- Beranda
- Komunitas
- Story
- Stories from the Heart
KUMPULAN CERITA PENDEK Stories From the Heart


TS
radheka
KUMPULAN CERITA PENDEK Stories From the Heart
Quote:

RULES dan INFO :
- silakan baca Rules SFTH sebelum memulai posting
- dilarang OOT, junk, flamming dsb (boleh mengomentari cerpen yang ada dengan cara meng-quote cerpen yang dimaksud)
- dilarang menulis cerita bersambung di sini (baca judul)
- kumpulan cerpen akan selalu di-update di INDEX KUMPULAN CERPEN setiap ada cerita baru
- untuk yang butuh bacaan kumpulan cerpen lainnya bisa baca di sini
Quote:
Spoiler for Juara Cerpen COC 2019:
-Taman Aurora Dan Gadis bermata sendu-

Valensi Eden adalah sebuah kota kecil yang teduh dan asri yang terletak di lereng gunung ciremai. Cuaca di kota kecil ini selalu sejuk karena letaknya yang ada di di dataran tinggi. Saat terik siang hari suhu udara disini bahkan tak pernah lebih dari dua puluh derajat celcius, apalagi saat malam tiba. Perubahan suhu bisa berubah menjadi drastis, yang rata-rata bisa sampai enam sampai tujuh derajat celcius.
Sebulan lalu tepatnya, di kota ini pula ada sebuah rumor atau desas desus yang berkembang di masyarakat hingga menjadi sebuah mitos, yaitu tentang adanya sesosok gadis bermata sendu, dengan rambut panjang sepunggung yang diikat rapih dan berwarna kecoklatan. Ia, perempuan yang tidak diketahui namanya ini hanya sering terlihat saat menjelang senja di taman aorora, taman seluas dua hektare yang ada tepat di tengah tengah perempatan, di pusat kota.
Taman ini sudah ada sejak lama. Tak ada yang pernah tau kapan pastinya taman ini dibuat namun menurut beberapa cerita para orang tua dan budayawan sepakat menyimpulkan jika taman ini sudah ada sejak tahun seribu delapan ratusan, yang berati usianya sekarang sudah lebih dari dua abad lamanya. Seperti namanya, keindahan taman ini merefleksikan sebuah panorama layaknya di negeri dongeng. Yang tak kalah indah dari versailles yang ada di perancis sana.
sore itu, tak ubah layaknya sore-sore seperti biasa, namun rinai gerimis yang sedari siang turun di kota ini membuat suasana di taman aurora terasa lebih dingin dan sunyi, tidak seperti biasanya bila tidak hujan. saat menjelang malam taman ini mulai didatangi beberapa pasangan muda mudi yang mencari kesempatan untuk mojok di tempat ini, beberapa kali operasi razia yang dilakukan oleh aparat keamanan setempat nampaknya tidak cukup membuat para pasangan muda mudi ini jera untuk bermesum ria di sudut-sudut gelap taman ini.
Entah Beberapa kali dinas tata kota bahkan mencoba memasang lampu-lampu taman sebagai penerangan untuk setidaknya mencegah para pasangan yang berupaya melakukan tindak asusila di tempat, namun lagi lagi semua Cuma sia-sia. Sebab, belakangan lampu lampu itu banyak yang dirusak bahkan hilang entah kemana.
Gerimis perlahan mulai reda, aroma pertichor menyeruak ke segala penjuru taman. Namun, langit yang tertutup awan pekat membuat suasana senja nampak lebih muram dari biasanya. sore itu tak terlihat seorangpun di taman aurora, hanya nampak dua buah patung malaikat kecil berambut ikal yang saling berpegang tangan, patung setengah telanjang yang terbuat dari batu yang diukir sedemikian rupahingga membentuk sebuah karya seni sebagai penghias taman. Di bawahnya terdapatnya kolam air mancur berbentuk lingkaran berdimater empat ratus centimeter.
Namun, beberapa saat sebelum langit mulai seluruhnya gelap. Terdengar derap langkah kaki seseorang Yang perlahan muncul dari balik pohon beringin kembar yang ada di salah satu sudut taman. Dia, ternyata sosok itu adalah sosok gadis yang tengah viral di kalangan masyarakat. Gadis bermata sendu yang mengenakan kemeja lengan pendek warna krem dan sebuah pita biru yang melingkar di kerahnya, gaya berpakaian wanita itu seperti seorang yang datang dari masa lalu, bila dilihat seksama sungguh jauh tertinggal dengan model fashion jaman sekarang. Namun, pancaran keanggunan di wajahnya yang bila dilihat sepintas mirip tatjana saphira ini sudah pasti akan mampu meluluhkan hati lelaki manapun yang memandangnya.
gadis misterius itu mendekati salah satu bangku taman berbahan kayu, lalu duduk dengan tenang. Perlahan ia memejamkan mata sendunya itu, tak ada yang tahu siapa nama dan darimana asal gadis bermata sendu itu, tapi keberadaan sosoknya yang sebulan belakangan muncul di taman ini, pasti memiliki sebuah alasan yang mungkin hanya gadis tersebut yang mengetahuinya.
beberapa saat kemudian entah darimana datangnya, tetiba ada lelaki yang mencoba menghampiri gadis itu, firman nama lelaki itu. ia seorang security di ruko sebrang taman aurora, walau dengan sedikit perasaan takut firman tetap berjalan dari arah kanan sang gadis sampai tiba di bangku kayu tempat dimana gadis itu duduk.
“hallo...neng..” sapa firman.
gadis itu diam, tak bergeming. namun kini ia membuka kedua matanya yang sedari tadi terpejam. Kecantikan sang gadis membuat firman terperangah takjub, baginya selama ia tinggal di kota ini, belum pernah sekalipun ia melihat perempuan secantik dia.
“kok diem sih, sariwan ya?” firman berusaha memancingnya.
Namun gadis itu tetap diam, ia hanya menoleh sedikit ke firman yang duduk disebelahnya. Lalu pandangannya yang sendu itu ia arahkan lagi ke depan, sambil sesekali menoleh keatas.
“sombong bener sih!” firman mulai sedikit kesal dan mengeraskan volume suara.
Sang gadis terperanjat, tangan kanannya kemudian menyentuh bahu firman. Entah seperti ada sentuhan magis dari gadis itu, yang membuat kang firman tetiba tak sadarkan diri di sebelah sang gadis.
Esok pun tiba, kabar perihal kang firman yang melihat si gadis bermata sendu di taman arora lalu pingsan sampai pagi membuat geger seisi kota. Banyak media online, surat kabar dan berita di tv menjadikannya sebagai headline utama.
Masyarakat semakin bertanya tanya, sebetulnya siapa gadis itu dan apa maksudnya muncul di taman aurora kemudian dengan cepet hilang dan tak diketahui keberadaannya. Sungguh benar benar gadis yang misterius.
Di kota yang sama namun dengan timeline berbeda, di lereng bukit yang hijau dan sejuk, hidup seorang pemuda yang tinggal hanya dengan sang kakek. Nama pemuda itu enjang laksana, usianya menginjak dua puluh tahun. Rambut belah tengah, tinggi dan tegap namun lugu.
Sudah sejak lama pemuda itu tinggal dengan sang kakek, sebab kedua orang tua nya meninggal karena kecelakaan. Lebih tepatnya mereka, kedua orang tua enjang adalah korban tabrak lari sebuah truck yang menewaskan mereka seketika saat hendak menyebrang jalan. Usia enjang yang saat itu masih sepuluh tahun, akhirnya dirawat oleh kakek dan neneknya. Namun setahun lalu sang nenek pun meninggal karena usia tua dan penyakit yang dideritanya.
Kini, abah sebutan sang kakek yang berusia delapan puluh satu tahun itu Hanya bisa tergeletak di kasur. Kakeknya lumpuh setelah dua bulan lalu jatuh tersandung di pematang kebun. Oleh karena itu, kini enjang sehari hari hanya menghabiskan waktunya untuk berkebun dan merawat sang kakek.
Kabar perihal gadis bermata sendu di taman aurora itu tidak sampai ditelinga enjang, sebab jangankan tv, handphone pun ia tak punya. Penghasilan seadanya yang ia dapat dari menjual hasil kebun hanya cukup untuk makan sehari harinya dengan sang kakek. Padahal bisa dibilang jarak antara rumah enjang tidak begitu jauh dengan taman aurora, hanya sekitar setengah jam bila ditempuh dengan sepeda motor.
Suatu hari, saat enjang tengah berada di kebun dan sang kakek yang di titipkan enjang kepada kang dadang, tetangganya. kang dadang yang kala itu berada dikamar dengan abah, mereka mengobrol sesuatu. kang dadang cerita mengenai kabar yang tengah viral itu ke abah. Pendengaran abah cukup baik untuk mendengarkan kang dadang bercerita tentang sosok gadis bermata sendu di taman aurora tersebut.
sore hari pun tiba, waktu saat enjang pulang dari kebun. Namun sebelum ia pulang ke rumah, ia sempatkan untuk mampir ke rumah kang dadang untuk memberi sesuatu dari kebun.
“assalamualaikum, kang...” suara salam terdengar dari luar rumah kang dadang dibarengi ketukan pintu.
“ya, waalaikum salam, sebentar jang..” jawab kang dadang dari dalam yang sudah hafal kalau itu adalah suara enjang.
“ada apa jang?” tanya kang dadang ketika membuka pintu.
“ini kang, saya bawa ini akang.” Ujar enjang, sambil menyodorkan sebuah kresek hitam.
“apaaan ini jang?”
“manggis sama dukuh kang dari kebun.” Jawab enjang.
“oh, kitu. Nuhun nya kalo gitu, oya tadi si abah udah akang kasi makan dan barusan akang tinggal karena beliau sudah tidur.”
“oh, iya kang. Makasih ya udah jagain abah.”
“iya sama-sama. Yasudah, akang masuk dulu yah, udah mau maghrib soalnya.”
“siap kang, saya juga mau pulang ini. Assalamualaikum...”
“waa’laikum salam.”
begitu tiba di rumah enjang langsung menuju kekamar kakek, ia lihat di dalam si abah sudah bangun. Enjang lalu mengambil baskom dan air di kamar mandi serta kain handuk putih berukuran kecil, kemudian menggunakan kain handuk yang di basahi air itu untuk membersihkan badan si abah. lalu menyalinkan baju abah, barulah kemudian enjang mandi. Usai mandi, seperti hal yang sudah menjadi rutinitas antara seorang cucu dan kakeknya ini, mereka kemudian sholat maghrib berjamaah, enjang mengimami sang kakek di depan sisi kiri sedangkan abah makmum, sambil duduk di ranjang berbahan pipa besi yang di cat hijau muda.
“jang, sini sebentar abah mau minta tolong.” Panggil abah, Beberpa saat seusai sholat dan setelah si enjang selesai menyuapi abah makan malam.
“ iya bah, ada apa?” enjang yang saja cuci piring segera mendekat ke arah abah, ia duduk disamping kakeknya.
“ tolong kamu ambilkan syal putih yang ada di laci kedua di dalam lemari itu ya?” pinta abah sambil menunjuk ke arah lemari berbahan jati yang sudah berusia tua.
Enjang menganguk, lalu beranjak ke arah lemari dan mengikuti permintaan sang kakek, saat dibukanya laci kedua, atau paling bawah dari lemari ini ia lihat sebuah syal berbahan katun, yang dirajut tanpa motif, polos. Ia ambil syal itu kemudian memberikannya pada sang kakek.
“ini bah..” enjang menyodorkan syal nya.
“...............” abah terdiam cukup lama begitu menggenggam syal tersebut, matanya sedikit berkaca kaca. Entah apa yang ada di benak beliau saat itu.
Sedangkan enjang yang melihat perubahan gesture abah yang mendadak , membuat ia menebak nebak jika mungkin syal tersebut memiliki nilai histori yang penting bagi abah, yang pastinya menyimpan rekam memori atau kenangan yang membuat abah sampai nampak begitu emosinal dalam hal ini, sorot pandangannya yang dalam dan sedih.
“itu pasti syal milik nenek...” gumam enjang dalam hati.
“jang....” panggil abah, seketika buyarkan lamunan enjang.
“ya, bah..”
“besok sore, pulang dari kebun kamu jangan kerumah tapi kamu langsung ke taman aurora, kalau nanti disana kamu lihat gadis bermata sendu seperti yang dibicarakan orang-orang, maka kamu kasih syal itu ke dia. Tapi, kalau kamu tidak melihatnya. Maka, kamu kubur syal ini di bawah pohon beringin kembar yang ada di taman itu.”
Sebagian otak enjang bereaksi dengan permintaan aneh sang kakek, rasa heran dan bingung berkecamuk di pikirannya. Beberapa saat abah bicara, beliau nampak batuk beberapa kali dan meminta cucu lelakinya untuk meninggikan dudukan bantal untuk sandaran kepala sang kakek, namun baru saja enjang meletakannya sang kakek nampak terpejam perlahan.
“bah...abah..” enjang berusaha menggerakan perlahan badan abah
abah hanya diam, dengan mata yang terpejam pulas, sekujur tubuh beliau terasa dingin saat disentuh oleh enjang.
“bah....abah..” enjang berusaha membangunkan kakeknya, kali ini ia sedikit menggoyangkan badan abah lebih keras. namun nihil, enjang meraba denyut nadi sang kakek, perlahan namun pasti denyut nadi kakek hilang tak berdetak, begitu pula dengan denyut jantungnya.
“abahhhhh..... ya allah, abahhh...” air mata enjang seketika merembes basahi kedua pipinya. Kali ini ia menyadari bahwa kakeknya telah meninggalkan ia selamanya malam itu.
Berita meninggalnya kakek sudirja, nama kakek enjang yang akrab disapa abah menyebar ke seluruh tetangga, dan malam itu pula segera seluruh tetangga sekitar rumah abah di penuhi warga yang berdatangan untuk memandikan jenazah serta tahlil. Atas kespakatan enjang, satu satunya keluarga abah maka jenazah abah rencana baru akan dimakamkan keesokan paginya.
esok hari usai prosesi pemakaman abah sudirja. enjang laksana, cucu lelaki abah. Di kepalanya kini hanya dipenuhi pikiran tentang permintaan sang kakek yang tak pernah disangka menjadi obrolan terakhir sekaligus wasiat dari sang kakek. Tanpa menunda lama, dari TPU enjang bergegas pulang ke rumah, mengambil syal tersebut yang ia letakan di atas lemari kamarnya, lalu menuju ke beranda rumah serta mengayuh sepedanya untuk menuju taman aurora.
Tepatnya tiga puluh menit kemudian, enjang telah tiba di taman berbentuk persegi, taman aurora. Pagi itu jam menunjukan pukul sepuluh, enjang memarkirkan sepeda onthel milik mendiang kakeknya itu di area parkir taman. Ia pandangi seluruh sudut area taman yang hanya nampak beberapa petugas kebersihan berseragam oranye itu di beberapa sudut taman. Ia sama sekali tidak melihat keberadaan gadis bermata sendu yang dimaksud oleh sang kakek. Ia tidak pernah tahu tentang rumor tersebut , bahwa sang gadis bermata sendu itu hanya sering terlihat saat menjelang senja.
Para petugas kebersihan satu persatu terlihat pergi meninggalkan area taman setelah selesai melakukan pekerjaan nya, kini hanya ada enjang seorang diri disana, berdiri menghadap kearah pohon beringin kembar yang berada di sisi kanannya, jarak antara enjang dan pohon beringin itu tak lebih dari lima belas meter. Ada kecamuk di batin dia, kesedihan mendalam karena ditinggalkan sang kekek yang sangat di cintainya, bercampur rasa penasaran atas permintaan terakhir sang kakek.
enjang perlahan berjalan mendekat kearah pohon beringin kembar, langkahnya gontai, tatap matanya kosong. Sekosong suasana hatinya saat itu. Hingga tinggal berjarak selangkah lagi dengan pohon beringin kembar tersebut, dirabahnya pohon itu dengan tangan kanannya, lalu perlahan ia terduduk dengan tumpuan kedua lutut kakinya.
Kedua telapak tangannya segera menggali beberapa centi tanah dihadapan ia. Sampai menurutnya telah cukup dalam, ia ambil syal putih dari saku celana bahan hitam miliknya, lalu menguburkan syal itu sesuai dengan permintaan mendiang abah. Sebab, di taman aurora ia tidak melihat sang gadis bermata sendu. Yang ia lihat hanya sebuah keheningan beradu dengan desir angin yang menerpa dedaunan pohon beringin kembar dihadapnnya ini.
Usai meratakan tanah dan menutupi lagi di tempat dimana syal itu dikuburkan, ia kembali berusaha berdiri. Masih dengan perasaan yang sulit dijelaskan. Sampai sepersekian detik kemudian ekor matanya menangkap kehadirian sosok seseorang. Ya, dia. Gadis bermata sendu itu muncul entah dari sudut mana di taman aurora, tatapan enjang kini menghadap sang gadis. Di kepalanya kini dipenuhi pertanyaan pertanyaan tentang apa yang tengah dilihatnya saat itu. Sosok gadis bermata sendu yang dimaksud mendiang sang kakek, sorang gadis yang bukan hanya cantik namun juga misterius.
Entah kenapa bibir enjang mendadak kelu, tidak sejalan dengan batin dan pikiran yang sedang berkecamuk. Gadis itu kini hanya berjarak selangkah dihadapan enjang.
“...................................” enjang diam, kaku.
Gadis bermata sendu itu tersenyum kepada enjang, seutas senyum yang hangat yang seketika mampu mencairkan dinginnya tatapan enjang. Entah kenapa gadis bermata sendu itu bisa muncul, padahal biasanya hanya terlihat saat menjelang senja.
Kini, seolah ada jarak keheningan yang begitu panjang diantara mereka berdua.
“akhirnya, kau menepati janjimu..” bisik gadis bermata sendu itu, sebuah kalimat yang cukup jelas di dengar oleh enjang walau diucapkan begitu lirih.
“.........................” enjang masih terdiam, ia masih belum mampu menangkap maksud yang di katakan sang gadis.
“menepati janji??” gumamnnya dalam hati enjang.
Enjang makin merasa heran, sebab baru kali ini ia melihat sang gadis, jadi janji apa yang dimaksud oleh gadis bermata sendu itu.
enjang berusaha keras untuk membalas omongan sang gadis, namun bibirnya masih saja kelu, solah tertahan oleh sesuatu yang terpancar dari sorot mata sendu sang gadis, dan enjang masih tetap diam.
“breeeegggghhhh.......” suara dekapan secara tiba tiba oleh sang gadis sontak membuat enjang makin terkejut, namun badannya hanya mampu berdiri tegap dengan kedua lengan tangan di sisi pahanya. Kaku.
“kini, tak akan ada lagi yang akan memisahkan kita.” Bisik sang gadis di telinga kanan enjang.
Dan, “flappppppppphhhhhhhh......”
Mata enjang mengerjap, saat terbuka gadis bermata sendu itu sudah sirna dari hadapannya. Enjang tak bereaksi apapun, ia masih mengira kalau apa yang di lihat dan dirasakannya saat itu tak lebih dari halusinasi saja. Sebab enjang bukan tipe lelaki yang mudah percaya mengenai keberadaan hantu atau semacamnya.
Dan seiring dengan lenyapnya sang gadis bermata sendu, badan enjang tak lagi terasa kaku. Walaupun pikirannya masih dihinggapi rasa penasaran dan pertanyaan-pertanyaan, namun ia tak mampu memiliki barang sedetik waktu untuk menemukan semua jawabannya, bahkan saat sosok gadis bermata sendu itu nampak nyata dihadapannya barusan. Ia tak mampu mengeluarkan sedikitpun kata, apalagi pertanyaan dari bibirnya.
Kini, segala pertanyaan-pertanyaan itu hanya bisa ia benamkan dalam-dalam di salah satu sudut di pikiran serta hati enjang. Seiring dengan langkahnya yang masih gontai, ia menuju tempat dimana ia memarkirkan sepeda onthel nya. Ia naiki lalu menuju perjalanan pulang.
Dua hari kemudian.....
Saat enjang tengah merapihkan barang-barang milik mendiang sang kakek, ia menemukan sebuah kotak hijau tua polos berukuran kira kira tiga puluh centimeter persegi. Didorong rasa penasaran, enjang meletakan kotak yang ia dapat dari laci lemari di kamar mendiang abah itu diatas kasur. Perlahan, ia buka tutup kotaknya.
Dan, ia terperangah kaget. Didalamnya ia mendapati beberapa foto yang berusia cukup tua, dengan kertas foto yang sudah mulai menguning serta gambar yang mulai samar karena jamur. Namun enjang masih bisa melihat jelas sosok yang ada di empat lembar foto tersebut, yang ternyata adalah foto mendiang abah saat masih muda, abah yang merupakan pejuang kemerdekaan kala itu nampak mengenakan semacam seragam berwarna hijau muda dengan warna yang sedikit memudar.
Namun yang membuat enjang kaget bukan sosok muda sang kakek yang mirip sekali dengan enjang, sangat mirip. melainkan sosok gadis di sebelah sang kakek, gadis yang jelas bukan neneknya namun gadis bermata sendu yang ia lihat di taman aurora.
Ke empat fotonya semua menampakan gambar abah dengan gadis itu, mereka nampak begitu mesra saling bergandeng tangan dengan sumringah senyum yang melengkung diatara keduanya.
"Bukankah hati manusia seperti palung yang paling dalam, kyora. Dan aku selalu mencintaimu sampai kapanpun." Sebuah kalimat yang tertera di balik salah satu foto yang tulisannya merupakan tulisan tangan abah.
-THE END -

Diubah oleh radheka 14-03-2019 11:46






Gimi96 dan 13 lainnya memberi reputasi
14
13.6K
Kutip
22
Balasan
Thread Digembok
Urutan
Terbaru
Terlama
Thread Digembok
Komunitas Pilihan