- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Ketika Dewan Juri Berbeda Selera Dengan Penulis


TS
Aboeyy
Ketika Dewan Juri Berbeda Selera Dengan Penulis
Setelah mengumumkan pemenang Lomba Baca Puisi Tingkat Pelajar SLTP, bulan Oktober 2018 lalu, seorang ibu bertanya dengan nada protes: “Mengapa anak saya tidak menang, padahal dalam setiap lomba sebelumnya ia selalu menang, paling tidak juara harapan.”

Saya dan juri lainnya terdiam sebentar, lalu teman saya yang jawab: “Karena setiap lomba itu beda kriteria penilaiannya, dan beda karakter dewan jurinya.” Setelah dijelaskan lebih lanjut, baru ibu itu pulang, entah dengan hati lega atau masih mendongkol.
***
Dalam setiap lomba, entah itu baca puisi, nulis cerpen, essai dan sebagainya, atau mengirim tulisan ke suatu media, menang tidaknya, diterima atau ditolak, atau layak tidaknya untuk diterbitkan, ya tergantung kepada dewan juri, redaktur, moderator, atau pihak yang berkompeten yang sudah ditetapkan untuk menyeleksi.
Penilaian mereka tentu saja merujuk kepada ketentuan yang telah ditetapkan. Di samping itu, subjektivitas (karakter) masing-masing juri, serta visi dan visi media juga turut menentukan. Sebagai contoh, jika sebuah media mengadakan lomba menulis cerpen. Setelah diteliti oleh dewan juri, ternyata ada 3 karya yang sudah memenuhi ketentuan, dengan skor nilai yang (hampir) sama. Maka untuk memilih juara 1, mungkin juri A lebih cenderung kepada karya Fulan karena gaya penulisannya sesuai dengan karakter dia. Begitu juga juri B mungkin lebih suka dengan karya Fulanah, karena aliran cerpennya sesuai dengan aliran yang dia suka. Akhirnya dewan juri akan berembuk dan berdiskusi, sehingga dapat ditetapkan siapa yang jadi juara 1.
***
Berdasarkan uraian tersebut, maka seorang penulis atau peserta lomba sebaiknya:
1. Bersifat Fleksibel

Fleksibel dalam arti dapat menyesuaikan diri (tampilan, tulisan, gaya, dsb) pada setiap lomba. Artinya harus berubah-ubah pola dan format dalam mengikuti setiap lomba yang berbeda-beda (tempat, media, dan dewan juri). Karena itu, pelajari dan cari tahu dulu karakter media dan dewan juri lomba yang akan diikuti. Gaya bahasa saya sendiri akan sangat berbeda, antara tulisan saya di Kaskus ini dengan tulisan di jurnal ilmiah, di media A dan B. Karena jika saya bersifat kaku dengan satu gaya saja, maka tulisan saya barangkali hanya bisa terbit di satu media saja. Karena selera tiap media dan juri, belum tentu sesuai dengan selera kita, sehingga kita yang harus menyesuaikan diri dengan mereka. Jangan egois dengan menganggap karya kita sudah bagus, karena selalu diterbitkan oleh satu media, karena belum tentu media lain suka.
2. Penuhi Persyaratan dan Aturan Lomba
Baca dan pelajari dengan seksama persyaratan dan aturan lomba yang ditetapkan, misalnya tema, panjang tulisan, format penulisan dan sebagainya. Dengan memenuhi ketentuan ini, maka karya peserta dianggap sudah lolos administrasi, sehingga berhak dinilai oleh dewan juri. Jika tidak, sebagus dan sehebat apapun karya kita, tidak akan dinilai.

Ketika lomba baca puisi tanggal 10 Februari barusan, ada mahasiswa yang me-WA saya pada hari H, “Nanya, masih bisakah daftar ikut lomba baca puisi?” Tentu saja tidak saya jawab, sebab dalam ketentuan sudah jelas pendaftaran paling lambat tanggal 9.
3. Terimalah Ketidakberuntungan Sebagai Pelajaran
Jika dalam lomba belum menjadi juara, atau mengirim tulisan ke berbagai media belum dipublikasikan, atau tidak lolos review, anggaplah itu sebagai pelajaran, sebagai koreksi di mana letak kekurangan tulisan kita, sehingga bisa diperbaiki pada tulisan berikutnya.
Sebagai contoh, pada COC Forsis Love Letter 2 tahun 2018, karya saya hanya menjadi juara favorit (4). Dari catatan dewan juri, saya belajar dan mengetahui bahwa surat cinta itu formatnya adalah Salam (Pembukaan), Isi dan Penutup. Maka pada COC Forsis 2019 barusan, karya saya bisa masuk sebagai juara 2, dengan menerapkan catatan dewan juri tersebut.
***
Karena itu, jika kita berbeda selera dengan dewan juri, janganlah ngotot, tapi ikutilah apa yang mereka suka, serta ketentuan yang ada. Dan ingat, “Keputusan dewan juri tak bisa diintervensi!” (*)
*Karya sendiri.

Saya dan juri lainnya terdiam sebentar, lalu teman saya yang jawab: “Karena setiap lomba itu beda kriteria penilaiannya, dan beda karakter dewan jurinya.” Setelah dijelaskan lebih lanjut, baru ibu itu pulang, entah dengan hati lega atau masih mendongkol.
***
Dalam setiap lomba, entah itu baca puisi, nulis cerpen, essai dan sebagainya, atau mengirim tulisan ke suatu media, menang tidaknya, diterima atau ditolak, atau layak tidaknya untuk diterbitkan, ya tergantung kepada dewan juri, redaktur, moderator, atau pihak yang berkompeten yang sudah ditetapkan untuk menyeleksi.
Penilaian mereka tentu saja merujuk kepada ketentuan yang telah ditetapkan. Di samping itu, subjektivitas (karakter) masing-masing juri, serta visi dan visi media juga turut menentukan. Sebagai contoh, jika sebuah media mengadakan lomba menulis cerpen. Setelah diteliti oleh dewan juri, ternyata ada 3 karya yang sudah memenuhi ketentuan, dengan skor nilai yang (hampir) sama. Maka untuk memilih juara 1, mungkin juri A lebih cenderung kepada karya Fulan karena gaya penulisannya sesuai dengan karakter dia. Begitu juga juri B mungkin lebih suka dengan karya Fulanah, karena aliran cerpennya sesuai dengan aliran yang dia suka. Akhirnya dewan juri akan berembuk dan berdiskusi, sehingga dapat ditetapkan siapa yang jadi juara 1.
***
Berdasarkan uraian tersebut, maka seorang penulis atau peserta lomba sebaiknya:
1. Bersifat Fleksibel

Fleksibel dalam arti dapat menyesuaikan diri (tampilan, tulisan, gaya, dsb) pada setiap lomba. Artinya harus berubah-ubah pola dan format dalam mengikuti setiap lomba yang berbeda-beda (tempat, media, dan dewan juri). Karena itu, pelajari dan cari tahu dulu karakter media dan dewan juri lomba yang akan diikuti. Gaya bahasa saya sendiri akan sangat berbeda, antara tulisan saya di Kaskus ini dengan tulisan di jurnal ilmiah, di media A dan B. Karena jika saya bersifat kaku dengan satu gaya saja, maka tulisan saya barangkali hanya bisa terbit di satu media saja. Karena selera tiap media dan juri, belum tentu sesuai dengan selera kita, sehingga kita yang harus menyesuaikan diri dengan mereka. Jangan egois dengan menganggap karya kita sudah bagus, karena selalu diterbitkan oleh satu media, karena belum tentu media lain suka.
2. Penuhi Persyaratan dan Aturan Lomba
Baca dan pelajari dengan seksama persyaratan dan aturan lomba yang ditetapkan, misalnya tema, panjang tulisan, format penulisan dan sebagainya. Dengan memenuhi ketentuan ini, maka karya peserta dianggap sudah lolos administrasi, sehingga berhak dinilai oleh dewan juri. Jika tidak, sebagus dan sehebat apapun karya kita, tidak akan dinilai.

Ketika lomba baca puisi tanggal 10 Februari barusan, ada mahasiswa yang me-WA saya pada hari H, “Nanya, masih bisakah daftar ikut lomba baca puisi?” Tentu saja tidak saya jawab, sebab dalam ketentuan sudah jelas pendaftaran paling lambat tanggal 9.
3. Terimalah Ketidakberuntungan Sebagai Pelajaran
Jika dalam lomba belum menjadi juara, atau mengirim tulisan ke berbagai media belum dipublikasikan, atau tidak lolos review, anggaplah itu sebagai pelajaran, sebagai koreksi di mana letak kekurangan tulisan kita, sehingga bisa diperbaiki pada tulisan berikutnya.
Sebagai contoh, pada COC Forsis Love Letter 2 tahun 2018, karya saya hanya menjadi juara favorit (4). Dari catatan dewan juri, saya belajar dan mengetahui bahwa surat cinta itu formatnya adalah Salam (Pembukaan), Isi dan Penutup. Maka pada COC Forsis 2019 barusan, karya saya bisa masuk sebagai juara 2, dengan menerapkan catatan dewan juri tersebut.
***
Karena itu, jika kita berbeda selera dengan dewan juri, janganlah ngotot, tapi ikutilah apa yang mereka suka, serta ketentuan yang ada. Dan ingat, “Keputusan dewan juri tak bisa diintervensi!” (*)
*Karya sendiri.
Diubah oleh Aboeyy 20-10-2019 06:11




adestiey dan mainida memberi reputasi
2
973
7


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan