- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Petani miskin disebabkan Ketidakadilan Tata Niaga
TS
babygani86
Petani miskin disebabkan Ketidakadilan Tata Niaga
Petani dan sektor pertanian merupakan salah satu potensi lumbung suara yang besar bagi capres/cawapres atau pun parpol yang berkontestasi pada Pemilu 2019.
Tidak heran pada kampanyenya, para kontestan mengangkat isu nasib petani, harga kebutuhan pokok, dan kedaulatan swasembada pangan sebagai barang dagangannya. Sebab, dari sisi jumlah, posisi petani sangat krusial dari semua komunitas pinggiran.

Pertanian masih menjadi pasar potensial guna mendulang suara. Dengan potensi 30 persen tenaga kerja, dihuni 27,68 juta rumah tangga dan 98,3 juta jiwa jumlah anggota keluarga. Jelaslah sektor ini tidak bisa dipandang sebelah mata.
Pemilu Indonesia menganut mekanisme satu orang satu suara (one man one vote]. Peran setiap individu/kelompok pemilih memiliki posisi setara. Kelas atas, menengah, pengusaha, cendekiawan, dan elite posisinya sejajar dengan petani, nelayan, dan kaum papa.
Arti penting petani, nelayan, pedagang kecil, dan kaum miskin kota semakin diperhitungkan para pelaku politik mendekati pencoblosan 17 April. Pertanyaannya, apakah para kandidat capres/cawapres dan calon legislatif serius mengurus pertanian dan kesejahteraan petani? Atau itu hanya buaian janji—janji surga yang diembuskan lewat visi, misi, dan deretan angka program kerja kampanye?

Kontribusi petani dan sektor pertanian sangat vital dan menjadi sector utama bagi pencapaian target dan tujuan program Sustainable Development Goals [SDGs] untuk kesejahteraan manusia.
Peran ini berkaitan langsung dengan target SDCs memberantas kemiskinan dan kelaparan pada 2030. Sektor pertanian merupakan salah satu penopang utama ekonomi Indonesia. Empat tahun terakhir, akumulasi tambahan PDB sektor pertanian Rp 1.375 triliun.
Pada 2018, nilai PDB sektor pertanian naik 47 persen dibandingkan 2013. Pada 2014, kontribusi sektor pertanian mencapai 13,14 persen terhadap ekonomi nasional dan meningkat 13,53 persen [2017].
Meski demikian, peran dan kontribusi sektor pertanian terhadap ekonomi nasional, tidak otomatis menaikkan tingkat kesejahteraan, petani khususnya. Petani miskin karena tidak mendapatkan hak seharusnya atas jerih payahnya. Kemiskinan terjadi karena tidak diberikan solusi yang semestinya.

Kantong kemiskinan sering muncul sebagai akibat para pemangku kebijakan gagal menciptakan kerangka kerja, lembaga dan kebijakan yang mendorong kemampuan dan potensi manusia.
Petani terjebak kemiskinan karena tidak ditopang kecukupan modal kecuali kekuatan Fisik atau tenaganya. Sangat minim akses tambahan modal, lahan, pengetahuan, teknologi, kredit usaha, dan informasi pasar.
Seharusnya petani fokus bertani. Pemerintahlah yang membangun infrastruktur jalan desa, jalan raya, menyediakan bibit terbaik, pupuk dan pestisida yang tepat, pengairan irigasi memadai, akses inklusif pemodalan, mesin pertanian yang bisa dicicil dan harga terjangkau.
Pemerintah juga seyogianya menjamin hasil panen mereka dengan harga jual yang menguntungkan dan memproteksi pasar dalam negeri dari serbuan produk impor yang makin masif. Beri insentif harga agar meneka bergairah bertani.
Tentu berisiko bila hasil pertanian diserahkan seutuhnya ke pasar bebas, yang sering menjebak dan menjerat. Sentuhan kebijakan yang tepat akan memudahkan petani menghasilkan pangan dengan harga kompetitif dan berdaya saing.

Tidak heran pada kampanyenya, para kontestan mengangkat isu nasib petani, harga kebutuhan pokok, dan kedaulatan swasembada pangan sebagai barang dagangannya. Sebab, dari sisi jumlah, posisi petani sangat krusial dari semua komunitas pinggiran.

Pertanian masih menjadi pasar potensial guna mendulang suara. Dengan potensi 30 persen tenaga kerja, dihuni 27,68 juta rumah tangga dan 98,3 juta jiwa jumlah anggota keluarga. Jelaslah sektor ini tidak bisa dipandang sebelah mata.
Pemilu Indonesia menganut mekanisme satu orang satu suara (one man one vote]. Peran setiap individu/kelompok pemilih memiliki posisi setara. Kelas atas, menengah, pengusaha, cendekiawan, dan elite posisinya sejajar dengan petani, nelayan, dan kaum papa.
Arti penting petani, nelayan, pedagang kecil, dan kaum miskin kota semakin diperhitungkan para pelaku politik mendekati pencoblosan 17 April. Pertanyaannya, apakah para kandidat capres/cawapres dan calon legislatif serius mengurus pertanian dan kesejahteraan petani? Atau itu hanya buaian janji—janji surga yang diembuskan lewat visi, misi, dan deretan angka program kerja kampanye?

Kontribusi petani dan sektor pertanian sangat vital dan menjadi sector utama bagi pencapaian target dan tujuan program Sustainable Development Goals [SDGs] untuk kesejahteraan manusia.
Peran ini berkaitan langsung dengan target SDCs memberantas kemiskinan dan kelaparan pada 2030. Sektor pertanian merupakan salah satu penopang utama ekonomi Indonesia. Empat tahun terakhir, akumulasi tambahan PDB sektor pertanian Rp 1.375 triliun.
Pada 2018, nilai PDB sektor pertanian naik 47 persen dibandingkan 2013. Pada 2014, kontribusi sektor pertanian mencapai 13,14 persen terhadap ekonomi nasional dan meningkat 13,53 persen [2017].
Meski demikian, peran dan kontribusi sektor pertanian terhadap ekonomi nasional, tidak otomatis menaikkan tingkat kesejahteraan, petani khususnya. Petani miskin karena tidak mendapatkan hak seharusnya atas jerih payahnya. Kemiskinan terjadi karena tidak diberikan solusi yang semestinya.

Kantong kemiskinan sering muncul sebagai akibat para pemangku kebijakan gagal menciptakan kerangka kerja, lembaga dan kebijakan yang mendorong kemampuan dan potensi manusia.
Petani terjebak kemiskinan karena tidak ditopang kecukupan modal kecuali kekuatan Fisik atau tenaganya. Sangat minim akses tambahan modal, lahan, pengetahuan, teknologi, kredit usaha, dan informasi pasar.
Seharusnya petani fokus bertani. Pemerintahlah yang membangun infrastruktur jalan desa, jalan raya, menyediakan bibit terbaik, pupuk dan pestisida yang tepat, pengairan irigasi memadai, akses inklusif pemodalan, mesin pertanian yang bisa dicicil dan harga terjangkau.
Pemerintah juga seyogianya menjamin hasil panen mereka dengan harga jual yang menguntungkan dan memproteksi pasar dalam negeri dari serbuan produk impor yang makin masif. Beri insentif harga agar meneka bergairah bertani.
Tentu berisiko bila hasil pertanian diserahkan seutuhnya ke pasar bebas, yang sering menjebak dan menjerat. Sentuhan kebijakan yang tepat akan memudahkan petani menghasilkan pangan dengan harga kompetitif dan berdaya saing.

Spoiler for Referensi:
0
2K
3
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan