Kaskus

Story

shochateyoAvatar border
TS
shochateyo
Sekuntum Rosela
Sekuntum Rosela


MOS (Masa Orientasi Sekolah) atau
MOS (Modus Oleh Senior).

Teeeeet... Teeeeet... Teeeeet, bel berbunyi tanda gerbang sekolah akan dikunci. Seperti biasa aku hanya santai melenggang berjalan secara rumahku hanya berjarak <100m dari sekolah. Tak ada rasa risau ataupun bersalah, maklumlah hari ini hari pertama orientasi siswa baru. Selama 3 hari Siswa baru diwajibkan MOS (Masa Orientasi Sekolah) dimulai hari kamis dan berakhir dihari Sabtu. "Hhee dapet adik-adik baru lagi niih".. ucapku dalam hati.
Tepat didepan pagar Pak Nandal satpam sekolah memperhatikan dengan seksama, "pakai dasimu, ujarnya sambil memberi isyarat memperagakan seolah-olah iya yang mau mengenakan dasi dibajunya".
"Nanti dong Pak, jawabku dengan tenang. Santai aja tambahku dengan senyum canda".
"Arah jam 3, Pak Nandal memberi isyarat sambil melirikkan matanya".
"Shoheh, dasi mana dasimu ?". Tanya Ibu Kismiwati (Ibu Kismiwati adalah Kepala Sekolah disekolahku).
"Ada dong buk, jawabku santai sambil menunjukkan dasi yang baru kurogoh dari dalam kantong baju seragamku".
"Bandel banget anak Ibu yang satu ini, ayolah jangan kasih contoh yang ngga baik untuk adik-adik kelasmu".
"Siap bu, sambil menyerahkan dasi kepadanya".seperti biasa bu tolong pasangin, ujarku.
"Pakai dasi aja ngga bisa kamu, sambil memasangkan dasi keseragamku".

Luar biasa, Beliau adalah Kepala Sekolah yang mendidik dengan santun, mungkin itu yang aku rasakan.

_____

Assalamu'alaikum Warohmatulloohi Wabarokaatuh, Partolo sang Ketua OSIS membuka MOS dengan ucapan salam. Gemuruh jawaban salam "Wa'alaikumussalam Warohmatulloohi Wabarokaatuh" terlontar dari peserta MOS dan Jajaran OSIS serta Staff Guru dan tak lupa Sang Kepala Sekolah yang baik hati. Partolo Membacakan susunan acara dengan sedetil detilnya.

Aku memandangi jam tanganku yang kupakai disebelah kanan menunjukkan pukul 8.45wib. Adapun Banyak yang bilang sombong pakai jam ditangan kanan, tapi selalu kupatahkan setiap orang yang berkata itu didepanku dengan jawaban "ontong kupakek ditangan kanan, kalo kupakek dikaki payah kalo nak jingoknyo" (bahasa Palembang, artinya "untung aku pakai ditangan kanan, kalau aku pakai dikaki susah kalau mau melihatnya) yang kurasa penuh canda namun sedikit garing alias klise alias biasa biasa aja alias apalah terserah. Mungkin juga mereka merasa jawabanku gila.

Dengan Suara yang lantang, bak Panglima Perang Memimpin Pasukan, Partolo membaca dengan keras, maklum Anggota Paskibraka di sekolah kami.
Susunan Acara yang dibacakan dengan tegas oleh Ketua OSIS berjalan tertib dan lancar, setelah pembukaan dari Ketua OSIS, Kata Sambutan dari Kepala Sekolah, dan terakhir diacara pembukaan MOS dilanjutkan dengan Perkenalan diri dari Kepala sekolah, Staff guru sampai kepada Ketua OSIS beserta Anggota-anggotanya.

Pengenalan Kepala Sekolah dan Staff guru pun selesai, Ibu Kismiwati meminta mik dan menyatakan bahwa MOS akan dilanjutkan sepenuhnya oleh OSIS, dan Kepala Sekolah dan Staff guru undur diri.

Acara dilanjutkan dengan pengenalan Ketua OSIS dan Jajaran OSIS. Sampai pada Giliran Namaku disebut oleh Devi Novisari (Sekretaris 1 OSIS).

"Wakil Ketua OSIS, Shoheh Maklumat". Ia memberi jeda sebentar lalu memanggil lagi, kali ini dengan nada mayor kayaknya.
"Shoheh Maklumat, Sambil membentangkan pandangannya yang terhalang kacamata minus kekanan dan kekiri serta keatas".
"Shoheh Maklumat, Namaku dipanggilnya lagi!". dengan intonasi suara yang keras dan jelas terdengar sangat emosional.
"Mano pulok Shoheh ni, katek orosan nian (dimana Shoheh ini, ngga ada kerjaan banget). Gerutu sisekretaris dengan bahasa Palembang dengan dialek khas".

Karena akunya dirasa ngga ada, jadi langsung dilanjutkan dengan perkenalan sekretaris, bendahara, seksi rohis, dan seterusnya.
"Adik-adik semua, setelah pengenalan ini yang bertepatan dengan waktu Istirahat maka setiap siswa yang mengikuti MOS diharuskan meminta tanda tangan seluruh jajaran OSIS tanpa terkecuali. Maksud Saya, Siswa cewek diwajibkan meminta tanda tangan Kakak OSIS yang Cowok, dan siswa Cowok minta tanda tangan OSIS yang cewek. Kami beri waktu sampai pukul 10:30. Jadi ada Waktu selama 1 jam untuk meminta tanda tangan. Kata Parto dengan senyum simpul". Jangan Khawatir OSIS yang cowok cuma 11 orang dan OSIS yang cewek 17 orang. Lanjut penjelasan Partolo dengan bibir dinaikkan keatas. Dan satu lagi, kalau ngga dapet hari ini, ya besok. Batas waktunya hari Sabtu dikumpul. Dan ingat ngga boleh ada yang kosong tanda tangannya. Bila kosong terpaksa mengulang MOS ditahun depan. Eits, jangan coba-coba malsuin tanda tangan, kalau ketahuan MOS lagi ditahun depan. Ancam Parto kepada mereka. Jadi adik-adik kerahkan kemampuanmu agar kakak-kakak OSISnya mau tanda tangan, kalau ngga mau nurut syarat dari kakak-kakak OSIS yang dimintai tanda tangan, ya pastinya kosong dong tanda tangannya. Kalau Kosong, ya ngulang tahun depan. Aah, ini perkataan Partolo jelas Modus nih. Gumamku dalam hati. Padahal tanda tangan itu hanya Formalitas aja, dan ngga akan ngulang taon depan kok bagi yang ngga lengkap tanda tangan OSISnya. Modus, dasar suka modus.

Tahun lalu, Aku ngga ikut MOS. Ngga ada namanya itu ngulang MOS segala. Sekarang jadi wakil OSIS. Yah, Wakil yang kalah 2 suara dari Partolo. Aku ingat betul, Nyimas Ayu dan Itasilvy harus ku paksa milih Partolo, sambil merengek ala ala anak kecil minta dibeliin es krim "tolongla, dak kado kamu dak galak nolong aku, pilih Partolo bae, nak nyaroke aku kalo kamu biarke aku jadi ketuo. Tolong ye, Plizzz". kataku dalam Bahasa Palembang yang artinya "tolonglah, tidak mungkin kamu tidak mau menolong aku, pilih Partolo saja, mau menyusahkan aku kalau kamu biarkan aku jadi ketua". Sip, Akhirnya Partolo Waluyo Dinobatkan menjadi Ketua OSIS. Kalau ingat itu, aku langsung nyengir sendiri, kok bisa ya aku memelas minta tolong. Akupun masih ingat, Nyimas bilang, "ikut theatre aja lo Heh, actingmu amburadul".
"Ikut tuh theatre, biar bisa acting, jadi bisa natural, jangan amburadul kayak siadul". Hah kirain waktu itu mau memuji, rupanya malah mencela.

"Kak, sambil mengacungkan telunjuk. Perkenalkan nama saya Larawaty Ningtyasih, biasa dipanggil Laras. Mau tanya, boleh?
"Oke, silahkan". Partolo mempersilahkan.
"yang pakai pita warna hijau dilengan kanan, itu tanda bahwa Jajaran OSIS ya, kak ?". tanyanya dengan senyum yang manis, terlihat lekuk lesung pipinya menambah pesona diwajahnya.
"Ya, benar banget", Ujar Partolo. Jadi Mudah Membedakan Mana Yang OSIS mana yang... "
"Sosis, hhhaaa celetuk renyah dari Gifta sang Bendahara OSIS.
"Aduh, Gifta". Sambil menempelkan telapak tangan didahinya, Partolo melanjutkan tanpa mengulang kata-kata yang dijadikan bahan candaan oleh sang Bendahara. "Jadi taukan bedanya ya"... Partolo tersenyum, walau terlihat sedikit malu. Mungkin karena ulah jahil Gifta tadi.
"Kak, berarti yang itu OSIS juga dong?".

Telunjuk Laras mengarah kepadaku. Aku menundukkan kepala agar tak terlihat. Haduh, "la besingit masih jugo tejingok" (Haduh, sudah bersembunyi masih juga terlihat). Gerutuku dalam hati. Semoga saja ngga kelihatan, lanjutku berkata dalam hati. Padahal aku sudah bersembunyi dibarisan tengah kumpulan siswa siswa baru, dan kuyakini kemungkinan ketahuan persentasenya kecil sekali. Aneh bagiku, Laras itu disebelah kiri kumpulan siswa siswa Cewek dan posisinya didepan. Lah, aku disebelah Kanan dan posisiku ditengah. Kok bisa Dia lihat pita pengenalku ya. Aneh, sungguh aneh bagiku.

"La ketawan, kesinila kau tu, Shoheh (sudah ketahuan, kesinilah kamu itu, Shoheh), cetus Nitalia (Sekretaris 2 OSIS).
"Siap, 86" jawabku dengan pasti, sekonyong konyongnya aku melangkah kedepan. Aku mengambil mik dan seperti ngga terjadi apa-apa, lalu berkata "Assalamu'alaikum Brother". Wa'alaikumussalam, jawab jajaran OSIS. Namun tak demikian dengan Para Peserta MOS. Yaa Mata mata itu memandangku dengan terlihat aneh. Mungkin mereka bertanya tanya dalam hati, jangan-jangan ni orang kurang waras. Walau sempat terdiam sejenak, lalu salamku dibalas juga oleh mereka.

Masih Labil, Itulah diriku saat ini,
Masih Mencari Jati Diri.

_____

"Hei, Kak minta tanda tangan dong". Suara itu menyapaku. Aku pura-pura tidak mendengar.
"Hei, Kak Shoheh Maklumat". Hah aku ngga salah denger?, kok bisa dia hapal namaku. Aku tak langsung melihat siapa sosok yang menyapaku itu, tapi aku langsung melihat apakah namaku tertera di seragamku? (Nama diseragam sekolahku jarang aku pasang. Namaku bisa dilepas dan dipasang karena menggunakan perekat. Kalau di Palembang disebut "Seretan".). Aku heran, kulirik buku yang dia sodorkan diatas mejaku. Tertulis jelas disebelah kiri adalah Namaku dengan benar "SHOHEH MAKLUMAT" dan disebelah kanan kolom kosong, sepertinya tempat untuk tanda tangan.
Aku kira hanya aku yang terkejut, Dendi yang sedari tadi bersamaku diperpustakaan ini, yang juga duduk didekatku, yang menyaksikan dengan sejelas jelasnya pun ikut terkejut. Kok bisa, semua kejanggalan demi kejanggalan mulai dari pita sebelah kanan tanda OSIS, sampai ini pun aku bingung, kok bisa tau ejaan namaku dengan benar. Asal tau aja, biasanya orang yang ngga akrab denganku, pasti salah ataupun kurang huruf "H" dalam menuliskan namaku. Nah, ini kok bisa pas banget penulisan namaku.

Apakah dia orang yang sama ?
Apakah mungkin orang yang lain lagi ?

_____

"Kok Langsung dikasih, Sho ?". Jengkel Dendi terdengar jelas.



"Kujawab dengan senyum saja ya", kataku pada Dendi sembari melihatkan senyumku yang akupun meyakini Dendi kesal ketika melihat ulahku ini.

Dendi Sofyandi nama lengkapnya. Dari SMP kami berteman akrab bak saudara serahim, walau ogah rasanya bila serahim dengannya. Rahasiaku ada padanya dan sebaliknya juga dengan rahasianya ada padaku. Kami menyukai hal hal yang sama, mulai dari musik sampai masalah film, pelajaran fisika dan kimia pun demikian, serta hal hal kecil lainnya. Tapi tidak masalah puisi dan cara pandang tentang wanita. Dia lebih suka mengekpresikan rasa melalui gambar bukan puisi. Dia lebih memandang wanita berdasarkan kecerdasan bukan berdasarkan hati. Itu menurutku.

Pernah suatu waktu kami ikut menonton lomba. Dendi bilang bahwa Kakak kelas kami, Wulan namanya. Dia suka padanya karena juara Umum waktu lomba Dibalai bahasa.

"Ini dia cocok jadi Ibu bagi anak-anak ku kelak". Katanya demikian.

"Aku heran dengan kamu Sho, seharusnya orang seanggun dan semanis itu sudah seyogyanya diajak bicara, basa basi sedikitlah biar akrab biar enak nantinya, siapa tau jodoh", Dendi melanjutkan.

"Si Ridho maksud lho, hhaaa udah berubah haluan suka cowok ya... Aduh LGBT, jadi ngeri saya... Hhaaa".

"Stttt, ini perpustakaan ya, bukan kantin". sinis bercampur marah dan dibumbui sedikit emosi terdengar dari ucapan Buk Tanti selaku Penjaga Perpustakaan.

Tapi Aku bisa mengerti bahwa memang perpustakaan adalah tempat yang tenang, dan seharusnya begitu. Tulisan di secarik kertas yang terdapat didalam bingkai kaca, terpampang didinding kanan mewakili apa yang diucapkan Ibu Tanti tadi "Perpustakaan Tempat Membaca Bukan Bercanda".

Itulah mengapa tanpa basa basi yang basi nan penuh modus gatal dan garing, tak kuberikan kepada mereka yang meminta tanda tanganku setengah jam yang lalu.

Aku tau jelas bahwa mereka berlima yang notabene adik kelasku itu, ingin mengakrabkan diri agar tak canggung nantinya bila bertemu. Aku hanya menanyakan nama kepada satu orang laki-laki yang tinggi putih, tegap dan terlihat macho bila ngga mendengar suaranya.

Namanya Ridho, itu katanya. Hhaaa bila kau dengar suaranya maka ngga ayal kau pasti langsung teringat sosok Tesi Srimulat atau Olga yang gemulai. Mereka berlima Cuma Ridho yang cowok. Selebihnya 1 wanita berjilbab dan 3 wanita yang aku rasa belum sadar wajibnya jilbab. Dari ke empat Wanita itu aku mengenali Dia, ya Dia yang lesung pipinya manis semanis gulali. "Laras, aku yakin itu Dia.

Namun yang masih merupakan tanda tanya besar di kepalaku adalah suara menyebut namaku dengan jelas adalah suaranya. Akan tetapi satu satunya buku yang benar menuliskan namaku tanpa keliru, hanya dia si gadis berjilbab itu. Ah sudahlah, mungkin hanya kebetulan saja.

Tanda tanya besar, namun abaikan saja.
Kurasa itu tak penting.

_____

Acara demi acara MOS berlalu tanpa aku. Walau aku adalah panitia, cocok bagiku diberi gelar panitia nebeng nama doang. Yah karena aku ngga mau ikut terlihat, aku benci modus-modus murahan receh untuk cari simpati dan sebagainya. Contoh nyata modus itu, terlihat ketika Partolo memberi waktu 10menit untuk meminta semua anggota MOS membuat puisi yang ditujukan kepada OSIS.

"Oke, saya kasih waktu 10 menit. Buat Puisi Untuk Kakak kakak OSIS yang disukai. Yang Cowok untuk Kakak OSIS Cewek dan Yang Cewek untuk Kakak OSIS Cowok. Eiiiits, jangan lupa tulis nama ya.

Terkadang Modus Bisa Merendahkan dirimu lho...

_____

"Setelah kami teliti dan kami cermati, kami telah menghitung dengan seksama yang banyak mendapat puisi adalah saya". Ungkap Partolo dengan Bangganya. Dan yang paling sedikit, yaitu hanya 3 Puisi saja jatuh kepada Febrianti...

Partolo diam sejenak, setelah Devi memberikan kode bahwa dia ternyata terlalu semangat sehingga salah.
"Maaf, saya ralat". Bukan Febrianti tapi Shoheh yang dapat 3 Puisi dan Febrianti 5 Puisi.

Aku yang enak-enak santai menulis puisi, bertemankan Dendi yang sibuk melukis lambang salah satu band kesukaannya "Linkin Park", tiba tiba dipanggil Nyimas.

"Sho, Nyimas berkata sambil menarik tanganku. Pelapeh kelapangan, cepetla" (Ayolah Kelapangan, Cepatlah).

"Dak lemak dijingok uwong, bukannyo aku ni budak TK (Tidak enak dilihat orang, bukannya aku ini anak TK). ujarku dalam bahasa Palembang.

Sepanjang perjalanan mata mata memandangi ulah dari Nyimas kepadaku. Ketika sampai ketengah lapangan aku dikejutkan dengan kata kata Partolo "nah, ketiga orang yang saya sebutkan maju ke depan ya dan membacakan puisinya. "Laraswati, Mariah Elvina, dan Bella Amiral".

Bergantian mereka membaca puisi, dan aku dengar semua puisi mereka untuk aku. Partolo memang aneh, buat modus kok jadi gue yang dilibatkan. Gerutuku dalam hati.

Memang bagus bagus puisi dari mereka, sampai sampai aku berpikir, kalau diasah lagi sedikit lagi aja, bisa bisa kalau ikut lomba kayaknya juara deh.

"Nah, 3 puisi sudah dibacakan". Jelas Partolo. Sekarang ngga adil bila yang dikasih puisi ngga bales puisi juga, iyakan".

Suara riuh bilang iya dari anggota MOS dan OSIS menggema di seantero sekolah.

"Aku memang suka menulis puisi, dan tepatnya masih belajar, namun aku ngga pandai membacanya". kataku dengan jelas. Bagaimana kalau Aku meminta tolong, barangkali ada yang bersedia membantu membacakan ?

Dengan keyakinan yang menggunung, jikalau aku boleh mengibaratkan. Seorang Cewek menggunakan jilbab maju ke depan. Dan memperkenalkan diri...

"Perkenalan nama saya Mariah Elvina dan siap membantu pastinya".

"Terimakasih sebelumnya". Ujarku sambil memberikan buku kumpulan puisi hasil karyaku.

"Dia membolak-balik lembaran demi lembaran dengan teliti, nampak raut mukanya serius lalu bertanya padaku, "yang ini boleh saya baca kak? Sambil menunjuk puisiku yang berjudul "Sekuntum Rosela".

"Aku mengangguk, mengisyaratkan boleh". Tetapi, Dia dengan santainya membaca bait-bait puisi itu tanpa suara. Pikirku, mungkin biar penghayatannya nanti bisa pas, jadi dikajinya dulu kata perkata yang mengandung makna.

Aku melihat sorot matanya itu seperti pernah kulihat sebelumnya. Setelah berpikir dengan keras, aku baru menyadari, Dia salah satu dari 5 orang yang meminta tanda tanganku di perpustakaan sejaman yang lalu. Dan aku menyadari bahwa Dia itu yang menulis namaku dengan benar dan hanya dia yang benar menulisnya dibuku tanda tangan OSIS.

Dia mulai membacakan puisiku.

Pelipur Lara

Tuliskan Penat Hapuskan Pekat,
Luluh Lantakkan Hegemoni Fatamorgana Ingin Memiliki dan Dimiliki.
Lupakan Mimpi Gegabah Penuh Obsesi,
Mimpi Para Kurcaci Persunting Bidadari.

Sontak aku terkejut, bukan "Sekuntum Rosela" yang dia bacakan, melainkan lembaran dibelakangnya berjudul "Pelipur Lara". Sungguh wanita yang aneh, pikirku dalam hati.. Kok bisa bisanya izin baca "rosela" tapi malah "pelipur" yang dibacakan.

Keharuman Wangi bidadari boleh Dinikmati, Namun Hanya Sebentar dan Harus Pergi.
Dihati Itu, Wajib Lengserkan Relung Ruang Sadar Dipenghujung Hari,
Agar Dapat Bedakan Mimpi Atau Halusinasi.

Pernahkah Berpikir Untuk Rehat ?
Ataukah Menunggu Tak Elok Lalu Diolok olok ?

Dia berhenti sejenak, sambil melirikku dengan senyum manisnya. Lalu melanjutkan puisiku.

Ini Hati Bukanlah Gumpalan Gandum,
Bukan pula Bakwan Bang Jajak,
Apalagi Omelet Telur Buatan Nita.
Jadi Berhentilah Memanipulasi Rasa.

Sudah Cukup Duka Membumbung Nan Ranum,
Waktunya Move On Bung,
Karena Cinta Butuh Saling Peduli,
Bukan Modus Janji janji.

By.Blitzkrieg

Tepuk tangan dan sorak sorai menandai berakhirnya puisi yang dibaca oleh Mariah.

"Terimakasih ya", ucapku dengan memberikan senyuman kepadanya.

Dengan Wajah datar tanpa ekspresi, Dia membalas senyumku dengan merobek lembaran kertas yang puisinya Dia baca. Aku sungguh terkejut, dan bukan aku saja yang terkejut karena semua yang ada di sana mengeluarkan ekspresi yang hampir sama denganku.

"Ini buat aku, katanya sambil tersenyum dan menunjuk puisi yang berjudul "sekuntum Rosela". "Terimakasih sudah memberikannya padaku". Ucapnya lagi, sambil berlalu memasuki kumpulan anggota MOS yang lain.

Sungguh, Dia Wanita yang aneh...

_____

Diubah oleh radheka 27-01-2019 03:49
anasabilaAvatar border
anasabila memberi reputasi
1
991
5
Thread Digembok
Urutan
Terbaru
Terlama
Thread Digembok
Komunitas Pilihan