- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Dianggap Tak Adil, DJP Rancang Sistem Baru Pajaki UMKM


TS
sukhoivsf22
Dianggap Tak Adil, DJP Rancang Sistem Baru Pajaki UMKM
CNN Indonesia
Jumat,15/03/2019 05:56

Ilustrasi. (CNN Indonesia/Andry
Novelino)
Jakarta, CNN Indonesia --
Direktorat Jenderal Pajak
(DJP) Kementerian Keuangan
tengah merancang sistem
pembukuan yang efektif bagi
Usaha Mikro Kecil dan Menengah
(UMKM) agar pembayaran pajak
setiap tahunnya tidak
membebani usaha skala kecil.
Memang, pemerintah di tahun
lalu sudah memberikan fasilitas
keringanan pajak melalui
penerbitan Peraturan
Pemerintah (PP) Nomor 23
Tahun 2018 tentang Pajak
Penghasilan atas Penghasilan
dari Usaha yang Diterima atau
Diperoleh Wajib Pajak yang
Memiliki Peredaran Bruto
Tertentu.
Sesuai beleid tersebut, pelaku
UMKM bisa memilih untuk
dipajaki atas dasar Pajak
Penghasilan (PPh) final yang
turun dari 1 persen menjadi 0,5
persen dari omzet yang
diterima atau dipajaki sesuai
skema normal yang mengacu
pada pasal 17 Undang-Undang
Nomor 36 Tahun 2008 tentang
Pajak Penghasilan.
Hanya saja, Direktur Peraturan
Perpajakan II DJP Kemenkeu
Yunirwansyah mengatakan kedua
sistem tersebut masih dianggap
kurang berpihak kepada UMKM.
Skema PPh final, sebutnya,dianggap tidak adil bagi UMKM.
Pasalnya, PPh final dihitung
dengan basis omzet.Dengan
basis tersebut, tak peduli untung
atau rugi, pelaku UMKM tetap
harus membayar PPh. "PPh final
ini sederhana, tapi ini tidak adil,
karena ibaratnya mau rugi atau
laba UMKM harus tetap bayar
pajak," jelas Yunirwansyah, Kamis
(14/3).
Sementara itu, jika pelaku UMKM
memilih menggunakan skema
normal, mereka pasti akan
terbebani dengan pembukuan
yang rumit. Saat ini, pemungutan
PPh skema normal harus
didasarkan atas pembukuan
yang disusun sesuai Pernyataan
Standar Akuntansi Keuangan
(PSAK) yang berbasis akrual,
atau pencatatan pendapatan
dan beban tanpa memperhatikan arus kas.
Karena mengikuti PSAK, maka
pembukuan juga harus dicatat di
dua akun; debit dan kredit
(double book keeping).Ia
khawatir, UMKM bisa kewalahan
dalam melakukan sistem
pembukuan seperti ini.
"Makanya, kami segera
merancang bagian pembukuan
yang lebih sederhana bagi
UMKM," terang dia.
Sebagai inisiatif awal, DJP
mengatakan bahwa pembukuan
UMKM nantinya akan dibuat
sesederhana mungkin.
Pembukuan hanya
akan mencakup pengeluaran dan
pendapatan semata. Ia yakin, ini
merupakan jalan tengah dari
skema PPh final dan skema
normal.
Meski demikian, pihaknya masih
akan mendengar masukan dari
pelaku usaha agar kontribusi
pajak dari UMKM bisa lebih baik
dari sebelumnya. Menurut data
DJP 2017 silam, UMKM
menyumbang 60 persen dari
Produk Domestik Bruto (PDB)
Indonesia, dengan rincian 36,8
persen dari usaha mikro, 23,2
persen dari Usaha Kecil dan
Menengah (UKM).
Hanya saja, kontribusinya hanya
2,2 persen terhadap penerimaan
PPh total yang mencapai
Rp645,6 triliun. "Ini akan segera
kami launching, dan kami akan
bicara dengan pihak terkait agar WP bisa melaksanakan kewajiban
dengan baik tanpa risiko fiskal
yang merugikan," pungkas
Yunirwansyah.
(glh/agt)
https://m.cnnindonesia.com/ekonomi/2...ru-pajaki-umkm
Jumat,15/03/2019 05:56

Ilustrasi. (CNN Indonesia/Andry
Novelino)
Jakarta, CNN Indonesia --
Direktorat Jenderal Pajak
(DJP) Kementerian Keuangan
tengah merancang sistem
pembukuan yang efektif bagi
Usaha Mikro Kecil dan Menengah
(UMKM) agar pembayaran pajak
setiap tahunnya tidak
membebani usaha skala kecil.
Memang, pemerintah di tahun
lalu sudah memberikan fasilitas
keringanan pajak melalui
penerbitan Peraturan
Pemerintah (PP) Nomor 23
Tahun 2018 tentang Pajak
Penghasilan atas Penghasilan
dari Usaha yang Diterima atau
Diperoleh Wajib Pajak yang
Memiliki Peredaran Bruto
Tertentu.
Sesuai beleid tersebut, pelaku
UMKM bisa memilih untuk
dipajaki atas dasar Pajak
Penghasilan (PPh) final yang
turun dari 1 persen menjadi 0,5
persen dari omzet yang
diterima atau dipajaki sesuai
skema normal yang mengacu
pada pasal 17 Undang-Undang
Nomor 36 Tahun 2008 tentang
Pajak Penghasilan.
Hanya saja, Direktur Peraturan
Perpajakan II DJP Kemenkeu
Yunirwansyah mengatakan kedua
sistem tersebut masih dianggap
kurang berpihak kepada UMKM.
Skema PPh final, sebutnya,dianggap tidak adil bagi UMKM.
Pasalnya, PPh final dihitung
dengan basis omzet.Dengan
basis tersebut, tak peduli untung
atau rugi, pelaku UMKM tetap
harus membayar PPh. "PPh final
ini sederhana, tapi ini tidak adil,
karena ibaratnya mau rugi atau
laba UMKM harus tetap bayar
pajak," jelas Yunirwansyah, Kamis
(14/3).
Sementara itu, jika pelaku UMKM
memilih menggunakan skema
normal, mereka pasti akan
terbebani dengan pembukuan
yang rumit. Saat ini, pemungutan
PPh skema normal harus
didasarkan atas pembukuan
yang disusun sesuai Pernyataan
Standar Akuntansi Keuangan
(PSAK) yang berbasis akrual,
atau pencatatan pendapatan
dan beban tanpa memperhatikan arus kas.
Karena mengikuti PSAK, maka
pembukuan juga harus dicatat di
dua akun; debit dan kredit
(double book keeping).Ia
khawatir, UMKM bisa kewalahan
dalam melakukan sistem
pembukuan seperti ini.
"Makanya, kami segera
merancang bagian pembukuan
yang lebih sederhana bagi
UMKM," terang dia.
Sebagai inisiatif awal, DJP
mengatakan bahwa pembukuan
UMKM nantinya akan dibuat
sesederhana mungkin.
Pembukuan hanya
akan mencakup pengeluaran dan
pendapatan semata. Ia yakin, ini
merupakan jalan tengah dari
skema PPh final dan skema
normal.
Meski demikian, pihaknya masih
akan mendengar masukan dari
pelaku usaha agar kontribusi
pajak dari UMKM bisa lebih baik
dari sebelumnya. Menurut data
DJP 2017 silam, UMKM
menyumbang 60 persen dari
Produk Domestik Bruto (PDB)
Indonesia, dengan rincian 36,8
persen dari usaha mikro, 23,2
persen dari Usaha Kecil dan
Menengah (UKM).
Hanya saja, kontribusinya hanya
2,2 persen terhadap penerimaan
PPh total yang mencapai
Rp645,6 triliun. "Ini akan segera
kami launching, dan kami akan
bicara dengan pihak terkait agar WP bisa melaksanakan kewajiban
dengan baik tanpa risiko fiskal
yang merugikan," pungkas
Yunirwansyah.
(glh/agt)
https://m.cnnindonesia.com/ekonomi/2...ru-pajaki-umkm
0
1.5K
10


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan