Kaskus

Entertainment

wariar17Avatar border
TS
wariar17
Kuliah; Edukasi atau Eksistensi?
Kuliah; Edukasi atau Eksistensi?

Bila rata-rata waktu bekerja orang 8 jam sehari, maka bila dikalikan semingu berarti 56 jam. Mahasiswa maksimal mengambil 24 SKS, di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 1 SKS dihitung 50 menit, total 1200 menit. Jadi mahasiswa UIN Jakarta maksimal kuliah 20 jam perminggu. Total waktu dalam seminggu adalah 168 jam.

Dengan asumsi itu, berarti waktu belajar mahasiswa dikampus kurang dari setengahnya waktu orang bekerja. Begitu banyak waktu luang yang dimiliki mahasiswa. Ini belum dihitung waktu efektif diluar jam kerja seperti waktu luang dirumah dan waktu luang akhir pekan. Lalu bagaimana sisa waktu itu dihabiskan?

Kebanyakan mahasiswa akan menjawab bahwa waktu luangnya diluar kuliah dihabiskan untuk mengikuti kegiatan organisasi baik intra maupun ekstra kampus. Tapi yang ‘kuliah-pulang kuliah-pulang (Kupu-kupu)’ lebih banyak daripada mahasiswa yang ‘kuliah-rapat kuliah-rapat (Kura-kura)’.
Salah satu petuah dosen yang sangat saya ingat adalah, “Jika Anda ingin sukses di suatu bidang, maka 50% waktu Anda harus Anda habiskan dibidang itu. Jika Anda ingin jadi akuntan, 50% waktu Anda harus dihabiskan di dunia akuntansi. Jika Anda ingin jadi fotografer, maka 50% waktu Anda harus Anda habiskan di dunia fotografi. Jika Anda ingin menjadi jurnalis, maka 50% waktu Anda harus anda habiskan di dunia jurnalistik.”

Namun petuah itu dirasa masih sangat berat, sebagian besar waktu mahasiswa dihabiskan untuk nongkrong, mengobrol, chatting, atau main game. Sangat sedikit mahasiswa yang menggunakan 50% waktunya untuk mengembangkan skillyang mereka butuhkan jika mereka ingin sukses disuatu bidang.

Ketika mendengar petuah itu, hampir semua mahasiswa terpana. Bukan kagum atau terinspirasi, tetapi merasa ‘gue salah jurusan.’ Untuk kuliah saja yang menghabiskan hanya sedikit waktu, mahasiswa masih melakukannya dengan setengah hati, apalagi kalau dosennya tidak disukai, bisa jadi kuliah karena terpaksa. Tugas kuliah pun, jika tidak mendekati deadline, enggan sekali untuk mengerjakannya. Kualitasnya pun seadanya, hanya menggugurkan kewajiban.

Sadar dengan respon mahasiswa itu, sang dosen melanjutkan petuahnya. “Jika Anda merasa salah jurusan, Anda harus menyiapkan skill lain yang bisa menyelamatkan Anda setelah lulus kuliah. Seperti jika Anda kapal besar Anda terombang-ambing dilautan, maka Anda harus menyiapkan sekoci yang bisa menyelamatkan Anda dari ganasnya lautan.”

Ungkapan ‘semakin lama kita kuliah, semakin sadar bahwa kita salah jurusan’ nampaknya benar. Mahasiswa yang sudah kuliah saparuh jalan -semester 5 keatas- masih belum yakin dengan skill yang mereka miliki. Pindah jurusan? Usia sudah terlalu tua untuk memulai kuliah dari awal. Bertahan? Terlalu berat belajar untuk hal yang tidak kita sukai.



Quote:


Dahulu yang terkenal dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta adalah pemikiran Islam. Kampus ini dikenal sebagai gerbong pembaharuan Islam atau basis Islam moderat. Bahkan dikenal istilah ‘Madzhab Ciputat.’ Sebut saja Harun Nasution, Nurcholish Madjid, Komarudin Hidayat, dan Azyumardi Azra. UIN Jakarta pun dikenal sebagai gudang para pengamat politik. Sebut saja Gun Gun Heryanto, Burhanudin Muhtadi, Ray Panguti, dsb.

Mereka semua tetap eksis dengan pemikiran-pemikiran. Mereka eksis di dunia maya, pemikiran mereka ramai diperbincangkan dan digunakan sebagai rujukan berbagai masalah keagamaan dan kebangsaan. Di dunia nyata, pemikiran mereka ikut membangun Islam dan Indonesia.

sumber gambar




Diubah oleh wariar17 12-03-2019 11:54
0
427
3
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan