Presiden Joko Widodo akhirnya mencabut remisi I Nyoman Susrama, pembunuh wartawan Radar Bali, AA Gde Bagus Narendra Prabangsa, tepat di Hari Pers Nasional (HPN).

Langkah ini dinilai sebagai perwujudan teori 'Hukum Responsif'. Yaitu, hukum sebagai suatu sarana respons terhadap ketentuan-ketentuan sosial dan aspirasi-aspirasi masyarakat.

Pendapat ini sebagaimana disampaikan oleh hukum tata negara, Dr Bayu Dwi Anggono.

Menurutnya, keputusan Presiden Jokowi itu sudah sesuai UU Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan.

Ini bukan keputusan politik. Melainkan keputusan hukum yang tentu sudah melalui pertimbangan hukum dan dapat pula dipertanggungjawabkan secara hukum.

Meskipun suatu keputusan yang telah ditetapkan tidak menyalahi ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, namun atas pertimbangan asas-asas umum pemerintahan yang baik yaitu 'asas kepentingan umum', maka perubahan keputusan tersebut diperbolehkan dan sah dilakukan.

Seperti diketahui, Presiden Jokowi mencabut remisi karena adanya penolakan atau keberatan pada asas-asas umum pemerintahan yang baik, diantaranya kepentingan umum, kemanfaatan, serta adanya kepentingan umum yang lebih luas.

Jadi, keputusan Presiden Jokowi membatalkan remisi pembunuh jurnalis itu bukan karena plin-plan, tetapi karena memperhatikan respon masyarakat. Ia berusaha menghadirkan pemerintahan yang responsif dengan memperhatikan kebaikan bagi kepentingan umum.

Selain itu, juga tidak melanggar hukum karena memang diberikan ruang oleh UU bahwa Presiden berhak memperhatikan kepentingan umum.

Justru inilah pemerintahan yang baik, karena mau menerima masukan dan kritikan dari masyarakat. Ia tidak anti-kritik dan mau menerima masukan dari masyarakat.