Saatnya Impian Jadi Nyata: Temukan Kemegahan Tempo Dulu Singapura di Tempat Ini

Mendengar kata Singapura, pikiran saya langsung membayangkan sebuah negara kecil dengan kehidupan masyarakatnya yang sudah terdidik, maju, modern, dan mewah. Pikiran saya ini bukan tanpa sebab, seringkali saya mendengar kabar tentang seorang anak dari Indonesia yang disekolahkan di Singapura. Alannya demi mendapatkan pendidikan yang berkualitas, lalu kabar dari para pelancong tentang wisata belanja di sana, di mana terdapat berbagai mall yang memanjang merk ternama. Kemudian saya dengar juga negara ini memiliki keragaman budaya mulai dari tionghoa, arab dan lainnya.

Berawal dari sana saya ingin mencari tahu lebih mengenai Singapura. Namun sayang, saya belum ada biaya untuk ke sana, hingga saya hanya bisa mencari tahu melalui Internet. Setelah sedikit banyak membaca, satu hal yang membuat saya tertarik, yakni wisata sejarahnya. Saya ingin melihat dan merasakan bagaimana sebuah negara modern memperlakukan warisan budayanya, terutama bangunan bersejarahnya.

Saya tentu sangat penasaran bagaimana tempat bersejarah bisa tetap berdiri dan berdampingan dengan tempat-tempat modern yang dibangun sekarang. Untuk merangkum rasa penasaran itu setidaknya saya mendapatkan empat tempat/bangunan yang mungkin bisa merepresentasikan itu.

(Old Supreme Court / sumber visitsingapore.com)
Melihat pilar-pilarnya saja sudah tercium aroma kemegahan ini bangunan ini. Old Suprem Court berada di St Andrew’s Road berdiri sejak 1939 tepat di jantung kota. Old Supreme Court diarsiteki oleh Frank Dorrington Ward, kepala Arsitek Departemen Pekerjaan Publik Negeri-negeri Selat.

Jika kita lebih seksama pada bagian ujung pilar dan tympanum (bagian segitiga di atas pilar) terdapat pahatan dari seorang pemahat asal Milan yang menetap di Singapura, yakni Cavaleiri Rudulfo Nolli.

Jika saya mempunyai kesempatan untuk masuk ke sana tentunya saya membayangkan kembali ke zaman klasik. Boleh dikatakan ini salah satu aset dan daya tarik dari wisata Singapura. Bangunan ini kini dialihfungsikan sebagai National Gallery Singapore yang menampilkan karya seni.

(Maghain Aboth Synagogue / sumber visitsingapore.com)
Jika mengunjungi bangunan ini kita akan sedikit memahami bagaimana potret toleransi di negeri yang bertetanggaan dengan Batam, Indonesia ini. Bangunan ini bernama Maghain Aboth Synagogue dibangun pada tahun 1878.  Yang menarik dari sini adalah bahwa bangunan ini merupakan milik kaum yahudi, buktinya adalah dengan adanya lambang Bintang Daud di fasad bangunan.

Saya melihat bangunan ini sedikit tersentil, sebab di kota saya yang kini ditinggali, cukup sensitif dengan simbol. Sebab pernah ada satu gereja yang ada hubungan dengan salah satu sekte/umat yahudi. Pada fasad gereja tersebut terdapat juga lambang Bintang Daud. Namun sayang simbol itu harus dihilangkan karena alasan tertentu.    

(CHIJMES Singapore / sumber www.commercialguru.com.sg)
CHIJMES Singapore berlokasi di 30 Victoria Street. Bangunan ini memiliki menara yang menjulang tinggi, dengan melihat saja pasti bisa menebak dulu dipakai apa? Dulu tempat ini sempat menjadi sekolah katolik bagi anak perempuan.

Awalnya CHIJMES Singapore hanya memiliki satu bangunan, yakni Caldwell House yang dirancang oleh arsitek kolinial terkemuka George Colemam (perancang Old Parliament House) sebagai rumah bagi petugas Hakim Senior. Kemudian pada tahun 1853 properti itu serta sebidang tanha dibeli oleh Father Beurel untuk membangun sekolah khusus untuk anak perempuan.

Menarik dari bangunan ini kita masih bisa merasakan suasana kemegahannya hingga sekarang. Dan sepertinya tak banyak yang berubah, malah orang-orang semakin mengenal bangunan ini karena dijadikan juga sebagai restaurant.

(SIT Flats / sumber www.visitsingapore)
Singapore Improvement Trust (SIT) merupakan hunian publik tertua di Singapora yang dibangun pada tahun 1930-an. Bangunan yang terletak di Seng Poh Road dan Tiong Bahru salah satu peninggaan yang indah dari bangunan berlagam Art Deco. Harus diketahui juga pada medio 1920-an gaya Art Deco ini sangat booming. Hampir semua bangunan yang dibangun pada periode ini bakal menerima sentuhan Art Deco.

Garis-garis horizontal memanjang tampak sangat sedap dipandang. Kemudian ketika seiring berjalan waktu terjadi penambahan flat-flat baru yang dibangun oleh Housing Development Board (HDB). Meski begitu penambahan flat tersebut diselaraskan dengan flat yang sudah ada. Bahkan SIT Flats sempat dianugrahi status Cagar Budaya oleh Urban Redevelopment Authority (URA).