Kaskus

Story

caesarpratamaAvatar border
TS
caesarpratama
The Beautiful Day : New Friends
Salam kenal gan, ane Caesar Pratama, ya itu nama ane. Dan ini cerpen pertama ane di kaskus gan. Ane udah lama pingin nulis berbagai cerpen, dan kali ini akan ane coba wujudkan disini. Buat agan semua, selamat membaca...

The Beautiful Day : New Friends

"Namaku Rendi, ini tahun ketigaku di SMA. Kalian tahu, tidak ada yang tidak mengenalku disini, body atletis, tampang cakep, pemain basket, dan gitaris band sekolah. Ku rasa beberapa keunggulan itu, sudah cukup untuk menggambarkan siapa aku. Oh iya, aku mau pamer lagi, cewek-cewek di sekolah ini, semua pada tergila-gila padaku. Lebih lagi sekarang, banyak teman baru lagi ku dapat, dan semua bermula saat aku terjatuh dari tangga."

(kejadian setelah Rendi jatuh dari tangga)

"Damn, holy sh*t! Siapapun yang nge-dorong aku barusan, bakal terima akibatnya!" Ujar Rendi sambil mengusap belakang kepalanya. Tak berapa lama, ia berusaha bangkit. Sambil bertopang ke rail tangga, ia berjalan turun menyusuri anak tangga. Langkahnya masih lemah dan lambat. Kepalanya tertunduk, memperhatikan tiap anak tangga yang ia tapaki. Tiba-tiba saja, sesosok anak perempuan lewat, mendahuluinya dengan cepat, tak terasa hempasan anginnya, namun wanginya tercium dengan kuat. "Siapa tu anak, main nyelonong aja, rasanya aku gak pernah liat, apa murid baru ya?" ujar Rendi dalam hati. Sesampainya di anak tangga terakhir, ia melanjutkan perjalanannya yang tertunda, menuju kelas.

"Kok sepi ya, perasaan ini masih jam belajar?" Ujar Rendi dalam hati, berdiri di pintu kelas, sambil memandang seisi ruang kelas. Yang bisa ia lihat di kelas, hanya 4 orang anak, Chika yang menangis tersedu-sedu, yang duduk di pojok kanan dari arah Rendi berdiri, tepat berhadapan dengan bangku guru. Dan Lisa yang menemani Chika, sambil menepuk-nepuk bahunya. Rico yang tampak berkemas dari bangkunya yang berada pada urutan bangku ke 3 terhitung dari bangku paling depan, tepat di depan papan tulis putih kelas IPS XII, berjalan dengan tergesa-gesa, menunduk, dan melewati Rendi begitu saja, tanpa menoleh sedikit pun. "Rico!" Sapa Rendi dengan nada yang sedikit tinggi. "Kenapa tu anak?!" gumam Rendi. Sambil berjalan ke bangkunya yang berada dibelakang bangku Rico. Kembali Rendi memandang ke arah Chika sambil berucap dalam hati, "Ni anak, pasti diputusin pacar lagi". Rendi sengaja tidak menyapa Chika dan Lisa, karena Rendi yang sudah akrab dengan Chika, tau betul betapa cerewetnya Chika, kalau baru diputusin pacar.

Tibalah Rendi di bangkunya, ia langsung duduk, menoleh ke arah kanan, melihat ke arah anak perempuan yg duduk di bangku ke 2 dari depan. Anak ke 4, yang Rendi lihat saat ia berdiri di depan pintu kelas. "Kayaknya tu cewek, yang tadi ngelewatin aku deh, pas di tangga, tapi siapa ya? Kok aku gak kenal, perasaan Toni deh yang duduk disitu. Kayaknya cakep tu cewek. Rambutnya panjang hitam, kulitnya putih, wangi lagi, ampe kecium kemari baunya". Tutur Rendi dalam hati. Ia perhatikan ke arah jendela kelas, ada yang berlali, hitam, tinggi, besar, berlari sangat cepat melewati kelas Rendi. Terheran Rendi akan sosok yang ia lihat, "itu siapa lagi ya? Gede amat, masak anak segede gitu, gak pernah tak lihat, apa dari kelas IPA ya, apa adik kelas? Masak sih adek kelas, gede gitu?" Masih dalam heran-nya, perempuan misterius itu, melambaikan tangan ke arah Rendi. Isyarat memanggil, dan langsung beranjak dari bangkunya, pergi meninggalkan ruang kelas. Spontan Rendi langsung mengikutinya.

"Hei... hei... tunggu! Kamu barusan manggil aku kan?" tanya Rendi, "iya..." tanpa menoleh cewek itu menjawab. "Aku Rendi" sambil ia mengulurkan tangan untuk berkenalan. "Aku Nia" jawab cewek misterius itu, sambil menggenggam tangan Rendi. Terasa hampa genggaman tangan Nia kepada Rendi. "Nia, kamu manggil aku, mau ngajak kemana?" tanya Rendi. "Tempat bagus" jawab Nia singkat. "Hey... kita ini kan masih jam belajar, aku udah sering bolos, bisa bahaya kalo bolos lagi" sahut Rendi. "Tenang saja, pak Darto lagi sakit kok" jawab Nia. "Ren, ayo kita keluar sekolah sebentar, nanti kita balik lagi" ajak Nia. "Oh, jadi tempat bagusnya di luar sekolah?" tanya Rendi. "Iya" jawab Nia singkat. "Eh, kan ada pak satpam di pintu gerbang". Ucap Rendi mengingatkan Nia. "Enggak kok, dia lagi pergi, ada urusan penting" jawab Nia. "Ni cewek baru kok kayak orang yang tinggal di sekolah aja, tau semuanya" ujar Rendi dalam hati.

Sambil berjalan menuju pintu gerbang sekolah, Nia memulai pembicaraan yang lebih serius, "Ren, kamu kok mau sih langsung mengikuti ajakan ku?" "Memangnya kenapa? Kelas sepi, bahkan rasanya seisi sekolah juga sepi, aku bosan, lagi pula, gak ada yang harus aku takutkan dengan mengikuti cewek kayak kamu" jawab Rendi. "Lho, bukannya tadi kamu takut kalo pak Darto tiba-tiba masuk kelas" ujar Nia. "Hahahaha..." mereka berdua langsung tertawa bersama. "Ren, kamu tau gak gosip soal Pak Tarmin yang merudapaksa murid kelasnya?" tanya Nia. "Ya sempet denger sih, tapi itu awal-awal aku sekolah, dan kabarnya kejadiannya itu sudah lama banget, bahkan ada yang bilang kalo itu hoax" jawab Rendi. "Eh, itu siapa ya?" ujar Rendi dengan terkejut, saat melihat seorang pria yang mengenakan seragam guru, namun Rendi tak mengenalnya. "Itu pak Junaidi, dia udah 10 tahun loo disini, masak kamu gak kenal sih?" jawab Nia sambil bertanya. "Gitu ya? Padahal aku udah hampir 3 tahun ada di sekolah ini, oh iya, kamu pindahan dari mana sih Nia?" tanya Rendi. "Dari dulu aku sudah disini, kamu aja yang gak perhatian" jawab Nia. "Masak sih?" sahut Rendi lagi, sebelum terlewat 3 detik Nia langsung berkata kepada Rendi "soal pak Tarmin yang merudapaksa siswi di sekolah ini, beneran tau, itu bukan hoax". Tak terasa mereka berdua melangkah berjalan melewati gerbang sekolah.

"Pak Tarmin itu, guru yang baik, dia bener-bener guru yang pinter, melihat dia yang mengajar matematika yang terkenal sulit untuk dipahami, bisa dia ajarkan, bahkan ke murid yang paling bodoh di kelas. Dia juga populer di antara anak-anak cewek, bahkan dia sesekali mau mengantar anak-anak yang rumahnya jauh dari sekolah, dengan sepeda motornya. Baik laki-laki, maupun perempuan‎. Rasanya tiap anak perempuan, pasti akan terpikat dengan pak Tarmin, meski namanya kampungan tapi wajahnya, gak beda jauh dari artis ibu kota". "Gila kali ni cewek, apa yang dia bilang, semuanya berlawanan" pikir Rendi. Dua langkah setelah pikiran itu, Rendi kembali dikejutkan. Kini ia melihat pedagang bakso keliling yang biasanya lewat depan sekolah, namun sekarang pedagang bakso itu tidak membawa gerobaknya, dan yang membuat Rendi terkejut adalah, ia ingat akan kabar pedagang bakso itu, tewas tertabrak mobil, saat sedang berjualan di alun-alun kota. Belum sempat Rendi berpikir panjang, ataupun berucap, Nia kembali melanjutkan ceritanya. "Tapi sayang, sore itu, entah apa yang merasuki pak Tarmin, ia membawa seorang anak perempuan dengan sepeda motornya pergi ke arah kebun yang cukup jauh dari kota. Padahal pak Tarmin berjanji pada anak perempuan itu, akan mengantarkannya ke rumah dengan selamat. Tapi justru kebun yang entah apa namanya yang menjadi tujuannya. Di kebun itu pak Tarmin membujuk anak perempuan itu untuk mengikutinya, dan memuaskan nafsunya. Anak perempuan yang ketakutan itu berusaha melawan, namun sayang, ia tak berdaya. Bajunya mulai terbuka, rok nya terangkat. Hanya tinggal tangis, rintih jijiknya saja yang terdengar. Tiba-tiba, dari belakang pak Tarmin, yang sedang menindih anak perempuan itu, seseorang memukul dengan sangat keras, memukul punggung pak Tarmin. Hingga pak Tarmin bangkit dan berdiri berhadapan dengan seseorang itu, sambil dengan cepat pak Tarmin membenahi celananya, memasang restleting dan sabuknya kembali. Dido, itu Dido, anak yang tinggi, hitam, besar, namun sayang dia sedikit keterbelakangan mental, dan sulit untuk berbicara. Meski begitu, anehnya Dido sangat pandai matematika, dan dia salah satu murid yang paling hormat dengan pak Tarmin. Pak Tarmin memperlakukan Dido dengan sangat baik, dan mampu mengangkat potensi Dido. Tapi kali ini, Dido berdiri dihadapan pak Tarmin, menantang pak Tarmin dengan tegas. Tak butuh waktu lama, perkelahian pun terjadi di antara mereka berdua, perkelahian yang membuat bibir pak Tarmin sobek, dan wajah tampan pak Tarmin rusak. Sambil tertatih pak Tarmin berlali keluar kebun, berteriak meminta tolong ke warga sekitar, entah ucap busuk apa yang ia ucapkan kepada warga. Warga pun berbondong-bondong dengan wajah kesal, berlarian ke arah Dido, sambil menghujani Dido dengan pukulan. Dan sebagiannya lagi, menolong anak perempuan itu. Beberapa hari setelah kejadian itu, anak perempuan itu, menerima kabar, bahwa Dido tewas saat warga mengeroyok Dido. Dan semenjak kejadian itu, anak perempuan itu tak mau bicara, meski sepatah kata pun. Ia hanya makan beberapa suap saja, yang menjadikan tubuhnya menjadi semakin lemah dan kurus, hari demi hari. Anak perempuan itu tidak mau bersekolah dan tak ada seorang pun yang berani bertanya kepadanya tentang apa yang terjadi sebenarnya, karena takut memperburuk keadaannya. Tapi pada suatu hari, anak perempuan itu memutuskan untuk berangkat ke sekolah, dengan diantar orang tuanya. Sesampainya di sekolah, anak perempuan itu langsung berjalan menuju kelasnya, kelas IPS XII tepat disaat jam pelajaran matematika berlangsung, dan pak Tarmin sebagai pengajarnya. Tanpa salam, tanpa senyum, tanpa sapa, anak perempuan itu masuk kelas, berdiri di hadapan pak Tarmin. Kemudian, anak perempuan itu merogoh sakunya, dan ternyata pisau lipat ia keluarkan, dengan waktu yang sangat singkat, ia tikamkan pisau itu ke perutnya sendiri, hingga tubuhnya terjatuh, bersimbah darah. Di hadapan pak Tarmin, dan teman-teman sekelasnya. Sontak anak-anak kelas berteriak, belum juga orang tua anak perempuan itu meninggalkan sekolah, sehingga terdengar olehnya teriakan anak-anak kelas IPS XII. Banyak orang terkejut dengan histeria yang terjadi, semua bergerak menuju kelas tersebut, dan mendapati anak perempuan itu, tewas bersimbah darah". Panjang lebar Nia bercerita, tak terasa cerita Nia menemani perjalanan Nia dan Rendi hingga sampai ke arah jalan rumah Rendi. Tinggal 200 meter lagi, yang mana rumah Rendi sudah mulai tampak dari jauh. Ada keramaian di depan rumah Rendi, banyak anak berseragam di depan rumah Rendi. Sambil terheran-heran, melihat ke arah rumahnya, Rendi pun bertanya pada Nia, "oh iya, itu anak perempuan siapa namanya?" "Nia" jawab Nia singkat. Rendi langsung terkejut, sesaat menoleh ke wajah Nia, dan langsung berlari ke arah rumahnya. Rendi menerobos masuk, ia dapati kedua orang tuanya menangis, begitupun teman dan kerabatnya, dan yang paling mencengangkan ia dapati jasadnya terbungkus kain kafan, terbaring di atas keranda di teras rumahnya.

Tiba-tiba Nia sudah disampingnya, menggenggam tangan Rendi dengan lembut, seraya berkata "kemarilah..." berjalan mereka menerobos kerumunan, setelah di depan pintu gerbang rumah Rendi, Nia berkata, "tak usah sedih, Rico itu teman yang baik, dia hanya ingin menyapamu, hanya caranya yang salah, malah mengejutkanmu dari belakang, hingga kamu terjatuh. Lagi pula, setelah ini, kita akan bersama selamanya, bersama Dido, pak Junaidi, pedagang bakso yang lezat yang selalu dinanti, dan masih banyak teman lain lagi disekolah, ini hari yang sangat indah bukan?"

Buat agan/sista yang udah baca sampe akhir thanks ya, pliss tinggalkan jejak ya...
anasabilaAvatar border
anasabila memberi reputasi
2
423
1
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan