Belajar bahasa Inggris mah les keuleus neng. Eits, tapi les kan buat yg punya duit bang. Tahun 2008, saya les bahasa Inggris, untuk kelas general Englishdoang, yang gurunya native itu 64 jam pertemuan harganya Rp1,200,000. Itu tahun 2008 ya, yang US$1 nilainya masih kisaran Rp9,300. Nah, kalau sekarang, konon katanya mencapai Rp5,000,000 biaya les untuk kelas yang sama, di tempat yang sama. Yang lebih mahal? Banyak.


Jadi, kalau gajimu nggak sampai 30 juta sebulan, mendingan main Tinder kan. Gratis. Kalaupun mau bayar yang akun plus cuma Rp129,000/bulan, kamu sudah bebas swiping around di kota manapun di dunia. Lebih murah kan daripada bayar les bahasa Inggris dengan native teacher? Jadi ya masuk akal saja sebetulnya, dan jangan dibilang munafik kalau ada temanmu main Tinder dengan alasan mau belajar bahasa asing.

Percaya nggak percaya, yang main Tinder untuk cari teman ngobrol tuh beneran ada. Segitunya nggak punya teman apa gimana? Ya entahlah. Tapi kenapa saya percaya bahwa ada orang-orang diluar sana yang beneran main Tinder hanya untuk cari teman ngobrol? Karena tidak semua yang cari teman ngobrol itu memilih teman yang beda jenis kelaminnya.


Yes, kalau kamu nggak percaya, coba deh ganti preferensi jenis kelamin di akun Tindermu jadi sejenis kelamin sama kamu. Eits, tapi hati-hati ya, kalau preferensinya jenis kelamin yang sama, ada resiko besar di dalamnya. Kamu bisa saja ketemu para penyuka sesama jenis. Trus apa salahnya? Ya nggak ada sih, kalau emang suka sama suka mah, jalanin aja dulu. 

Yup, ada juga yang secara profesional menjajakan jasa pemuas hasrat seksual. Nah, kalau nemu yang tipe ini, jangan harap kamu bisa chit chatasyik. Umumnya, mereka akan langsung kasih price list, nggak banyak basa basi. Karena waktu adalah (literally) uang ya beb.


Yang jual jasa biasanya akan memajang foto-foto menggemaskan yang akan bikin kamu mimisan. Ada juga yang di bio-nya ditulis terang-terangan jenis jasa apa saja yang bisa kamu dapatkan dari mereka. Bahkan, konon katanya yang model begini ada management khususnya lho. Tarif variatif, tapi tenang, nggak akan sampai 80 juta per malam, jadi masih bisa dibilang ramah di kantong lah ya. Eh, tapi mungkin ada juga yang 80 juta per malam...hmmm.

Ini jualannya beda ya. Bukan jualan jasa pemuas seksual. Tapi bisa jualan apa saja. Bahkan ada lho yang jualan furnitur bikin akun dengan foto-foto barang yang dijual serta menyertakan nomor kontak yang bisa dihubungi di bio. Yah, namanya saja pengusaha sejati beb, dimana bisa promosi yang harus dimanfaatkan sebaik mungkin, apalagi kalau promosinya bisa gratisan, kapan lagi yeee kaan? 

Mungkin ini juga terdengar seaneh cari teman ngobrol. Tapi faktanya, ada saja solo traveler yang lewat Tinder cari partneruntuk menjelajahi lokasi wisata. Atau untuk sekadar makan/ngopi bareng sambil share pengalaman traveling karena lagi bosan sendirian. Biasanya yang model begini sih sama-sama traveler. Tapi nggak jarang juga mereka memilih warga lokal untuk jadi teman jalan. Lumayan kan, dapat pemandu wisata gratisan.

Wait! What? Ya ya ya, mungkin ini membuat terkejut abang terheran-heran. 
Meski saya sendiri selalu berpendapat, nggak masuk akal orang cari hubungan serius di aplikasi kencan paling nggak serius, tapi kenyataan berkata lain, sayang. Dari teman yang saya kenal secara langsung saja, sudah ada 2 yang punya hubungan serius berawal dari matchdi Tinder. Nah, yang temannya teman dan atau saudaranya teman, bahkan sudah ada yang menikah dengan pasangan yang mereka dapatkan dari Tinder. Intinya, mau se-absurd apapun kedengarannya, tapi jodoh nggak ada yang tahu pemirsa, bisa ketemu kapan saja dan di mana saja.