- Beranda
- Komunitas
- Story
- Stories from the Heart
KUMPULAN CERPEN RINGAN SEHARI -HARI


TS
breaking182
KUMPULAN CERPEN RINGAN SEHARI -HARI
Quote:
Terimakasih untuk teman -teman yang berniat dan meluangkan waktu membaca cerita -cerita ringan ku. Cerita ini merupakan cerita nyata dan riil yang pernah aku alami sendiri. Ceritanya sangat ringan gak perlu mikir dan berkerut dahi, hanya cerita dan pengalaman orang kebanyakan. Beberapa nama orang sengaja disamarkan atas permintaan orangnya, ada juga yang sengaja aku samarkan biar tidak terendus istri. Tetapi, ada pula yang beda sendiri ia minta ditulis nama asli. Katanya bisar terkenal di KASKUS. Dan itu adalah Gunawan....( nama kamu sudah aku tulis )
Kalian bisa membaca berurutan sesuai indeks yang ku buat, atau bisa baca acak sesuka kalian. Aku gak maksa juga. Kalau misal kalian iseng atau gila bisa membaca sambil salto, roll depan 2x atau roll belakang 2x. Sekali lagi aku gak maksa gimana kalian mau baca. Selamat membaca.....
Kalian bisa membaca berurutan sesuai indeks yang ku buat, atau bisa baca acak sesuka kalian. Aku gak maksa juga. Kalau misal kalian iseng atau gila bisa membaca sambil salto, roll depan 2x atau roll belakang 2x. Sekali lagi aku gak maksa gimana kalian mau baca. Selamat membaca.....
Quote:
SUNATAN
Setiap manusia memiliki moment – moment tertentu yang tidak mungkin di lupakan, ada dua moment biasanya. Kalau gak sedih ya menyenangkan. Dan bagiku salah satu moment yang tidak aku lupa adalah moment sunatan. Masih ingat saat itu, aku sunat pas kelas 6 SD. Pada saat libur panjang setelah EBTANAS dan menjelang masuk ke SMP. Dan disini aku mau ceritain tentang proses penyunatan tutit ku.
Terdengar sangat frontal, tapi aku ga suka bahasa yang menutup-nutupi kata-kata yang seharusnya ga tabu untuk diucapkan. Menurut aku tutit itu anggota tubuh, sama kaya tangan, kaki, mata, dan telinga. Hanya saja selalu ditutupin agar gak malu. Barang siapa yang pemalu berarti kemaluannya besar.
Teman –teman seumuran ku sudah pada sunat sewaktu kelas 4 dan 5 SD. Dan kayanya cuma aku saja yang rada telat sunat. Karena menurut bapak ku kalau sunat kecepetan bisa kontet alias badan gak bisa tinggi. Kata mitos sih seperti itu. Mengenai kebenarannya sepertinya belum bisa dipertanggung jawabkan secara ilmiah.
Malam harinya aku gelisah tidak bisa tidur biasanya jam delapan sudah berat mata, namun malam itu jam sebelas lebih aku sama sekali belum ngantuk. Sesekali mondar –mandir di ruang tamu, dapur dan masuk lagi ke kamar. Nenek ku yang tahu kalau aku gelisah lantas masuk ke kamar.
“ Kenapa belum tidur ?”
Nenek ku bertanya sembari melanjutkan memintal benang jadi rajutan taplak meja. Aku hanya tersenyum saja. Berlagak keren.
“ Kamu takut besok mau sunatan ya?”
“ Tidak usah takut, tidak sakit. Jaman sekarang sudah canggih, sudah ada obat bius yang buat daging jadi mati rasa “
“ Beneran Mbah? Gak sakit gitu?”, tanya ku dengan antusias.
“ Iya gak sakit “
Nenek ku berusaha menghiburku dan pada saat itu aku percaya dan manggut –manggut saja. Setelah sekarang baru aku pikirkan, nenek ku itu ngibul saja. Dia kan perempuan mana ada ngerasain disunat.
Dan timbul pertanyaan berseliweran di otakku ;
“ Gimana kalo dokternya salah potong, terus ilang gak berbekas?"
" Gimana kalo tutitnya jadi sakaw gara-gara diolesin obat bius kebanyakan?"
" Gimana kalo pisau untuk sunatnya tumpul dan berkarat?"
" Gimana kalo ternyata nyunatinnya pakai piso komandonya Rambo?"
" GIMANA? GIMANA?!!”
Quote:
Keesokan harinya, tibalah saat yang mencekam ini. Aku diantar oleh kakek, bapak dan satu lagi tetangga dekat sebelah rumah bernama Pak Slamet. Dan menurut mitos orang Jawa selama prosesi sunatan dilarang ada wanita yang ikut meskipun hanya mengantarkan saja. Kita berempat pinjam mobil tetangga diiringi pandangan ibu, adek ku dan nenek ku. Waktu itu suasana sungguh tegang, pandangan mereka seperti tatapan mata orang yang mengantar anaknya untuk berperang di medan laga.
Sampai di tempat sunat sekitar jam 06.15 dan aku jadi pasien pertama. Tidak lama kemudian ada seorang lelaki paruh baya memberi kode pada bapakku untuk menemuinya. Lelaki paruh baya itu memakai baju koko berwarna hitam, demikian kopiahnya juga berwarna serupa. Giliran tiba waktu eksekusi, aku masuk ke dalam ruangan hanya diantar bapak sampai depan pintu. Lalu lelaki paruh baya tadi menggunakan isyarat tangan menyuruh bapak untuk keluar. Sampai lah giliran dimana aku berguling di ranjang penjagalan.
Lelaki tadi ternyata si tukang sunat, kalau di Jogja sebutannya Bong. Bong tadi bernama Dharmo, biasa disebut Mbah Dharmo. Mbah Dharmo ini salah satu tukang sunat yang tenar di Jogjakarta, sudah banyak tutit –tutit yang jadi korban keganasannya. Dan kali ini giliran tutitku yang akan jadi korban.
Tidak pakai lama Mbah Dharmo meminta untuk membuka celana. Malu banget pada saat itu, apalagi pas Mbah Dharmo bilang, “ Adek punya tutit gede bener. Bahagia besok wanita yang jadi istri adek “
Pada waktu itu aku belum tahu apa maksudnya, baru tahus etelah punya istri dan dia selalu memuji ukuran tutit ku..heheheheh.
Lalu aku pun melucuti celana secara perlahan. Namun aku ga membuka sempak karena malu sangat. Mbah Dharmo bilang,"Mau dibukain?"
Aku langsung bilang, "Enggak Mbah saya bisa sendiri kok", dan akhirnyaaaaaa si tutit keluar dari sangkarnya dengan malu -malu. Menunduk pasrah menanti eksekusi yang tinggal itungan menit saja!
Mbah Dharmo dengan sarung tangan dari karet memegang si tutit dengan santainya dan mengoles-oleskan cairan sejenis alkohol karena berasa sangat dingin. Jantung ku berdegup kencang saat itu, seperti menanti hukuman mati. Aku lihat ke atas hanyalah langit-langit putih, keringat dingin berbucucran. Nyaliku lumer seketika seperti es krim paddle pop kena sinar matahari!
Tibalah saat dimana Mbah Dharmo menggunakan jarum suntik untuk membius si tutit agar dia tertidur untuk sementara. Tiba-tiba sengatan si jarum menusuk! Rasanya seperti baru tidur lalu dilindes angkot bolak – balik. Setelah ditusuk dan didiamkan beberapa menit, this is it! Akhirnya si tutit tak sadarkan diri, aku ngerasa itu barang jadi tebal dan membengkak besar sekali.
"Kerasa ga?", pertanyaan itu mengagetkan aku.
Geragapan aku jawab, "Hah? apaan Mbah?"
"Kerasa ga tutit kamu udah ga ada lagi?", kata Mbah Dharmo
Apaaaaa...aku terlonjak dengan cepat aku rubah posisiku dari rebahan menjadi duduk. Aku pandangi sela –sela selangkangan ku. Alhamdulillah, masih ada tidak kurang satu apapun juga. Aku lirik Mbah Dharmo, si Mbah nyengir kuda sehingga memperlihatkan dua biji gigi emasnya.
"Kerasa ga tutit kamu saya cubit?", kata Mbah Dharmo.
Dia bilang cubit tapi pada prakteknya kepala tutit ku di hajar dengah sentilan keras. Sampai kepala tutit ku terdorong ke belakang kaya ditoyor lokomotif kereta api Senja Utama.
"Ga kerasa Mbah", kata aku.
Dalem hati, " Sialan, maen sentil saja. Kalau gak kena bius udah mules melilit di sentil sekenceng itu ”
“ Sekarang adek baca surat Al –fatehah bareng saya ya”, Mbah Dharmo memberi instruksi.
Dan akhirnya pemotongan pun berlangsung, aku ga liat jelas sih gimana dipotongnya, ngeri. Aku cuma merasakan seperti terkena silet lalu terdengar suara serrrrr!
Aku yakin itu suara darah yang keluar memancar dari luka sayatan. Setelah dipotong, tampaknya tutit saya dijait, ga berasa sih, tapi berasa kalau ada sesuatu dimasukkan, dikeluarin, dimasukkan dan dikeluarin begitu sampai berkali –kali. Lalu tutit saya diperban dan diselotip, biar tetap aman dan tidak bergesekan dengan celana.
Mbah Dharmo lalu bilang, "Yak udah selesai dek."
Aku bilang, "Makasih Mbah"
Aku bangkit dari ranjang eksekusi dibantu oleh Mbah Dharmo. Di gandeng sampai keluar ruangan. Sampai di depan pintu sudah disambut oleh Bapak, kakek dan Pak Slamet. Inilah satu moment terabsurd di dalam hidupku, sekaligus tidak bisa dilupakan sampai kapan pun juga.....
Sampai di tempat sunat sekitar jam 06.15 dan aku jadi pasien pertama. Tidak lama kemudian ada seorang lelaki paruh baya memberi kode pada bapakku untuk menemuinya. Lelaki paruh baya itu memakai baju koko berwarna hitam, demikian kopiahnya juga berwarna serupa. Giliran tiba waktu eksekusi, aku masuk ke dalam ruangan hanya diantar bapak sampai depan pintu. Lalu lelaki paruh baya tadi menggunakan isyarat tangan menyuruh bapak untuk keluar. Sampai lah giliran dimana aku berguling di ranjang penjagalan.
Lelaki tadi ternyata si tukang sunat, kalau di Jogja sebutannya Bong. Bong tadi bernama Dharmo, biasa disebut Mbah Dharmo. Mbah Dharmo ini salah satu tukang sunat yang tenar di Jogjakarta, sudah banyak tutit –tutit yang jadi korban keganasannya. Dan kali ini giliran tutitku yang akan jadi korban.
Tidak pakai lama Mbah Dharmo meminta untuk membuka celana. Malu banget pada saat itu, apalagi pas Mbah Dharmo bilang, “ Adek punya tutit gede bener. Bahagia besok wanita yang jadi istri adek “
Pada waktu itu aku belum tahu apa maksudnya, baru tahus etelah punya istri dan dia selalu memuji ukuran tutit ku..heheheheh.
Lalu aku pun melucuti celana secara perlahan. Namun aku ga membuka sempak karena malu sangat. Mbah Dharmo bilang,"Mau dibukain?"
Aku langsung bilang, "Enggak Mbah saya bisa sendiri kok", dan akhirnyaaaaaa si tutit keluar dari sangkarnya dengan malu -malu. Menunduk pasrah menanti eksekusi yang tinggal itungan menit saja!
Mbah Dharmo dengan sarung tangan dari karet memegang si tutit dengan santainya dan mengoles-oleskan cairan sejenis alkohol karena berasa sangat dingin. Jantung ku berdegup kencang saat itu, seperti menanti hukuman mati. Aku lihat ke atas hanyalah langit-langit putih, keringat dingin berbucucran. Nyaliku lumer seketika seperti es krim paddle pop kena sinar matahari!
Tibalah saat dimana Mbah Dharmo menggunakan jarum suntik untuk membius si tutit agar dia tertidur untuk sementara. Tiba-tiba sengatan si jarum menusuk! Rasanya seperti baru tidur lalu dilindes angkot bolak – balik. Setelah ditusuk dan didiamkan beberapa menit, this is it! Akhirnya si tutit tak sadarkan diri, aku ngerasa itu barang jadi tebal dan membengkak besar sekali.
"Kerasa ga?", pertanyaan itu mengagetkan aku.
Geragapan aku jawab, "Hah? apaan Mbah?"
"Kerasa ga tutit kamu udah ga ada lagi?", kata Mbah Dharmo
Apaaaaa...aku terlonjak dengan cepat aku rubah posisiku dari rebahan menjadi duduk. Aku pandangi sela –sela selangkangan ku. Alhamdulillah, masih ada tidak kurang satu apapun juga. Aku lirik Mbah Dharmo, si Mbah nyengir kuda sehingga memperlihatkan dua biji gigi emasnya.
"Kerasa ga tutit kamu saya cubit?", kata Mbah Dharmo.
Dia bilang cubit tapi pada prakteknya kepala tutit ku di hajar dengah sentilan keras. Sampai kepala tutit ku terdorong ke belakang kaya ditoyor lokomotif kereta api Senja Utama.
"Ga kerasa Mbah", kata aku.
Dalem hati, " Sialan, maen sentil saja. Kalau gak kena bius udah mules melilit di sentil sekenceng itu ”
“ Sekarang adek baca surat Al –fatehah bareng saya ya”, Mbah Dharmo memberi instruksi.
Dan akhirnya pemotongan pun berlangsung, aku ga liat jelas sih gimana dipotongnya, ngeri. Aku cuma merasakan seperti terkena silet lalu terdengar suara serrrrr!
Aku yakin itu suara darah yang keluar memancar dari luka sayatan. Setelah dipotong, tampaknya tutit saya dijait, ga berasa sih, tapi berasa kalau ada sesuatu dimasukkan, dikeluarin, dimasukkan dan dikeluarin begitu sampai berkali –kali. Lalu tutit saya diperban dan diselotip, biar tetap aman dan tidak bergesekan dengan celana.
Mbah Dharmo lalu bilang, "Yak udah selesai dek."
Aku bilang, "Makasih Mbah"
Aku bangkit dari ranjang eksekusi dibantu oleh Mbah Dharmo. Di gandeng sampai keluar ruangan. Sampai di depan pintu sudah disambut oleh Bapak, kakek dan Pak Slamet. Inilah satu moment terabsurd di dalam hidupku, sekaligus tidak bisa dilupakan sampai kapan pun juga.....
Quote:
KESAKTIAN PENJUAL MAKANAN
Tentu kebanyakan orang suka jajan makanan yang murah dan mengenyangkan. Di Jogja di pinggir jalan banyak penjual makanan. Bermacam – macam. Ada ketan, arem –arem dan aneka gorengan. Suatu saat pernah gue coba jajan. Waktu itu gue beli pastel, arem – arem sama lumpia.
Aku tanya tuh sama ibu –ibu penjualnya.
" Bu, ini pastel isinya apa ya? "
" Sayuran Mas sama telor "
Aku ngangguk
Trus ku tanya lagi
" Kalau arem –aremnya isi apa bu? "
" Itu isi oseng tempe pedas sama teri "
" Kalau lumpianya isi apa bu?"
" Itu daging ayam sama rebung. Mas nya dari tadi nanya mulu kaya wartawan. Kapan belinya? "
Aku nyengir malu. Akhirnya aku beli tiga macem. Pastel, arem – arem sama lumpia. Disamping pengen ngerasain ini makanan. Rasa penasaran ku lebih besar. Aku penasaran si ibu –ibu tadi bisa tahu apa isi barang dagangannya tanpa sedikitpun membuka makanan tersebut. Sampai di rumah langsung dengan tidak sabar ku buka isi dari jajajan yang ku beli tadi.
Anjirrr..si ibu tadi hebat beud dah. Semua ucapannya tepat 100 %.
Pastel isinya Sayuran Mas sama telor.
Arem –aremnya isi oseng tempe pedas sama teri.
Lumpianya isi daging ayam sama rebung.
Aku jadi mikir jangan –jangan ibu –ibu itu orang sakti. Matanya bisa tembus pandang?! Jangan -jangan itu super girl yang udah pensiun terus jualan arem -arem.
Banyak pelaku penjual kuliner membuat nama –nama kulinernya dengan sebutan yang unik –unik. Misal, bakso granat, bakso setan ( yang makan sambil merinding ), soto gebrak, sambel iblis dan masih banyak lagi. Pernah aku masuk di resto yang khusus nyediain hidangan dengan aneka sambal. Aku pesan sambal terasi sama ikan pindang goreng. Menurut kabar yang aku denger resto ini disamping murah. Kualitas masakannya sangat enak banget. Endang Bambang kata orang. Pernah aku berniat mengundang Bondan Winarno untuk nyobain menu di resto ini. Tapi ternyata salah, yang dateng Bondan Prakoso. Gak jadi nyicip makanan tapi malah nyanyi lumba –lumba sambil maen bass.
Resto ini juga sudah sangat lama. Pioner resto dengan menu aneka sambal. Bisa dibilang para sambelwan dan sambelwati ( sebutan untuk pecinta sambal ) sering ngumpul disini. Kabarnya pada jaman dulu saat Gajah Mada ngadain rapat sebelum ngucapin Sumpah Palapa. Cateringnya pesan di resto itu. Bahkan, sampai sekarang sering mendapat order dari pejabat – pejabat tinggi. Pernah juga pada saat Barack Obama ngadain selametan habis nyunatin anak bontotnya. Cateringnya juga ngambil disitu. Benar –benar catering yang mendunia dan akherat..
Akhirnya aku sampai juga di resto itu. Full padat. Para pengunjung berdesak –desakan. Beberapa ada yang sampai di tandu keluar karena kehabisan nafas. Hampir satu jam akhirnya aku dapat tempat duduk. Sengaja memilih tempat duduk paling pojok. Biar kaya film - film kolosal jaman dahulu, makan di warung bagian pojok terus berantem sama penjahat.
Pada saat itulah aku ngerasa galau. Aku baru inget harga cabe baru meroket. Diikuti harga susu yang menonjol sehingga berpengaruh pada harga pisang ambon yang menjadi turun naik. Tapi kegalauan ku gak aku lanjutin.
Setelah menulis menu. Tidak lama kemudian si pelayan datang membawa pesanan. Ada satu yang buat aku heran. Disamping piring ku ada satu sandal jepit. Trus ku tanya tuh pada si pelayan.
" Mas, ada sandal jepit satu biji buat apaan? "
Masnya nge jawab, "Itu buat penguat rasa pedas mas. Jadi nanti kalau sambalnya kurang pedas. Masnya bisa namparin mulut pake sandal itu Atau mau saya yang namparin?"
Aku terdiam melongo sambil ngegigit sandal jepit.
Diubah oleh breaking182 02-02-2021 15:55




anasabila dan redbaron memberi reputasi
2
2.6K
Kutip
3
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan