Pada livedebat calon presiden tanggal 17 Februari 2019, ternyata penulis terlampau berekspektasi tinggi pada debat kedua kali ini. Penulis berharap dalam debat kedua calon presiden terdapat sejumlah adu argumentasi yang berbobot di dalamnya. Pada segmen pertama mengenai visi misi, kedua peserta debat tampak mengisinya begitu berbunga-bunga dengan melontarkan hal-hal yang dinilai bagus-bagus saja bila disampaikan ke publik.



Penulis juga mengamati akankah lebih elok jika di dalam debat tidak terdapat jeda iklan? Sehingga minim peluang tim dari masing-masing calon presiden mendekati para calon presidennya itu sendiri, yang apabila hal itu terjadi menurut penulis mutu debat pun sudah berkurang karena telah terdegradasi oleh berbagai masukan ataupun kritik dari masing-masing tim pada saat debat berlangsung yang barangkali output-nya dapat berupa sanggahan, klarifikasi, ralat ataupun koreksi dan sebagainya dari para peserta debat. Apabila hal tersebut dilakukan sebelum debat maka penulis merasa sah-sah saja jika masing-masing tim calon presiden memberikan masukan entah itu berupa strategi atau hal lainnya.

Terlepas dari berbagai hal yang barangkali bersifat teknis di atas, penulis lebih tertarik mengamati berbagai media pasca debat calon presiden tanggal 17 Februari 2019. Menurut pandangan penulis, pembingkaian atau kemudian selanjutnya di threadini disebut framing adalah penyeleksian isu dengan menonjolkan aspek realitas di mana pada kenyataannya framing yang terjadi menurut penulis lebih menyeleksi suatu isu dengan mengabaikan isu yang lain atau bahkan realita yang terjadi.



Penulis memandang, kedua kubu para calon presiden pun tampak di berbagai media melakukan berbagai trik untuk mengemas fakta dengan memilih sudut pandang tertentu yang memperuncing konflik antar kubu. Penulis mengharapkan pasca debat calon presiden, media turut menciptakan kondisi yang kondusif menjelang pemilihan presiden. Media sebaiknya menyeleksi fakta-fakta yang kemungkinan besar sensitif bagi kelompok-kelompok tertentu. Gaya penyajian yang hiperbolis oleh media tentu memprovokasi kedua kubu yang sedang 'naik panggung' di pemilihan presiden kali ini.

Tentu masih banyak aspek yang harus dikaji dari pemberitaan media perihal debat calon presiden. Media menurut penulis juga adalah variabel yang cukup determinan dalam suatu debat calon presiden. Pihak-pihak dari kedua calon presiden, penulis lihat tampak berambisi untuk menggunakan media sebagai alat propaganda. Namun pada sisi lain, masyarakat sangat tergantung pada media untuk mengetahui perkembangan debat calon presiden. Dapat dikatakan keterlibatan media dalam eventdebat calon presiden adalah suatu keniscayaan.



Penulis mengharapkan kembali di dalam suatu debat calon presiden, media tampil dengan menyajikan berita yang netral dan memihak kepada kepentingan rakyat Indonesia secara umum dibandingkan memilih mengambil sikap keberpihakan terhadap salah satu kubu calon presiden. Media sebaiknya lebih menonjolkan aspek-aspek berita yang bernilai jurnalisme yang mempersatukan rakyat ketimbang menyajikan aspek-aspek berita yang berpotensi memecah-belah rakyat.

Referensi, sumber foto & GIF:
1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8