Kaskus

Hobby

rubychieAvatar border
TS
rubychie
PINTU LAIN
Pintu Lain

Chapter 1 : Awal yang aku tahu

Namaku Citra. Usiaku 26 tahun. Aku memiliki dua orang adik bernama Dinda dan Khila. Aku akan berbagi kisah tentang keistimewaan yang dimiliki oleh adik pertamaku, Dinda. Kisah ini adalah kisah nyata yang diutarakan oleh Dinda dari awal dia melihat hingga saat ini, saya adalah pendengar dan penulisnya saja, meskipun saya juga mengalami hal-hal yang ganjil. Saya akan tetap berpartiaipasi "Aku percaya bahwa dunia selain kita itu ada".

Agustus 2001
Dinda lahir pada bulan ketiga tahun 2001. Pada saat itu usianya baru 5 bulan. Aku teringat saat kami baru pindah rumah, di sebuah daerah di Bandung yang terletak di pinggiran kota. Rumah sederhana yang tak begitu besar ukuranya. Dulu Bandung terasa masih sangat dingin dan sejuk. Setiap malam harus memakai jaket tebal dan selimut hangat. Sampai harus mengeluarkan asap saat berbicara di malam dan dipagi hari. Rumah yang saya tempati itu baru setengah jadi. Yang sudah ada gentengnya cuma ruang tamu, dan kamar depan saja. Sisanya masih langit. Meskipun rumah sudah jadi tapi masih belum digentengi semua. Disebelah rumah ada kebun pisang sama semak belukar yang lebat. Sedangkan dibelakang rumah ada pekarangan besar dan sawah-sawah yang luas membentang.

Suatu hari Dinda menangis dari mulai habis maghrib sampai tengah malam tanpa berhenti. Pada saat itu habis maghrib, Dinda digendong pakai selendang batik sama ibu saya. Saya sedang belajar saat itu masih SD kelas 2, saya merasa terganggu karena Dinda tak kunjung berhenti menangis. Aku bujuk dia dan menghibur dengan mainan tetapi tetap menangis. Seingat saya pada saat itu, setiap kali Dinda menoleh kebelakang dia selalu menangis lebih berteriak lagi, seolah-olah ada yang sedang menakut-nakutinya. Kami tidur di kamar depan. Didalam kamar ada sebuah jendela kaca yang cukup besar. Dan seberang kaca adalah pohon mangga yang cukup besar. Tidak ada yang paham kenapa Dinda selalu saja menangis setiap maghrib meskipun sudah digendong. Ada sebuah sudut yang sangat dihindari oleh Dinda pada saat itu, sudut disebelah kanan kamar bagian luar (posisinya sekarang ruang di bawah tangga menuju lantai dua). Setiap kali Dinda menoleh ke tempat itu Dinda akan lari dan mencari ibu, langsung minta di gendong selalu seperti itu. Kadang kalau sedang saya gendong, dia mengamati tempat itu sejenak terus menunjuk kearah lain supaya tidak melihat tempat itu.

Awalnya ibu saya tidak sadar akan yang dialami Dinda saat itu. Namun kakak tertua dari ibu saya berkata pada ibu saya, "Anakmu nangis terus karena ada yang ngajak main, tapi wajahnya jelek, rambutnya keriting, pendek (kerdil). Hati-hati aja," kata Pakde saya. Pakde Yanto adalah kakak tertua ibu saya yang punya kemampuan "bisa melihat". Setiap sore, Dinda digendong sambil sholawatan supaya bisa tidur. Hingga suatu hari pas hari kelahirannya (weton) Dinda, Minggu kliwon, Dinda menangis lagi dari habis maghrib sampai tengah malam, badanya juga panas. Nangisnya nggak wajar kaya orang kesakitan, teriak-teriak sampai suara serak. Saking bingungnya ibu saya, karena udah nggak tau harus bagaimana lagi jadi telpon Pakde Yanto.
Pakde bilang, "Sekarang wetonnya Dinda, jadi "dia" ngajak main lagi. Nanti dibawah kasur yang buat tidur simpan tiga batang sapu lidi utuh, jangan ada yang patah, tali pake karet terus simpan di bawah kasur tempat tidur".
Saya tidak paham maksudnya tapi saya disuruh ngambil lidi dari sapu lidi terus diikat menggunakan karet gelang. Lalu disimpen dibawah kasur. Dinda masih nangis guling-guling kaya orang ngamuk dan teriak-teriak. Tapi lama kelamaan sambil diminumin air hangat Dinda berhenti menangis. Kira-kira Dinda menangis dari jam setengah 7 sore sampai jam 11 malam.

Setelah kejadian itu, Dinda jarang menangis lagi. Paling sesekali tidak setiap hari.

Yang saya ingat waktu itu, 3 batang lidi yang diikat karet gelang sambil dibacakan "ayat kursi" sambil mengikatnya supaya lidi tersebut adalah alat untuk memukul sang anak pendek berambut keriting agar segera pergi dan tidak mengganguu lagi. Hingga berbulan-bulan saya lihat 3 batang lidi itu bersemayam disana sampai akhirnya mungkin teebuang.

Sekian.
Simak cerita beeikutnya ya...
0
331
0
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan