, saat aku berhadapan dengan Clara, sontak senyum manis itu berubah menjadi tangis haru. Pelukan yang sudah lama tak aku rasakan kini sudah berubah, Clara bukan milikku, Clara bukan kekasihku, Clara adalah mantan, Clara adalah istri seorang laki-laki gagah yang berada di sampingnya. Dan pelukan dari Clara adalah pelukan untuk teman, bukan lagi untuk kekasih.

Aku. Angga, sudah menepati janjiku


T A M A T
Diubah oleh lapar.bang 19-03-2019 08:34
bukhoriganAvatar border
bukhorigan memberi reputasi
3
1.6K
20
Thread Digembok
Urutan
Terbaru
Terlama
Thread Digembok
Komunitas Pilihan