Kamu dan Segala hal yang ada di muka bumi ini.

Apa yang harus aku katakan, saat segalanya berubah menjadi kamu.

Udara yang aku hirup, makanan yang aku makan, air yang aku teguk. Daun-daun yang jatuh di setiap kali senja mencumbu.

Selalu perihal kamu dan segala terkait kamu.

Aku kadang bertanya, mengapa semesta seakan berkonspirasi untuk mengingatkan aku perihal kamu?

Padahal, mati-matian sejak lama aku belajar untuk melupa. Belajar untuk tidak ingat lagi, belajar untuk tidak peduli lagi.


Karena mengingat kamu selalu menyimpan sesak yang tak pernah bisa aku pahami mengapa sangat sesak.

Mengapa mengingatmu seolah mengingat rangkaian peristiwa menyedihkan seperti letusan bom atom di Hiroshima dan Nagasaki pada tahun 1945.

Yang menyisakan mayat-mayat dan kehancuran yang tidak terhitung jumlahnya.

Mengapa aku merasa demikian, saat segala usaha yang aku lakukan tidak lain hanya untuk melupakan kamu?

Apa yang harus aku lakukan? Mengingat kamu makin lama makin menyesakan.

Membicarakan perihalmu makin lama semakin rumit.

Apa kamu tidak hendak mengatakan sesuatu kepadaku?

Kepada seorang gadis yang menyukaimu, yang jatuh cinta padamu sekian belas tahun.

Seorang gadis yang menghabiskan sisa usianya hanya untuk melihatmu dari jarak yang tidak bisa dilihat olehmu.

Ini memang terdengar agak konyol, kamu tahu. Terdengar seperti bahwa aku sengaja menghindar dan pura-pura tak mau.

Semula hal ini sama sekali bukan hal konyol kalau kamu mau melihatnya dari sisi bagaimana aku merindukanmu.

Dari sisi seorang gadis yang tidak tahu apa-apa selain merindukan kamu.

Dari sisi seorang gadis yang setiap hari bertanya, "Apa aku pernah menjadi sesuatu yang teramat berharga bagimu? Menjadi seorang yang agak istimewa, barangkali. Menjadi seorang yang sedikit saja kamu pedulikan."

Aku tidak pernah menemukan jawabannya. Selalu saja, segala perihalmu begitu menyesakan.

Maafkan, aku, inilah catatan pertama perihalmu.