- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Pesta Politik Tanpa Perlu Menggerus Kebhinekaan Dalam Berbangsa & Bernegara.


TS
hannabi98
Pesta Politik Tanpa Perlu Menggerus Kebhinekaan Dalam Berbangsa & Bernegara.
Quote:

Quote:
Pesta Politik Tanpa Perlu Menggerus Kebhinekaan Dalam Berbangsa & Bernegara.
Quote:
Indonesiaadalah salah satu negara demokrasi terbesar ke - 3 setelah India dan USA ( United States of America ). Tercatat dalam data yang di ambil dari KPU ( komisi pemilihan umum ), terdapat sekitar 200 juta pemilih tetap pada ajang pilpres tahun ini. Tren positif dari waktu ke waktu menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia sudah mulai pro aktif dalam membuka cakrawala dunia perpolitikan, sehingga terbesit rasa enggan untuk abstain / golput ( golongan putih ) dalam memilih calon pemimpin negara.
Antusiasme tinggi tidak hanya terlihat pada proses pemilihan, akan tetapi keterbukaan warga negara Indonesia terhadap diskusi politik juga terpampang jelas sejak awal masa kampanye. Pemutaran debat capres diketahui merupakan salah satu acara favorit yang cukup populer, dimana biasanya, hilirnya, akan berakhir di perdebatan - perdebatan yang cukup sengit antar para pendukung ( relawan ) masing - masing kubu di sosial media.
Antusiasme tinggi tidak hanya terlihat pada proses pemilihan, akan tetapi keterbukaan warga negara Indonesia terhadap diskusi politik juga terpampang jelas sejak awal masa kampanye. Pemutaran debat capres diketahui merupakan salah satu acara favorit yang cukup populer, dimana biasanya, hilirnya, akan berakhir di perdebatan - perdebatan yang cukup sengit antar para pendukung ( relawan ) masing - masing kubu di sosial media.
Quote:

Quote:
Memang pilpres kali ini dan periode sebelumnya, terbilang seru karena pilihan pemimpin yang disajikan hanya ada dua ( 2 ). Karena hal inilah, riuh persaingan pilpres berjalan dengan ketat. Dengan terbelahnya ( disparitas ) masyarakat menjadi dua ( 2 ) pula. Disparitas masyarakat inipun menimbulkan dinamika unik tersendiri, terutama pada intensitas keterlibatan publik, termasuk keberadaan mereka yang kerap dipanggil sebagai relawan dari masing - masing kubu.
Para relawan - relawan ini dengan sukarela, mulai menampilkan citra positif capres - cawapresnya yang diusungnya dengan berbagai cara, baik dengan cara kreatif positif maupun dengan cara non kreatif negatif semisal negative campaign dan black campaign.
Para relawan - relawan ini dengan sukarela, mulai menampilkan citra positif capres - cawapresnya yang diusungnya dengan berbagai cara, baik dengan cara kreatif positif maupun dengan cara non kreatif negatif semisal negative campaign dan black campaign.
Quote:

Quote:
Dalam ajang pilpres saat ini, media sosial memang terlihat berperan cukup besar. Para influenceryang memiliki banyak followers, sejatinya, berlomba - lomba menyuarakan pilihan politiknya. Tidaklah heran, fenomena hashtag pun menjamur, syukur - syukur dapat menjadi trending topic di platform sosial media yang mereka gunakan.
Tentu jika ditelisik lebih dalam, selain karena pilihan sendiri, ada juga beberapa orang yang memang sengaja khusus dibayar untuk mendukung salah satu paslon tertentu, dan menurut saya hal ini sah - sah saja, mengingat mereka ( buzzer ) bekerja ( berkampanye ) karena dibayar berdasarkan kontrak dengan jangka waktu tertentu. Dan sudah menjadi rahasia umum, kedua kubu paslon juga menggunakan jasa mereka ( buzzer ).
Sebagai catatan, para buzzer ini pun terkadang tidak hanya memberikan informasi citra positif paslon yang mereka dukung, akan tetapi negative campaign bahkan black campaign juga kerap mereka gema - kan ( sounding ) ke pihak paslon lawan. Sasaran mereka tentunya adalah para undecided voters, yaitu para pemilih tetap yang masih gamang ( ragu ) dalam menentukan pilihan politiknya, dengan harapan pilihan politiknya bisa beralih ke paslon yang menggunakan negative campaign atau black campaign ini.
Tentu jika ditelisik lebih dalam, selain karena pilihan sendiri, ada juga beberapa orang yang memang sengaja khusus dibayar untuk mendukung salah satu paslon tertentu, dan menurut saya hal ini sah - sah saja, mengingat mereka ( buzzer ) bekerja ( berkampanye ) karena dibayar berdasarkan kontrak dengan jangka waktu tertentu. Dan sudah menjadi rahasia umum, kedua kubu paslon juga menggunakan jasa mereka ( buzzer ).
Sebagai catatan, para buzzer ini pun terkadang tidak hanya memberikan informasi citra positif paslon yang mereka dukung, akan tetapi negative campaign bahkan black campaign juga kerap mereka gema - kan ( sounding ) ke pihak paslon lawan. Sasaran mereka tentunya adalah para undecided voters, yaitu para pemilih tetap yang masih gamang ( ragu ) dalam menentukan pilihan politiknya, dengan harapan pilihan politiknya bisa beralih ke paslon yang menggunakan negative campaign atau black campaign ini.
Quote:

Quote:
Permasalahan yang terlihat jelas pada perhelatan pilpres saat ini, menurut saya adalah ketidak - jelasan hubungan agama dengan negara dalam tataran hukum. Indonesiapada khususnya, perlu untuk belajar dari negara sekular yang menjadikan agama sebagai urusan pribadi bagi warga negaranya. Sebagai negara yang beragama, boleh saja membantu agama, akan tetapi sebaiknya agama tidak dibawa ke urusan publik atau politik praktis.
Agama yang seharusnya memberi sumber dukungan moral kepada etika untuk bernegara yang baik dan benar, saat ini malah digunakan sebaliknya. Agama digunakan untuk memobilisasi massa. Simbol - simbol agama yang seharusnya suci malah digunakan untuk meraih massa.
Perlu diketahui bahwasanya memobilisasi massa seperti ini pasti ada harga yang harus dibayar, ini yang biasa disebut dengan investasi politik. Investasi politik dimana pihak yang dimenangkan selanjutnya akan diminta untuk mengakomodasi kepentingan ( mengistimewakan kelompok ) yang membawa simbol agama tersebut. Potensi clash ( benturan ) dengan agama lain yang tidak diistimewakan pun akan semakin besar, dan selanjutnya, kemungkinan besar perpecahan pun tidak dapat dihindari.
Oleh karenanya, hemat saya, pemisahan hubungan antara agama dengan negara seharusnya dapat menjadi prioritas. Karena jika negara memberi ruang bagi hukum agama, selanjutnya dapat diprediksi akan terjadi clash ( benturan ). Indonesia bukanlah negara teokrasi, dan Indonesia pun tidak bisa disebut sebagai negara sekuler, karena mayoritas masyarakatnya yang masih kental dengan nuansa ke - rohani - an.
Negara ini berdasar atas asas Pancasila dimana sila pertama memiliki atribut nyata yaitu tentang Ketuhanan, yang seharusnya melindungi kebebasan beragama bagi warganya dalam Undang - Undang, serta sepatutnya mengakui adanya lima ( 5 ) agama di negara Indonesia.
Poin terakhir, selain agama yang saya paparkan sebelumnya, adalah pentingnya peranan pendidikan tentang kewarganegaraan ( PKn ). Saya rasa sudah patut untuk digalakkan kembali kepada warga negara Indonesia, jika melihat kondisi perpolitikan serta konsep toleransi / tenggang rasa yang rasa - rasanya sedikit mulai luntur saat ini. Dan perlu dicatat, tidak hanya di sekolah saja konsep ini seharusnya di - gema - kan, tapi juga dalam aktivitas keseharian dalam masyarakat tentunya. Ini penting, agar pemahaman tentang toleransi / tenggang rasa benar - benar larut dalam diri kita masing - masing.
Tercatat, Indonesia adalah negara yang memiliki ragam kekayaan suku, bahasa, budaya, adat istiadat, dan lain sebagainya, maka sudah seharusnya - lah, kita sebagai penduduk negeri ini, menjunjung tinggi pluralisme ( perbedaan ) yang ada di antara kita ( termasuk perbedaan dalam pandangan politik tentunya ). Jadikanlah perbedaan sebagai tali pemersatu bangsa, jangan jadikan perbedaan sebagai api pemantik perpecahan bangsa.
Ada pepatah yang mengatakan seperti ini,
Hargailah orang lain sebagaimana kamu ingin dihargai,
Hormatilah orang lain sebagaimana kamu ingin dihormati,
Dan perlakukanlah orang lain sebagaimana kamu ingin diperlakukan. ~ : )
Agama yang seharusnya memberi sumber dukungan moral kepada etika untuk bernegara yang baik dan benar, saat ini malah digunakan sebaliknya. Agama digunakan untuk memobilisasi massa. Simbol - simbol agama yang seharusnya suci malah digunakan untuk meraih massa.
Perlu diketahui bahwasanya memobilisasi massa seperti ini pasti ada harga yang harus dibayar, ini yang biasa disebut dengan investasi politik. Investasi politik dimana pihak yang dimenangkan selanjutnya akan diminta untuk mengakomodasi kepentingan ( mengistimewakan kelompok ) yang membawa simbol agama tersebut. Potensi clash ( benturan ) dengan agama lain yang tidak diistimewakan pun akan semakin besar, dan selanjutnya, kemungkinan besar perpecahan pun tidak dapat dihindari.
Oleh karenanya, hemat saya, pemisahan hubungan antara agama dengan negara seharusnya dapat menjadi prioritas. Karena jika negara memberi ruang bagi hukum agama, selanjutnya dapat diprediksi akan terjadi clash ( benturan ). Indonesia bukanlah negara teokrasi, dan Indonesia pun tidak bisa disebut sebagai negara sekuler, karena mayoritas masyarakatnya yang masih kental dengan nuansa ke - rohani - an.
Negara ini berdasar atas asas Pancasila dimana sila pertama memiliki atribut nyata yaitu tentang Ketuhanan, yang seharusnya melindungi kebebasan beragama bagi warganya dalam Undang - Undang, serta sepatutnya mengakui adanya lima ( 5 ) agama di negara Indonesia.
Poin terakhir, selain agama yang saya paparkan sebelumnya, adalah pentingnya peranan pendidikan tentang kewarganegaraan ( PKn ). Saya rasa sudah patut untuk digalakkan kembali kepada warga negara Indonesia, jika melihat kondisi perpolitikan serta konsep toleransi / tenggang rasa yang rasa - rasanya sedikit mulai luntur saat ini. Dan perlu dicatat, tidak hanya di sekolah saja konsep ini seharusnya di - gema - kan, tapi juga dalam aktivitas keseharian dalam masyarakat tentunya. Ini penting, agar pemahaman tentang toleransi / tenggang rasa benar - benar larut dalam diri kita masing - masing.
Tercatat, Indonesia adalah negara yang memiliki ragam kekayaan suku, bahasa, budaya, adat istiadat, dan lain sebagainya, maka sudah seharusnya - lah, kita sebagai penduduk negeri ini, menjunjung tinggi pluralisme ( perbedaan ) yang ada di antara kita ( termasuk perbedaan dalam pandangan politik tentunya ). Jadikanlah perbedaan sebagai tali pemersatu bangsa, jangan jadikan perbedaan sebagai api pemantik perpecahan bangsa.
Ada pepatah yang mengatakan seperti ini,
Hargailah orang lain sebagaimana kamu ingin dihargai,
Hormatilah orang lain sebagaimana kamu ingin dihormati,
Dan perlakukanlah orang lain sebagaimana kamu ingin diperlakukan. ~ : )
0
391
Kutip
0
Balasan


Komentar yang asik ya


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan