- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Menko Darmin Akui Sulit Wujudkan Janji Pertumbuhan Jokowi


TS
jonfaisal
Menko Darmin Akui Sulit Wujudkan Janji Pertumbuhan Jokowi
Menko Darmin Akui Sulit Wujudkan Janji Pertumbuhan Jokowi
CNN Indonesia | Rabu, 06/02/2019 19:58 WIB
Bagikan :
Menko Perekonomian mengakui sulit mewujudkan pertumbuhan ekonomi 7 persen yang pernah dijanjikan Jokowi saat kampanye 2014 lalu. (CNN Indonesia/Agustiyanti)
Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengakui target Presiden Jokowi membawa ekonomi Indonesia tumbuh mencapai angka 7 persen pada 2019 berat tercapai. Pasalnya, sampai 2018 pertumbuhan ekonomi dalam negeri belum bisa lepas dari kisaran 5,17 persen.
Darmin mengatakan target sulit dicapai karena proyek infrastruktur yang dibangun pemerintah sampai saat ini belum mampu memberi dampak signifikan dan cepat terhadap pertumbuhan ekonomi. Padahal, guna membangun infrastruktur, pemerintah telah mengalokasikan anggaran yang cukup besar.
"Pertumbuhan yang lebih tinggi itu mungkin tergantung pada komposisi belanja pemerintah. Dalam lima tahun terakhir, memang pemerintah mau membenahi infrastruktur. Tapi pertumbuhan itu memang tidak sampai seperti apa yang kami harapkan," ujarnya di Istana Negara, Rabu (6/2).
Meski begitu Darmin mengatakan kegagalan mencapai janji pertumbuhan tersebut tak serta merta salah. Sebab, mau tidak mau pembangunan infrastruktur memang harus dilakukan, meski harus mengorbankan pertumbuhan tinggi secara cepat.
Darmin mengatakan saat ini Indonesia sudah ketinggalan belasan tahun dalam pembangunan infrastruktur. Padahal, infrastruktur menjadi modal untuk pertumbuhan ke depan, misalnya untuk menggerakkan pertumbuhan konsumsi masyarakat hingga industri guna meningkatkan ekspor.
"Setelah ini sudah dibenahi, nanti bisa saja dibuat kebijakan yang lebih mendorong pertumbuhan, tapi tidak berarti infrastruktur kemudian menjadi tidak dibangun lagi. Dibangun, tapi mungkin tidak secepat dulu," katanya.
Selain itu, Darmin mengakui ekonomi masih belum bisa mencapai target kepala negara karena pertumbuhan industri masih terkendala banyak masalah, meski, pemerintah sejatinya sudah berusaha untuk menghapus hambatan tersebut.
Selain faktor tersebut, Darmin mengatakan lambannya pertumbuhan ekonomi dalam negeri juga dipengaruhi kondisi ekonomi global yang belakangan ini terus bergejolak. Kepala BPS Suhariyanto mengatakan gejolak berasal dari kebijakan bank sentral AS The Fed yang sepanjang 2018 kemarin agresif menaikkan suku bunga acuan mereka sebanyak empat kali.
Kebijakan tersebut sempat mengganggu kestabilan ekonomi dalam negeri. Tekanan lain, datang dari pergerakan harga komoditas yang belum menentu ditambah gejolak perang dagang yang berkecamuk antara Amerika Serikat dengan China.
Gejolak tersebut membuat topangan ekspor terhadap pertumbuhan ekonomi dalam negeri tidak sekuat harapan.
Perlu perbaikan
Suhariyanto mengatakan agar pertumbuhan ekonomi ke depan bisa semakin digenjot, pemerintah perlu memperbaiki diri. Perbaikan perlu dilakukan dengan memperhatikan komponen yang menjadi penopang utama pertumbuhan ekonomi.
Perhatian tersebut penting supaya pemerintah bisa membuat kebijakan yang tepat untuk mendorong ekonomi dalam negeri. Misalnya, indikator ekspor yang tumbuh, namun impor tinggi membuat net ekspor minus 0,99 persen.
Lihat juga:
BPS Catat Ekonomi RI Tumbuh 5,17 Persen Sepanjang 2018
"Pemerintah sudah meluncurkan berbagai kebijakan untuk tekan impor, genjot ekspor, misalnya dorong B20, tapi masih perlu kebijakan lain lagi," katanya.
Di sisi lain, ia menilai meski konsumsi rumah tangga yang selama ini menjadi penopang ekonomi masih tumbuh tokcer, namun pertumbuhan komponen ini perlu lebih didorong dari sisi pendapatan, misalnya penciptaan lapangan kerja.
Sementara saat ini, pertumbuhan konsumsi rumah tangga cukup terbantu oleh banjir bantuan sosial (bansos).
Tercatat, jumlah bansos yang diberikan tumbuh 52,48 persen sepanjang tahun lalu. Pertumbuhan ini naik dua kali lipat dari 2017 yang hanya 11,48 persen.
Pertumbuhan bansos tertinggi untuk penanggulangan kemiskinan mencapai 857,32 persen pada 2018. Kemudian, bansos untuk perlindungan sosial tumbuh mencapai 50,03 persen dan penanggulangan bencana hingga 284,1 persen.
Lihat juga:
Ekspor Anjlok, Ekonomi RI Tertolong Belanja Masyarakat
Pada masa kampanye Pilpres 2019, Jokowi menjanjikan akan membawa Indonesia menuju pertumbuhan ekonomi di kisaran 7 persen. Namun sampai tahun keempatnya, mantan gubernur DKI Jakarta itu hanya bisa membawa Indonesia mencicipi pertumbuhan di kisaran 5 persen.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat ekonomi tumbuh 5,17 persen pada 2018. Lalu, 5,07 persen pada 2017, 5,03 persen pada 2016, 4,88 persen pada 2015, dan 5,01 persen pada 2014. (uli/agt)
https://www.cnnindonesia.com/ekonomi...umbuhan-jokowi









CNN Indonesia | Rabu, 06/02/2019 19:58 WIB
Bagikan :

Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengakui target Presiden Jokowi membawa ekonomi Indonesia tumbuh mencapai angka 7 persen pada 2019 berat tercapai. Pasalnya, sampai 2018 pertumbuhan ekonomi dalam negeri belum bisa lepas dari kisaran 5,17 persen.
Darmin mengatakan target sulit dicapai karena proyek infrastruktur yang dibangun pemerintah sampai saat ini belum mampu memberi dampak signifikan dan cepat terhadap pertumbuhan ekonomi. Padahal, guna membangun infrastruktur, pemerintah telah mengalokasikan anggaran yang cukup besar.
"Pertumbuhan yang lebih tinggi itu mungkin tergantung pada komposisi belanja pemerintah. Dalam lima tahun terakhir, memang pemerintah mau membenahi infrastruktur. Tapi pertumbuhan itu memang tidak sampai seperti apa yang kami harapkan," ujarnya di Istana Negara, Rabu (6/2).
Meski begitu Darmin mengatakan kegagalan mencapai janji pertumbuhan tersebut tak serta merta salah. Sebab, mau tidak mau pembangunan infrastruktur memang harus dilakukan, meski harus mengorbankan pertumbuhan tinggi secara cepat.
Darmin mengatakan saat ini Indonesia sudah ketinggalan belasan tahun dalam pembangunan infrastruktur. Padahal, infrastruktur menjadi modal untuk pertumbuhan ke depan, misalnya untuk menggerakkan pertumbuhan konsumsi masyarakat hingga industri guna meningkatkan ekspor.
"Setelah ini sudah dibenahi, nanti bisa saja dibuat kebijakan yang lebih mendorong pertumbuhan, tapi tidak berarti infrastruktur kemudian menjadi tidak dibangun lagi. Dibangun, tapi mungkin tidak secepat dulu," katanya.
Selain itu, Darmin mengakui ekonomi masih belum bisa mencapai target kepala negara karena pertumbuhan industri masih terkendala banyak masalah, meski, pemerintah sejatinya sudah berusaha untuk menghapus hambatan tersebut.
Selain faktor tersebut, Darmin mengatakan lambannya pertumbuhan ekonomi dalam negeri juga dipengaruhi kondisi ekonomi global yang belakangan ini terus bergejolak. Kepala BPS Suhariyanto mengatakan gejolak berasal dari kebijakan bank sentral AS The Fed yang sepanjang 2018 kemarin agresif menaikkan suku bunga acuan mereka sebanyak empat kali.
Kebijakan tersebut sempat mengganggu kestabilan ekonomi dalam negeri. Tekanan lain, datang dari pergerakan harga komoditas yang belum menentu ditambah gejolak perang dagang yang berkecamuk antara Amerika Serikat dengan China.
Gejolak tersebut membuat topangan ekspor terhadap pertumbuhan ekonomi dalam negeri tidak sekuat harapan.
Perlu perbaikan
Suhariyanto mengatakan agar pertumbuhan ekonomi ke depan bisa semakin digenjot, pemerintah perlu memperbaiki diri. Perbaikan perlu dilakukan dengan memperhatikan komponen yang menjadi penopang utama pertumbuhan ekonomi.
Perhatian tersebut penting supaya pemerintah bisa membuat kebijakan yang tepat untuk mendorong ekonomi dalam negeri. Misalnya, indikator ekspor yang tumbuh, namun impor tinggi membuat net ekspor minus 0,99 persen.
Lihat juga:
BPS Catat Ekonomi RI Tumbuh 5,17 Persen Sepanjang 2018
"Pemerintah sudah meluncurkan berbagai kebijakan untuk tekan impor, genjot ekspor, misalnya dorong B20, tapi masih perlu kebijakan lain lagi," katanya.
Di sisi lain, ia menilai meski konsumsi rumah tangga yang selama ini menjadi penopang ekonomi masih tumbuh tokcer, namun pertumbuhan komponen ini perlu lebih didorong dari sisi pendapatan, misalnya penciptaan lapangan kerja.
Sementara saat ini, pertumbuhan konsumsi rumah tangga cukup terbantu oleh banjir bantuan sosial (bansos).
Tercatat, jumlah bansos yang diberikan tumbuh 52,48 persen sepanjang tahun lalu. Pertumbuhan ini naik dua kali lipat dari 2017 yang hanya 11,48 persen.
Pertumbuhan bansos tertinggi untuk penanggulangan kemiskinan mencapai 857,32 persen pada 2018. Kemudian, bansos untuk perlindungan sosial tumbuh mencapai 50,03 persen dan penanggulangan bencana hingga 284,1 persen.
Lihat juga:
Ekspor Anjlok, Ekonomi RI Tertolong Belanja Masyarakat
Pada masa kampanye Pilpres 2019, Jokowi menjanjikan akan membawa Indonesia menuju pertumbuhan ekonomi di kisaran 7 persen. Namun sampai tahun keempatnya, mantan gubernur DKI Jakarta itu hanya bisa membawa Indonesia mencicipi pertumbuhan di kisaran 5 persen.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat ekonomi tumbuh 5,17 persen pada 2018. Lalu, 5,07 persen pada 2017, 5,03 persen pada 2016, 4,88 persen pada 2015, dan 5,01 persen pada 2014. (uli/agt)
https://www.cnnindonesia.com/ekonomi...umbuhan-jokowi









Diubah oleh jonfaisal 07-02-2019 10:20


tien212700 memberi reputasi
2
1.7K
8


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan