Sudah satu jam aku duduk disini, menunggu kedatangannya. Aku terus melihat jarum jam pada jam tanganku. Saat ini sudah menunjukkan jam setengah sembilan malam. Telat setengah jam dari waktu yang disepakati. Kucoba untuk merapikan lagi pakaianku, yang sebenarnya sudah cukup rapi. Mungkin bisa dibilang aku gugup bukan karena dia belum kunjung datang, melainkan karena kurang yakin apakah penampilanku sudah meyakinkan untuk berkencan.


Malam itu aku merasakan ada yang berbeda dengan dirinya. Aku tidak merasakan sedang bersama Kristin yang aku kenal. Seolah ada hal yang coba dia tutupi dan sembunyikan. Dan, apa yang kurasakan ternyata bukanlah tanpa alasan. Ternyata dia mengajakku kesini, untuk mengatakan bahwa dia tidak bisa lagi menjalani hubungan ini denganku.

“Aku pikir kamu udah ngerti dan paham, apa alasannya kenapa aku masih belum bisa melamar kamu.”

“Iya aku tau kok itu. Aku ngerti kenapa alasannya. Buktinya aku juga masih mau nunggu kamu kan selama ini?”

“Terus kenapa saat ini tiba-tiba kamu ngajak udahan? Ada apa? Kenapa tiba-tiba begini?”

“Jangan begitu caranya sayang. Semua masih bisa kita bicarain kan? Please... “

Aku berusaha meyakinkan Kristin untuk tidak pergi. Alasan bahwa hubungan ini tidaklah lagi ada kecocokan, bagiku merupakan sebuah alasan yang mengada-ada. Sebuah alasan yang tidak masuk akal sama sekali bagiku. Minggu lalu bahkan kita masih jalan bareng, menemani dia nonton film kesukaannya. Kita masih bercanda tawa bersama, masih tertawa riang bersama. Dan saat ini, pada detik ini, Kristin seolah telah berubah menjadi orang lain. Orang yang tidak kukenal sama sekali.

“Kamu sebenernya kenapa sayang? Ada apa sih?”

Aku hanya bisa bertanya-tanya, sembari memegang gelas minuman yang tentunya tidak selera lagi untuk kuminum.

“Ya itu tadi, aku ngerasa kita udah ga cocok aja sebenernya”

Kristin menjawab tanpa berani memandang ke arahku. Dia melihat ke arah meja sambil memainkan sendok pada piring makanannya yang masih utuh.

Awalnya aku masih masih berpikir, bahwa dia tidak serius. Aku mencoba berpikir, mungkin mood dia sedang tidak bagus, sehingga tercetus pikiran dan perkataan yang bagiku sangat konyol. Tapi ternyata tidak, dia bersikeras untuk pergi. Pergi meninggalkanku, meninggalkan sebuah asa dan mimpiku yang sedang kubangun berlandaskan namanya. Dia pergi begitu saja sembari meruntuhkan semua yang sedang kubangun, hancur berkeping-keping dalam sekejap mata.


“Hai, duh maaf ya telat jalanan macet banget tadi. Maaf yaa Han...”

“Gapapa kok santai aja, aku juga belum lama nunggunya.”

“Oh iya ngomong-ngomong, kamu cantik pake baju itu”

“Ah kamu ni bisa aja hehe...”

Dia terlihat sangat cantik, dengan riasan yang natural. Kacamata yang dipakainya seolah menambah sisi kedewasaannya, yang mampu membuatku terpikat.

“Ada apa nih hayoo. Tumben sekarang ngajak jalan, biasanya cuma ngajak chattingan aja kan kamu.”

“Emmm... iya sih Lita, ada yang mau aku omongin sebenernya sama kamu.. “

Dan aku segera menggenggam tangannya. Aku mengungkapkan isi yang ada di hatiku ini, dihadapannya langsung. Di sebuah tempat dimana dulu impianku telah dihancurkan oleh Kristin. Namun aku tidak memilih untuk menyerah, tidak memilih untuk membiarkan hidupku turut hancur, larut bersama runtuhnya impianku. Aku memilih untuk menatanya kembali. Biarlah kisah yang dulu, terlewati seiring waktu, menjadi sebuah kisah klasik untuk masa lalu. Kisah yang bukan untuk dibenci, namun menjadi sebuah penanda. Bukan penanda sebuah kesedihan, namun penanda bahwa aku bisa bangkit kembali.

Aku memilih untuk hidup kembali, bersama cinta yang lain, yang kuyakini tidak akan menyakitiku lagi. Dan disini, ditempat dimana aku pernah terluka, aku putuskan untuk membangun sebuah impian baru, bersama Lita.

“Lita, aku mau kamu jadi pacarku...”





Ditulis oleh Joecole77

Berdasarkan kisah nyata pribadi