
Foto: Lahan milik Prabowo di Aceh (Ist)
Banda Aceh - Prabowo Subianto dalam kampanyenya mempertanyakan program sertifikat tanah ke rakyat kecil. Ternyata, Prabowo memiliki 340 ribu hektare tanah di Kalimantan Timur dan Aceh. Untuk lahan di Aceh, tanah itu dikelola oleh PT Tusam Hutani Lestari (THL). Apa itu THL?
Dirangkum detikcom, Kamis (21/2/2019), PT THL membentang di empat kabupaten di Aceh yaitu Aceh Tengah, Bireuen, Bener Meriah dan Aceh Utara. Di lahan itu, tumbuh pohon pinus dan kini dimanfaatkan getahnya.
Saban hari, para pekerja berjumlah sekitar 600 orang menderes getah. Setelah semuanya terkumpul, kemudian dijual ke penampung. Dalam sebulan, perusahaan menghasilkan sekitar 300 ton getah pinus.
"Kalau kegiatan perusahaan sekarang hanya menderes getah pinus. Itu saja. Rata-rata getah pinus yang kita hasilkan sekitar 300 ton/bulan. Itu kita jual ke penampung," kata Staf Bagian Perencanaan dan Administrasi Umum PT THL Husein Canto saat dimintai konfirmasi detikcom, Kamis (21/2/2019).
Baca juga: Isu TKA di Lahan Prabowo, BPN: Eks Panglima GAM Linge Nyinyir Banget Sih!
Lahan yang tumbuh tanaman pinus itu dimiliki Prabowo sejak Indonesia krisis moneter. PT Tusam sendiri saat itu merupakan perusahaan patungan dengan pihak ketiga.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Aceh, Syahrial, mengatakan, kala itu pihak perusahaan mempunyai utang pada negara. Di tengah kondisi keuangan Indonesia dilanda krisis, Prabowo menyelamatkan perusahaan tersebut.
Namun Syahrial mengaku tidam mengetahui asal usul uang Prabowo membeli perusahaan tersebut. Dia juga tidak mengetahui Capres nomor urut 02 itu membeli langsung dengan pihak perusahaan atau lewat BPPN.
"Status lahan saat itu juga bukan hak guna usaha (HGU), melainkan hak penguasaan hutan (HPH), dikuasai izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu hutan dan tanaman," kata Syahrial, Rabu (20/2).
Baca juga: Eks Panglima GAM Linge Sebut Perusahaan Prabowo Pakai Tenaga Kerja Asing
Menurut Syahrial, perusahaan Tusam Hutani Lestari sudah menanam kayu di sana sejak 1993. Syahrial mengaku belum mengetahui kapan kayu-kayu di sana dapat ditebang, mengingat saat ini di Aceh belum ada industri pengolah pinus.
"Yang paling sesuai adalah untuk bahan baku kertas kraf. Saat ini untuk menjalankan roda usaha mereka, baru menyadap getah kebetulan cukup bernilai. Itu yang dijalankan untuk menghidupi perusahaan tersebut," ungkapnya.
Sementara itu, Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Aceh M Nur, mengatakan, PT THL memiliki Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu dalam Hutan Tamanan Industri (IUPHHK-HTI) berdasarkan SK.556/KptsII/1997 dengan luas areal kerja 97.300 hektare. Izin perusahaan tersebut akan berakhir pada tanggal 14 Mei 2035.
"Pada awalnya, PT THL ini berkewajiban menyediakan dan memasok bahan baku kayu kepada industri hasil hutan, yaitu PT Kertas Kraft Aceh (KKA). Dalam rentan waktu lima belas tahun terakhir, PT THL tidak melakukan operasi secara normal, dikarenakan PT KKA tidak beroperasi," kata M Nur saat dimintai konfirmasi, Senin (18/2).
"Kemudian PT THL diarahkan untuk memasok kebutuhan kayu lokal. Tetapi PT THL tidak melakukan itu," jelasnya.
Pada tahun 2014, alokasi kayu untuk PT. THL sebesar 53.000 m3. Namun karena tidak mampu meningkatkan kinerjanya, pada 2016 alokasi kayu diturunkan menjadi 35.000 m3 mendapatkan izin potong dari pemerintah.
Namun dari jumlah alokasi tersebut, PT THL hanya mampu memproduksi sekitar 700 m3.
"Ini merupakan dosanya PT THL, terlebih PT THL memiliki kewajiban untuk menanam berdasarkan jumlah potong, tapi data tersebut tidak tersedia," ujar M Nur.
(agse/asp)
https://news.detik.com/berita/d-4438...wp_nhl_judul_5
"Ini merupakan dosanya PT THL, terlebih PT THL memiliki kewajiban untuk menanam berdasarkan jumlah potong, tapi data tersebut tidak tersedia," ujar M Nur.
"Status lahan saat itu juga bukan hak guna usaha (HGU), melainkan hak penguasaan hutan (HPH), dikuasai izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu hutan dan tanaman," kata Syahrial, Rabu (20/2).