

TS
Surobledhek746
BAGAIMANA RASANYA, ANAK?
Quote:
Tulisan ini dibuat oleh guru,
dibaca khusus oleh orang tua yang sudah memiliki anak.
Dilarang membaca bagi yang belum menikah apalagi jomblo.
Membacanya nanti saja jika sudah menikah dan memiliki anak.
dibaca khusus oleh orang tua yang sudah memiliki anak.
Dilarang membaca bagi yang belum menikah apalagi jomblo.
Membacanya nanti saja jika sudah menikah dan memiliki anak.


Spoiler for OPINI BERDASARKAN HASIL DISKUSI:
Ada apa gerangan, sehingga tulisan ini begitu merahasiakan isinya. Silakan dicermati isi tulisan ini, jika kemudian ada keberatan tentang isi tulisan ini silakan diskusikan dalam kolom komentar yang disediakan di bagian akhir tulisan ini.
Bermula dari diskusi yang terjadi pada kelompok kerja guru matematika se-kabupaten tentang mengapa anak sangat tidak tertarik belajar pelajaran matematika dan pelajaran lain pada umumnya. Sepertinya dari tahun ke tahun kian parah dan kian memprihatinkan.
Jika dulu, alasan pertama adalah karena guru matematika dianggap galak. Masuk kelas dengan muka garang, penggaris di tangan siap pukul siapa pun yang tidak memperhatikan. Kondisi sekarang sudah berubah. Dengan alasan hak asasi manusia, guru akhirnya mengubah penampilan. Masuk kelas dengan ramah. Menyapa riang setiap anak. Berusaha sebaik mungkin, sehingga penampilan guru di depan siswa tidak lagi menyeramkan.
Segala Model Pembelajaran telah dilakukan, motivasi kontinu juga tak ketinggalan. Nasihat hampir setiap saat terlontar di sela-sela pembelajaran.
Kemudian, apa yang terjadi pada anak?
Dilandasi oleh diskusi dari beberapa guru pelajaran lain, ternyata tidak hanya pelajaran matematika yang menjadi momok siswa. Daya tahan anak dalam kelas mengikuti pelajaran sangat jauh berkurang. Ada pun alasan mereka bermacam-macam. Diantaranya sudah capek, lapar, haus, sakit kepala, tidak sanggup memikir lagi, ingin segera istirahat, dan lain-lain.
Intinya, saat berada dalam kelas anak tidak betah. Kalau dulu mungkin sebabnya adalah karena kondisi kelas yang tidak standar, pengap, jelek, panas, dan sebagainya. Namun pada sekolah dengan fasilitas baik pun kondisi anaknya tetap sama. Padahal ada kelas yang ber-AC, kipas angina, juga ruang yang tertata rapi dan sangat layak dalam sebuah pembelajaran. Anak tetap enggan beraktifitas penuh mengikuti setiap materi pelajaran.
Tidak hanya di sekolah dasar, SMP, dan SMA.kondisinya sama. Anak enggan mengikuti pelajaran. Mudah menyerah menghadapi masalah ketika belajar. Malas berpikir. Malah ada seloroh yang sering diucapkan oleh anak, “Coba pikirikan, kami dalam kelas. Disuruh mengerjakan soal, disuruh berfikir, disuruh diskusi, disuruh melakukan ini itu. Sementara Bapak/Ibu guru hanya menyuruh kemudian duduk atau keliling memperhatikan kami. Bapak/IBu tidak ikut mengerjakan. Terus YANG MALAS SIAPA?!!”
Dalam diskusi yang kami lakukan melalui grup WAberdasarkan pengamatan guru dalam kelas, ditarik sebuah kesimpulan
1. Hanya sebagian kecil anak yang mau berusaha mengerjakan kegiatan belajar mengajar secara maksimal.
2. Anak sepertinya sudah sangat lelah sebelum pelajaran dimulai, walaupun pada jam pelajaran pertama. Apalagi jika jam pelajsran ke 3 atau ke 4 sebelum istirahat. Alasannya mudah. Lapar, haus belum sarapan.
3. Beberapa guru menyatakan, bahwa ternyata anak sebagian besar memiliki gawai, dan sangat asyik berinteraksi dengan gawainya. Kemungkinan besar adalah karena lelahnya mata melihat tampilan gawai yang begitu lama.
4. Apalagi di gawai yang mereka pegang, sebagian besar asyik memainkan game online. Terlihat dari interaksi yang mereka lakukan dengan teman mereka. Jika sudah mengobrol tentang game, mata mereka berbinar cerah. Sangat menikmati dalam diskusi-diskusi mereka.
Bermula dari diskusi yang terjadi pada kelompok kerja guru matematika se-kabupaten tentang mengapa anak sangat tidak tertarik belajar pelajaran matematika dan pelajaran lain pada umumnya. Sepertinya dari tahun ke tahun kian parah dan kian memprihatinkan.
Jika dulu, alasan pertama adalah karena guru matematika dianggap galak. Masuk kelas dengan muka garang, penggaris di tangan siap pukul siapa pun yang tidak memperhatikan. Kondisi sekarang sudah berubah. Dengan alasan hak asasi manusia, guru akhirnya mengubah penampilan. Masuk kelas dengan ramah. Menyapa riang setiap anak. Berusaha sebaik mungkin, sehingga penampilan guru di depan siswa tidak lagi menyeramkan.
Segala Model Pembelajaran telah dilakukan, motivasi kontinu juga tak ketinggalan. Nasihat hampir setiap saat terlontar di sela-sela pembelajaran.
Kemudian, apa yang terjadi pada anak?
Dilandasi oleh diskusi dari beberapa guru pelajaran lain, ternyata tidak hanya pelajaran matematika yang menjadi momok siswa. Daya tahan anak dalam kelas mengikuti pelajaran sangat jauh berkurang. Ada pun alasan mereka bermacam-macam. Diantaranya sudah capek, lapar, haus, sakit kepala, tidak sanggup memikir lagi, ingin segera istirahat, dan lain-lain.
Intinya, saat berada dalam kelas anak tidak betah. Kalau dulu mungkin sebabnya adalah karena kondisi kelas yang tidak standar, pengap, jelek, panas, dan sebagainya. Namun pada sekolah dengan fasilitas baik pun kondisi anaknya tetap sama. Padahal ada kelas yang ber-AC, kipas angina, juga ruang yang tertata rapi dan sangat layak dalam sebuah pembelajaran. Anak tetap enggan beraktifitas penuh mengikuti setiap materi pelajaran.
Tidak hanya di sekolah dasar, SMP, dan SMA.kondisinya sama. Anak enggan mengikuti pelajaran. Mudah menyerah menghadapi masalah ketika belajar. Malas berpikir. Malah ada seloroh yang sering diucapkan oleh anak, “Coba pikirikan, kami dalam kelas. Disuruh mengerjakan soal, disuruh berfikir, disuruh diskusi, disuruh melakukan ini itu. Sementara Bapak/Ibu guru hanya menyuruh kemudian duduk atau keliling memperhatikan kami. Bapak/IBu tidak ikut mengerjakan. Terus YANG MALAS SIAPA?!!”
Dalam diskusi yang kami lakukan melalui grup WAberdasarkan pengamatan guru dalam kelas, ditarik sebuah kesimpulan
1. Hanya sebagian kecil anak yang mau berusaha mengerjakan kegiatan belajar mengajar secara maksimal.
2. Anak sepertinya sudah sangat lelah sebelum pelajaran dimulai, walaupun pada jam pelajaran pertama. Apalagi jika jam pelajsran ke 3 atau ke 4 sebelum istirahat. Alasannya mudah. Lapar, haus belum sarapan.
3. Beberapa guru menyatakan, bahwa ternyata anak sebagian besar memiliki gawai, dan sangat asyik berinteraksi dengan gawainya. Kemungkinan besar adalah karena lelahnya mata melihat tampilan gawai yang begitu lama.
4. Apalagi di gawai yang mereka pegang, sebagian besar asyik memainkan game online. Terlihat dari interaksi yang mereka lakukan dengan teman mereka. Jika sudah mengobrol tentang game, mata mereka berbinar cerah. Sangat menikmati dalam diskusi-diskusi mereka.

sumber gambar 3
Spoiler for OPINI LAINNYA:
Jika sudah demikian adanya, guru merasa harus lapang dada menerima apapun kondisi anak ketika di dalam kelas. Tidak kuasa melakukan tindakan apapun selain memberikan pengertian dan motivasi yang terus menerus. Ancam berupa hukuman dan lain sebagainya mustahil dilakukan lagi.
Menyikapi anak yang sangat kurang motivasi dalam belajar ketika di sekolah diperlukan kerjasama dengan orang tua. Walaupun durasi waktu anak di sekolah sekarang diperpanjang tetap tidak anak menambah semangat belajar anak.
Kita bisa bayangkan. Sejak pukul 7.45 hingga 15.30 (SMP dan SMA) anak dijejali materi pelajaran oleh guru yang bergantian dengan jeda istirahat yang begitu singkat. Selama 5 atau 6 hari terus menerus selama bertahun-tahun. Jadi wajar jika anak jenuh dan akhirnya apatis terhadap materi pelajaran yang disampaikan guru.
Apalagi sekarang, sudah tidak ada lagi anak ketika bagi rapor mendapatkan nilai merah, seperti jaman dulu. Jika kriteria ketuntasan sekolah tinggi, maka otomatis anak mendapatkan nilai yang tinggi. Walaupun anak tersebut tidak mengerti dan tidak bisa apapun materi pelajaran yang telah diajarkan.
Istilah anak tidak naik kelas, sudah lenyap dari pola berfikir anak, jadi mereka bebas melakukan apapun ketika berada di sekolah. Toh, akhirnya saat bagi rapot nilai mereka selalu diatas kriteria ketuntasan minimal. Dan naik.
Dan masih banyak masalah lain yang berkaitan dengan tingkat motivasi belajar anak. Begitu kompleks memang akan dibahas di kesempatan yang akan datang.
Kemudian, sebagai orang tua. Apa yang akan Bapak/Ibu orang tua lakukan? Semua terserah Bapak/Ibu. Mereka adalah anak anda, jika tidak memberikan perhatian penuh pada mereka saat berada di rumah, begitulah kenyataannya.
Anak tidak hanya diberi makan, diberi pulsa untuk membeli kuota, lalu setengah malam penuh dibiarkan bermain game onlineatau berkeliaran di jalan-jalan, di gardu pos dan lain-lain. Mereka adalah generasi penerus kita. Kehidupan sulit kita saat ini akan berlipat kesulitannya di masa yang akan datang.
Menyikapi anak yang sangat kurang motivasi dalam belajar ketika di sekolah diperlukan kerjasama dengan orang tua. Walaupun durasi waktu anak di sekolah sekarang diperpanjang tetap tidak anak menambah semangat belajar anak.
Kita bisa bayangkan. Sejak pukul 7.45 hingga 15.30 (SMP dan SMA) anak dijejali materi pelajaran oleh guru yang bergantian dengan jeda istirahat yang begitu singkat. Selama 5 atau 6 hari terus menerus selama bertahun-tahun. Jadi wajar jika anak jenuh dan akhirnya apatis terhadap materi pelajaran yang disampaikan guru.
Apalagi sekarang, sudah tidak ada lagi anak ketika bagi rapor mendapatkan nilai merah, seperti jaman dulu. Jika kriteria ketuntasan sekolah tinggi, maka otomatis anak mendapatkan nilai yang tinggi. Walaupun anak tersebut tidak mengerti dan tidak bisa apapun materi pelajaran yang telah diajarkan.
Istilah anak tidak naik kelas, sudah lenyap dari pola berfikir anak, jadi mereka bebas melakukan apapun ketika berada di sekolah. Toh, akhirnya saat bagi rapot nilai mereka selalu diatas kriteria ketuntasan minimal. Dan naik.
Dan masih banyak masalah lain yang berkaitan dengan tingkat motivasi belajar anak. Begitu kompleks memang akan dibahas di kesempatan yang akan datang.
Kemudian, sebagai orang tua. Apa yang akan Bapak/Ibu orang tua lakukan? Semua terserah Bapak/Ibu. Mereka adalah anak anda, jika tidak memberikan perhatian penuh pada mereka saat berada di rumah, begitulah kenyataannya.
Anak tidak hanya diberi makan, diberi pulsa untuk membeli kuota, lalu setengah malam penuh dibiarkan bermain game onlineatau berkeliaran di jalan-jalan, di gardu pos dan lain-lain. Mereka adalah generasi penerus kita. Kehidupan sulit kita saat ini akan berlipat kesulitannya di masa yang akan datang.
Quote:
Jadi, kesimpulannya terserah anda.
Mereka adalah anak anda.
Mereka adalah anak anda.
Diubah oleh Surobledhek746 06-03-2019 23:05
6
3.7K
Kutip
204
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan