- Beranda
- Komunitas
- Story
- Stories from the Heart
I LOVE YOU MISTER


TS
breaking182
I LOVE YOU MISTER
I LOVE YOU MISTER
Quote:

Quote:
Perkenalkan nama ku Dian Verawati, “ D” itu panggilan dari seseorang yang sampai sekarang ini masih sangat membekas di hati. Diri mu seperti pelangi, hanya mampu aku kagumi dari sini tanpa bisa sedikitpun aku sentuh apalagi aku miliki. Dan dari sini kisahku bermula.....
Quote:
Aku rayakan kelulusan SMU tahun ini seperti para pendahuluku, konvoi di jalanan dan corat –coret seragam putih abu –abu yang selama tiga tahun ini selalu melekat di tubuhku. Bahagia, tentu saja karena ini merupakan fase akhir sekaligus fase baru di dalam hidupku. Dan saat itu aku sama sekali belum bisa menentukan langkah selanjutnya.
Teru terang saja aku bingung. Mau ikuti jejak Mira, kakak ku yang sekarang hampir menyelesaikan S1 nya mengejar titelnya sebagai Sarjana Ekonomi atau langsung berkerja? Lulusan SMU kerja dimana? Sebagai apa? Jika dipikir –pikir aku tidak akan sanggup kuliah berlama –lama seperti yang dilakukan kakak ku. Bagiku sekolah itu menjemukan dengan segala tugas –tugas yang seabrek, apalagi jika harus menempuh S1.
Tugas akhir atau skripsi yang mendengar namanya saja serta mendengar penjelasan dari Mbak Mira tentang dosen pembimbingnya yang sangat sibuk atau mungkin sok sibuk sehingga sulit ditemui. Pernah suatu ketika aku melihat Mbak Mira mengeluhkan tentang dosen pembimbingnya itu.
“ Kau tahu tidak Dek? “
Aku yang masih tengkurap di atas karpet sembari sibuk membolak –balik halaman majalah Kawanku hanya menjawab pendek.
“ Tidak tahu Mbak “
Jawaban ku yang sekenanya itu ternyata membuat mbak Mira keki, sembari menggerundel dia melempar kutang bekas pakai ke arah kepalaku.
“ Ih, apaan sih? “
“ Makanya dengerin dulu, ini penting juga untuk kamu. Sebentar lagi kau lulus SMU dan melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi “
Penuh rasa malas, majalah aku tutup lalu aku letakkan di atas ranjang. Aku duduk di samping kakak perempuan ku itu. Aku lihat wajahnya sangat kusut, rambutnya yang ikal tampak acak –acakan.
“ Ada apa sih Mbak?”
“ Baru putus cinta? Segitunya kusut banget “
Mbak Mira menarik nafas panjang. Lalu ia menggaruk kepalanya dan aku sangat yakin itu tidak gatal sama sekali.
“ Menyusun skripsi itu sebenarnya mudah, hanya saja kalau dapat dosen pembimbing yang killer bikin pusing. Sulit ditemui lebih mudah ketemu hantu malah, udah gitu revisi mulu. Bikin pusing “
Mbak Mira melempar draft skripsi yang sekilas aku lihat banyak di coret-coret menggunakan tinta pulpen berwarna merah.
Dan itu sepenggal keluh kesah Mbak Mira mengenai skripsinya. Dia curhat mengenai hal itu tidak hanya satu kali atau dua kali. Akan tetapi, berkali –kali sehingga aku sampai hafal karena tiap cerita ya hanya berputar – putar seputar itu saja. Dosen pembimbing yang sulit ditemui. Revisi terus –terusan yang sepertinya tidak ada ujung pangkal.
Teru terang saja aku bingung. Mau ikuti jejak Mira, kakak ku yang sekarang hampir menyelesaikan S1 nya mengejar titelnya sebagai Sarjana Ekonomi atau langsung berkerja? Lulusan SMU kerja dimana? Sebagai apa? Jika dipikir –pikir aku tidak akan sanggup kuliah berlama –lama seperti yang dilakukan kakak ku. Bagiku sekolah itu menjemukan dengan segala tugas –tugas yang seabrek, apalagi jika harus menempuh S1.
Tugas akhir atau skripsi yang mendengar namanya saja serta mendengar penjelasan dari Mbak Mira tentang dosen pembimbingnya yang sangat sibuk atau mungkin sok sibuk sehingga sulit ditemui. Pernah suatu ketika aku melihat Mbak Mira mengeluhkan tentang dosen pembimbingnya itu.
“ Kau tahu tidak Dek? “
Aku yang masih tengkurap di atas karpet sembari sibuk membolak –balik halaman majalah Kawanku hanya menjawab pendek.
“ Tidak tahu Mbak “
Jawaban ku yang sekenanya itu ternyata membuat mbak Mira keki, sembari menggerundel dia melempar kutang bekas pakai ke arah kepalaku.
“ Ih, apaan sih? “
“ Makanya dengerin dulu, ini penting juga untuk kamu. Sebentar lagi kau lulus SMU dan melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi “
Penuh rasa malas, majalah aku tutup lalu aku letakkan di atas ranjang. Aku duduk di samping kakak perempuan ku itu. Aku lihat wajahnya sangat kusut, rambutnya yang ikal tampak acak –acakan.
“ Ada apa sih Mbak?”
“ Baru putus cinta? Segitunya kusut banget “
Mbak Mira menarik nafas panjang. Lalu ia menggaruk kepalanya dan aku sangat yakin itu tidak gatal sama sekali.
“ Menyusun skripsi itu sebenarnya mudah, hanya saja kalau dapat dosen pembimbing yang killer bikin pusing. Sulit ditemui lebih mudah ketemu hantu malah, udah gitu revisi mulu. Bikin pusing “
Mbak Mira melempar draft skripsi yang sekilas aku lihat banyak di coret-coret menggunakan tinta pulpen berwarna merah.
Dan itu sepenggal keluh kesah Mbak Mira mengenai skripsinya. Dia curhat mengenai hal itu tidak hanya satu kali atau dua kali. Akan tetapi, berkali –kali sehingga aku sampai hafal karena tiap cerita ya hanya berputar – putar seputar itu saja. Dosen pembimbing yang sulit ditemui. Revisi terus –terusan yang sepertinya tidak ada ujung pangkal.
Quote:
Senja itu cuaca cerah. Langit pun biru jernih dironai warna merah kekuningan sisa matahari di ufuk barat. Suasana kampung Bojong tampak adem, tenteram. Jalan raya yang membelah dua desa itu tenang pula tampaknya. Hanya satu dua kendaraan melaju di atas aspal yang berwarna kelabu karena dilapisi sedikit debu. Angin senja bertiup lembut membawa hawa sejuk segar, menimbulkan perasaan nyaman dan menyenangkan.
Aku duduk di teras rumah, mama papa ku duduk tepat di depan ku diatas kursi rotan yang dipelitur dengan warna cokelat tua.
“ Dek, kalau kau tidak mau seperti kakakmu terus bagaimana?”
Mama ku bertanya dengan lembut.
Aku tidak segera menjawab hanya tersenyum, sesaat mulutku akan terbuka.
“ Kau boleh tidak kuliah seperti kakak mu, tapi perlu kau ingat ijazah SMU jaman sekarang itu tidak laku Dek?”
Kali ini papa ku yang bersuara, meskipun suaranya masih lembut akan tetapi sudah cukup membuatku terintimidasi. Sesaat lamanya sunyi berlalu dengan kaku.
“ Dian, sudah punya pilihan sendiri Pah “
“ Apa itu?”
“ Dian, ingin ikut diklat penerbangan saja. Sekolah sebentar dan selanjutnya sudah bisa kerja di bandara. Diklat enam bulan itu sangat cocok buat Dian “
Itu keinginan ku kemaren saat aku menerima brosur di sekolah usai pengumuman kelulusan, di situ tertera website dari sekolah pernerbangan itu. Tidak buang waktu aku kunjungi official websitenya dan dari situlah aku baca mengenai model pembelajaran dan materi –materi apa saja yang akan aku dapatkan selama mengikuti pelatihan disana. Dan hatiku mantap. Pelatihan ini yang akan aku ambil.
“ Kau ingin jadi pramugari Dek?”
Suara mama membuyarkan lamunan ku.
“ Mmmmm... enggak juga, tetapi di bagian staffnya. Dian takut terbang Mah?”
Aku menjawab dengan malu –malu.
Perlahan aku ambil brosur dari dalam saku kemeja ku. Brosur berwarna biru dengan gambar pesawat terbang lengkap dengan awak kabinnya. Papa ku terdiam, beliau lalu meraih cangkir berisi kopi yang tinggal separuh itu dan meminumnya. Nikmat sekali. Tangannya terulur mengambil brosur itu dari atas meja. Sejenak membetulkan letak kacamata dan mulai membaca brosur itu.
“ Papa dan mama tidak akan melarang cita –cita mu itu, lakukan saja sesukamu. Tapi ingat, kau harus bertanggung jawab penuh atas pilihan mu itu. Kami sebagai orang tua hanya bisa mendukung dan mendoakan untuk kebaikan mu “
“ Mama, ingin bertanya sekali lagi pada mu Dek”
“ Sekolah ini kan di Jogja, dan ini pertama kalinya kamu jauh dari orang tua. Kau siap?”
Aku tersenyum. Kekhawatiran orang tua ku bukan tanpa alasan, aku anak bungsu yang kadang –kadang masih suka manja dan tidak bisa mengatasi masalahku sendiri. Akan tetapi, aku juga ingin membuktikan ke mereka berdua bahwa aku mampu dan aku sudah cukup dewasa untuk menentukan pilihanku sendiri.
“ Aku sudah memikirkan itu masak –masak Mah, jadi mama dan papa tidak usah cemas. Dian bisa jaga diri “
“ Baiklah kalau begitu, tetapi sebelumnya ada proses daftar ke sekolah itu dan tentu saja kamu musti cari kos. Mengenai hal itu mama yang akan menentukan kamu kos dimana. Mama khawatir lingkungannya tidak sehat “
Aku mengangguk. Mama berdiri dari tempat duduknya lalu memeluk ku dengan erat. Aku balas pelukan hangatnya itu. Sekian lamanya kita berdua berpeluk –pelukan, detak jantung ku seperti membaur dengan detak jantung mama. Berada dalam dekapannya sangat nyaman dan tentram.
Aku duduk di teras rumah, mama papa ku duduk tepat di depan ku diatas kursi rotan yang dipelitur dengan warna cokelat tua.
“ Dek, kalau kau tidak mau seperti kakakmu terus bagaimana?”
Mama ku bertanya dengan lembut.
Aku tidak segera menjawab hanya tersenyum, sesaat mulutku akan terbuka.
“ Kau boleh tidak kuliah seperti kakak mu, tapi perlu kau ingat ijazah SMU jaman sekarang itu tidak laku Dek?”
Kali ini papa ku yang bersuara, meskipun suaranya masih lembut akan tetapi sudah cukup membuatku terintimidasi. Sesaat lamanya sunyi berlalu dengan kaku.
“ Dian, sudah punya pilihan sendiri Pah “
“ Apa itu?”
“ Dian, ingin ikut diklat penerbangan saja. Sekolah sebentar dan selanjutnya sudah bisa kerja di bandara. Diklat enam bulan itu sangat cocok buat Dian “
Itu keinginan ku kemaren saat aku menerima brosur di sekolah usai pengumuman kelulusan, di situ tertera website dari sekolah pernerbangan itu. Tidak buang waktu aku kunjungi official websitenya dan dari situlah aku baca mengenai model pembelajaran dan materi –materi apa saja yang akan aku dapatkan selama mengikuti pelatihan disana. Dan hatiku mantap. Pelatihan ini yang akan aku ambil.
“ Kau ingin jadi pramugari Dek?”
Suara mama membuyarkan lamunan ku.
“ Mmmmm... enggak juga, tetapi di bagian staffnya. Dian takut terbang Mah?”
Aku menjawab dengan malu –malu.
Perlahan aku ambil brosur dari dalam saku kemeja ku. Brosur berwarna biru dengan gambar pesawat terbang lengkap dengan awak kabinnya. Papa ku terdiam, beliau lalu meraih cangkir berisi kopi yang tinggal separuh itu dan meminumnya. Nikmat sekali. Tangannya terulur mengambil brosur itu dari atas meja. Sejenak membetulkan letak kacamata dan mulai membaca brosur itu.
“ Papa dan mama tidak akan melarang cita –cita mu itu, lakukan saja sesukamu. Tapi ingat, kau harus bertanggung jawab penuh atas pilihan mu itu. Kami sebagai orang tua hanya bisa mendukung dan mendoakan untuk kebaikan mu “
“ Mama, ingin bertanya sekali lagi pada mu Dek”
“ Sekolah ini kan di Jogja, dan ini pertama kalinya kamu jauh dari orang tua. Kau siap?”
Aku tersenyum. Kekhawatiran orang tua ku bukan tanpa alasan, aku anak bungsu yang kadang –kadang masih suka manja dan tidak bisa mengatasi masalahku sendiri. Akan tetapi, aku juga ingin membuktikan ke mereka berdua bahwa aku mampu dan aku sudah cukup dewasa untuk menentukan pilihanku sendiri.
“ Aku sudah memikirkan itu masak –masak Mah, jadi mama dan papa tidak usah cemas. Dian bisa jaga diri “
“ Baiklah kalau begitu, tetapi sebelumnya ada proses daftar ke sekolah itu dan tentu saja kamu musti cari kos. Mengenai hal itu mama yang akan menentukan kamu kos dimana. Mama khawatir lingkungannya tidak sehat “
Aku mengangguk. Mama berdiri dari tempat duduknya lalu memeluk ku dengan erat. Aku balas pelukan hangatnya itu. Sekian lamanya kita berdua berpeluk –pelukan, detak jantung ku seperti membaur dengan detak jantung mama. Berada dalam dekapannya sangat nyaman dan tentram.
Quote:
Dua minggu sudah aku berada di Yogyakarta, kota pelajar hampir sebagian besar penghuninya adalah para pelajar dari luar daerah, bahkan luar pulau. Satu kata untuk kota Jogja adalah romantisme. Sudut –sudut kotanya menghadirkan sesuatu yang berbeda dan mungkin akan membuatku rindu suatu saat nanti.
Dan hari ini hari pertama aku mengikuti pelatihan di kampus penerbangan. Sudah sejak tadi jam empat aku bangun membuka mata, setelah sholat Subuh beres –beres kamar lalu beranjak pergi mandi. Hampir setengah jam aku berdiri tegak di depan cermin di kamar kos.
Berbalut seragam berwarna ungu dengan motif batik di padu dengan rok pendek selutut. Sebuah syal berwarna ungu melilit di leher. Rambutku tersanggul French Twist atau lebih lazim disebut Croissant, tidak nyaman memang dengan gaya rambut seperti ini. Serasa berat dan ganjal di atas kepala, tapi itu tidak jadi soal lama kelamaan aku juga akan terbiasa. Itu salah satu tata tertib di sekolahku yang baru dan wajib diikuti.
Aku lirik arloji di pergelangan tangan kanan ku. Tepat pukul 07.30 masih ada waktu sekitar tiga puluh menit lagi sebelum kuliah perdana di mulai. Aku cek kembali isi tas ku, apa saja yang perlu dibawa. Buku catatan, alat tulis dan kotak make up mini tidak boleh sampai ketinggalan. Aku ambil kotak sepatu yang ada di bawah lemari pakaian, sepasang sepatu hitam high heels. Aku kenakan di kedua kaki ku. Aku tersenyum, ngomong –ngomong aku cantik juga ya?
Langkah kaki ku ringan meninggalkan kos, masih banyak waktu untuk sampai ke kampus karena jarak kosan dengan sekolah tidak begitu jauh hanya sekitar tigaratus meter. Masih ada waktu juga jika aku mampir di nasi uduk depan kampus YKPN. Aku sudah terbiasa untuk sarapan pagi, rasanya aneh jika melewatkan pagi dengan perut kosong.
Dari jauh bisa aku lihat penjual nasi uduk itu, di tepi jalan hanya memakai meja kecil tidak lebih dari 2x2 meter. Penjualnya seorang ibu lumayan gemuk dibantu satu lelaki masih muda, mungkin itu anaknya. Saat pagi seperti ini pembelinya sudah mulai banyak bergerombol di depan meja. Tampaknya, pagi ini nasib baik berpihak padaku. Hanya ada tiga pembeli yang sedang antri. Seorang bapak –bapak, dan dua orang Ibu –ibu jika dilihat dari penampilannya sepertinya mereka pulang dari joging.
Si ibu penjual tersenyum ramah ke arahku, manakala aku telah berdiri di depan mejanya.
“ Mau pesan nasi uduk atau nasi kuning mbak?”
“ Nasi uduk saja bu, lauknya oseng tempe, sambel teri sama dikasih telur dadar yang sudah di suwir ya?”
" Iya Mbak, mau makan disini atau di bungkus?”
" Makan di sini saja. Minumnya teh manis anget "
Memang di penjual nasi uduk ini bisa langsung di makan di tempat, menggunakan sebuah emperan toko yang belum buka telah digelar beberapa helai tikar untuk yang akan lesehan. Setelah menunggu beberapa saat pesanan ku sudah siap. Nasi uduk lengkap, masih hangat terlihat dari kepulan asap tipis dari gundukan nasi itu. Aku nikmati nasi uduk itu dengan lahap. Usai makan dan minum lalu aku membayarnya dan segera berlalu dari tempat ini.
Akan tetapi, sepertinya ada yang ketinggalan. Sesaat aku tertegun di tepi jalan. Dan tiba –tiba....ya Tuhan..Name tag ku tidak aku pakai. Aku baru ingat tadI aku letakkan di atas meja rias. Tanpa banyak berpikir aku balik arah dan berlari –lari kecil, keringat langsung bercucuran. Bodo amat make up ku luntur, aku tidak mau hari perdana masuk dipermalukan di depan kelas karena tidak memakai name tag.
Dan hari ini hari pertama aku mengikuti pelatihan di kampus penerbangan. Sudah sejak tadi jam empat aku bangun membuka mata, setelah sholat Subuh beres –beres kamar lalu beranjak pergi mandi. Hampir setengah jam aku berdiri tegak di depan cermin di kamar kos.
Berbalut seragam berwarna ungu dengan motif batik di padu dengan rok pendek selutut. Sebuah syal berwarna ungu melilit di leher. Rambutku tersanggul French Twist atau lebih lazim disebut Croissant, tidak nyaman memang dengan gaya rambut seperti ini. Serasa berat dan ganjal di atas kepala, tapi itu tidak jadi soal lama kelamaan aku juga akan terbiasa. Itu salah satu tata tertib di sekolahku yang baru dan wajib diikuti.
Aku lirik arloji di pergelangan tangan kanan ku. Tepat pukul 07.30 masih ada waktu sekitar tiga puluh menit lagi sebelum kuliah perdana di mulai. Aku cek kembali isi tas ku, apa saja yang perlu dibawa. Buku catatan, alat tulis dan kotak make up mini tidak boleh sampai ketinggalan. Aku ambil kotak sepatu yang ada di bawah lemari pakaian, sepasang sepatu hitam high heels. Aku kenakan di kedua kaki ku. Aku tersenyum, ngomong –ngomong aku cantik juga ya?
Langkah kaki ku ringan meninggalkan kos, masih banyak waktu untuk sampai ke kampus karena jarak kosan dengan sekolah tidak begitu jauh hanya sekitar tigaratus meter. Masih ada waktu juga jika aku mampir di nasi uduk depan kampus YKPN. Aku sudah terbiasa untuk sarapan pagi, rasanya aneh jika melewatkan pagi dengan perut kosong.
Dari jauh bisa aku lihat penjual nasi uduk itu, di tepi jalan hanya memakai meja kecil tidak lebih dari 2x2 meter. Penjualnya seorang ibu lumayan gemuk dibantu satu lelaki masih muda, mungkin itu anaknya. Saat pagi seperti ini pembelinya sudah mulai banyak bergerombol di depan meja. Tampaknya, pagi ini nasib baik berpihak padaku. Hanya ada tiga pembeli yang sedang antri. Seorang bapak –bapak, dan dua orang Ibu –ibu jika dilihat dari penampilannya sepertinya mereka pulang dari joging.
Si ibu penjual tersenyum ramah ke arahku, manakala aku telah berdiri di depan mejanya.
“ Mau pesan nasi uduk atau nasi kuning mbak?”
“ Nasi uduk saja bu, lauknya oseng tempe, sambel teri sama dikasih telur dadar yang sudah di suwir ya?”
" Iya Mbak, mau makan disini atau di bungkus?”
" Makan di sini saja. Minumnya teh manis anget "
Memang di penjual nasi uduk ini bisa langsung di makan di tempat, menggunakan sebuah emperan toko yang belum buka telah digelar beberapa helai tikar untuk yang akan lesehan. Setelah menunggu beberapa saat pesanan ku sudah siap. Nasi uduk lengkap, masih hangat terlihat dari kepulan asap tipis dari gundukan nasi itu. Aku nikmati nasi uduk itu dengan lahap. Usai makan dan minum lalu aku membayarnya dan segera berlalu dari tempat ini.
Akan tetapi, sepertinya ada yang ketinggalan. Sesaat aku tertegun di tepi jalan. Dan tiba –tiba....ya Tuhan..Name tag ku tidak aku pakai. Aku baru ingat tadI aku letakkan di atas meja rias. Tanpa banyak berpikir aku balik arah dan berlari –lari kecil, keringat langsung bercucuran. Bodo amat make up ku luntur, aku tidak mau hari perdana masuk dipermalukan di depan kelas karena tidak memakai name tag.
Quote:
Suasana depan kampus tampak lengang, parkir motor telah terisi penuh. Aku melirik sekilas ke arah arloji ku, entah sudah berapa kali aku melihat ke arah arloji ku pagi ini. Tepat pukul 08.05 dan aku terlambat lima menit. Di depan pintu masuk aku lihat Mas Maman si OB tampak sibuk menggosok pintu kaca menggunakan kanebo. Masuk di front office terlihat Pak Sapta tengah sibuk di depan monitor komputer. Begitupun dua orang perempuan muda yang berada di sampingnya, Miss Rara dan Miss Zulfa melakukan aktivitas yang serupa sibuk di depan monitor.
“ Pagi....”
“ Pagi...”
Balas ketiganya tanpa mengalihkan pandangan matanya ke arahku dan aku segera berlalu dengan terburu –buru. Aku berlari –lari kecil di sepanjang koridor yang akan membawaku ke dalam kelas. Saat itulah tiba –tiba dari depan ku muncul sesosok tubuh. Jika saja orang itu tidak menghentikan langkahnya sudah barang tentu kita akan bertabrakan.
Seorang lelaki muda, mungkin berumur dua puluh delapan tahun. Ia sangat rapi sekali, rambutnya tampak mengkilat di sisir ke belakang. Setelah blazer hitam dengan kemeja biru langit, celana panjang kain dipadu dengan sepasang sepatu hitam yang mengkilat. Cukup tampan, terlalu tampan malah menurut pandangan mata ku ini.
Lelaki itu mengangguk ke arah ku, lalu tersenyum untuk kemudian berlalu pergi masuk ke salah satu ruangan di sisi kanan koridor. Aku sejenak hanya bisa terpaku di tempatku berdiri. Setelah baru ingat kalau aku sudah terlambat buru –buru aku berlari lagi ke arah kelas yang tampaknya sudah terisi penuh. Terdengar dari suara berisiknya yang merembes keluar kelas. Tanpa permisi lagi, aku buka pintu lalu nyelonong masuk.
Aman belum ada pengajarnya. Dan memang benar semua kursi telah terisi, hany a tinggal deretan depan yang beberapa masih kosong. Aku celingukan, bingung mau duduk dimana. Beberapa teman yang aku kenal saat acara pra kuliah tersenyum ke arahku. Aku balas senyuman itu dengan canggung.
“ Hai, Dian siniS E N S O Ruduk sini “
Seorang gadis sedikit chubby tersenyum sambil melambaikan tangan ke arah ku. Berta, orang yang pertama aku daftar di sekolah ini kemudian menjadi akrab setelah kegiatan outbond selama tiga hari dua malam di markas komando angkatan udara dan kebetulan sekarang jadi teman satu kelas.Ternyata anak itu sudah datang, rajin juga pikirku. Bergegas aku berjalan menghampiri kursi kosong deretan depan di sebelah Berta. Sembari berjalan aku melirik beberapa anak tampak sedang mengobrol, deretan cowok –cowok sibuk main game online di smartphone.
Aku tarik kursi agak ke belakang sehingga menimbulkan suara gesekan antara kaki kursi dengan lantai. Tas aku letakkan di atas meja kecil yang jadi satu dengan kursi dan aku duduk disana. Aku menarik nafas lega. Keringat yang bercucuran tadi aku lap menggunakan tisu.
“ Kau kemana? Tadi aku mampir kos mu, maksudnya kita biar bisa berangkat bareng “
“ Aduh, maaf Ber aku tidak tahu..tadi kamu gak WA aku duluan “
“ Wa..gimana? sudah berkali –kalic ek list mulu. Hp mu mati atau kamu habis kuota?!”
Ya..ampun teriakku dalam hati. Hp ku habis paketan data sejak semalam dan aku lupa isi. Aduh, pantesan tadi pas akan order ojek online tidak bisa konek.
Suasana kelas yang tadinya riuh rendah tiba tiba tanpa dikomando berubah menjadi hening manakala dari balik pintu yang terdorong dari luar masuk sesosok tubuh. Dan aku setengah terkejut melongo..si tampan jeritku dalam hati. Si tampan yang baru saja hampir aku tabrak. Oh...jadi dia pengajar di kuliah perdana ini. Mungkin pipi ku bersemu merah jika aku bisa melihatnya sendiri. Entah mengapa jantungku jadi berdegup kencang.
“ Selamat pagi...”
“ Pagi....”, sahut sekelas dengan kompak dan serempak.
Pandangan ku tidak lepas menatap ke arah si tampan yang tengah berdiri di depan kelas, mungkin hanya terpaut dua langkah saja.
Berta mencolek tangan ku, lalu berbisik pelan, “ Dosen nya ganteng, boleh juga. Masih muda lagi. Tidak salah aku sekolah disini. Rapi banget mirip oppa oppa di drama korea “
“ HS E N S O R.eh “
Si tampan sedang memperkenalkan diri karena ini merupakan pertama kali ia masuk ke kelas ku Staff 2. Ia bernama Aditya, tetapi sering dipanggil mister Adit. Dan dia juga asli orang Jogja lulusan S2 di salah satu PTN ternama di Jogja. Dan hari itu hatiku sangat bahagia dan berbunga-bunga.
Akan tetapi, bunga itu tiba –tiba jatuh berguguran runtuh ke tanah. Manakala si tampan mengaku kalau sudah punya istri dan punya anak satu. Suasana hatiku yang tadi sangat terang benderang, penuh dengan suara burung bernyayi riang gembira berubah seketika, menjadi mendung gelap lalu hujan badai disertai halilintar yang teramat sangat hebat.
Lamunan ku buyar manakala suara itu memanggil nama ku..
“ Dian Verawati...”
“ Iya...Mister “
Si tampan tersenyum, “ Kenapa kaget? Baru melamun ya? “
Aku hanya tersenyum malu.
“ Nama panggilan mu apa? “
“ Dian Mister “
“ Asli dari mana? “
“ Solo Mister”
“ Oh..tidak jauh dari Jogja. Saya panggil kamu “ D “ saja ya. Lebih praktis “
“ Iya Mister “
Lalu Mister Adit melanjutkan memanggil satu persatu nama dari daftar absensi siswa sekaligus perkenalan ringan. Itulah obrolan singkatku dengan Mister Aditya. Meski hatiku kecewa tetapi ada satu hal yang membuatku tersenyum. Dia memberikan ku nama panggilan yang berbeda dari yang lain. Hal sepele tetapi itu sangat membekas di hati.
“ Pagi....”
“ Pagi...”
Balas ketiganya tanpa mengalihkan pandangan matanya ke arahku dan aku segera berlalu dengan terburu –buru. Aku berlari –lari kecil di sepanjang koridor yang akan membawaku ke dalam kelas. Saat itulah tiba –tiba dari depan ku muncul sesosok tubuh. Jika saja orang itu tidak menghentikan langkahnya sudah barang tentu kita akan bertabrakan.
Seorang lelaki muda, mungkin berumur dua puluh delapan tahun. Ia sangat rapi sekali, rambutnya tampak mengkilat di sisir ke belakang. Setelah blazer hitam dengan kemeja biru langit, celana panjang kain dipadu dengan sepasang sepatu hitam yang mengkilat. Cukup tampan, terlalu tampan malah menurut pandangan mata ku ini.
Lelaki itu mengangguk ke arah ku, lalu tersenyum untuk kemudian berlalu pergi masuk ke salah satu ruangan di sisi kanan koridor. Aku sejenak hanya bisa terpaku di tempatku berdiri. Setelah baru ingat kalau aku sudah terlambat buru –buru aku berlari lagi ke arah kelas yang tampaknya sudah terisi penuh. Terdengar dari suara berisiknya yang merembes keluar kelas. Tanpa permisi lagi, aku buka pintu lalu nyelonong masuk.
Aman belum ada pengajarnya. Dan memang benar semua kursi telah terisi, hany a tinggal deretan depan yang beberapa masih kosong. Aku celingukan, bingung mau duduk dimana. Beberapa teman yang aku kenal saat acara pra kuliah tersenyum ke arahku. Aku balas senyuman itu dengan canggung.
“ Hai, Dian siniS E N S O Ruduk sini “
Seorang gadis sedikit chubby tersenyum sambil melambaikan tangan ke arah ku. Berta, orang yang pertama aku daftar di sekolah ini kemudian menjadi akrab setelah kegiatan outbond selama tiga hari dua malam di markas komando angkatan udara dan kebetulan sekarang jadi teman satu kelas.Ternyata anak itu sudah datang, rajin juga pikirku. Bergegas aku berjalan menghampiri kursi kosong deretan depan di sebelah Berta. Sembari berjalan aku melirik beberapa anak tampak sedang mengobrol, deretan cowok –cowok sibuk main game online di smartphone.
Aku tarik kursi agak ke belakang sehingga menimbulkan suara gesekan antara kaki kursi dengan lantai. Tas aku letakkan di atas meja kecil yang jadi satu dengan kursi dan aku duduk disana. Aku menarik nafas lega. Keringat yang bercucuran tadi aku lap menggunakan tisu.
“ Kau kemana? Tadi aku mampir kos mu, maksudnya kita biar bisa berangkat bareng “
“ Aduh, maaf Ber aku tidak tahu..tadi kamu gak WA aku duluan “
“ Wa..gimana? sudah berkali –kalic ek list mulu. Hp mu mati atau kamu habis kuota?!”
Ya..ampun teriakku dalam hati. Hp ku habis paketan data sejak semalam dan aku lupa isi. Aduh, pantesan tadi pas akan order ojek online tidak bisa konek.
Suasana kelas yang tadinya riuh rendah tiba tiba tanpa dikomando berubah menjadi hening manakala dari balik pintu yang terdorong dari luar masuk sesosok tubuh. Dan aku setengah terkejut melongo..si tampan jeritku dalam hati. Si tampan yang baru saja hampir aku tabrak. Oh...jadi dia pengajar di kuliah perdana ini. Mungkin pipi ku bersemu merah jika aku bisa melihatnya sendiri. Entah mengapa jantungku jadi berdegup kencang.
“ Selamat pagi...”
“ Pagi....”, sahut sekelas dengan kompak dan serempak.
Pandangan ku tidak lepas menatap ke arah si tampan yang tengah berdiri di depan kelas, mungkin hanya terpaut dua langkah saja.
Berta mencolek tangan ku, lalu berbisik pelan, “ Dosen nya ganteng, boleh juga. Masih muda lagi. Tidak salah aku sekolah disini. Rapi banget mirip oppa oppa di drama korea “
“ HS E N S O R.eh “
Si tampan sedang memperkenalkan diri karena ini merupakan pertama kali ia masuk ke kelas ku Staff 2. Ia bernama Aditya, tetapi sering dipanggil mister Adit. Dan dia juga asli orang Jogja lulusan S2 di salah satu PTN ternama di Jogja. Dan hari itu hatiku sangat bahagia dan berbunga-bunga.
Akan tetapi, bunga itu tiba –tiba jatuh berguguran runtuh ke tanah. Manakala si tampan mengaku kalau sudah punya istri dan punya anak satu. Suasana hatiku yang tadi sangat terang benderang, penuh dengan suara burung bernyayi riang gembira berubah seketika, menjadi mendung gelap lalu hujan badai disertai halilintar yang teramat sangat hebat.
Lamunan ku buyar manakala suara itu memanggil nama ku..
“ Dian Verawati...”
“ Iya...Mister “
Si tampan tersenyum, “ Kenapa kaget? Baru melamun ya? “
Aku hanya tersenyum malu.
“ Nama panggilan mu apa? “
“ Dian Mister “
“ Asli dari mana? “
“ Solo Mister”
“ Oh..tidak jauh dari Jogja. Saya panggil kamu “ D “ saja ya. Lebih praktis “
“ Iya Mister “
Lalu Mister Adit melanjutkan memanggil satu persatu nama dari daftar absensi siswa sekaligus perkenalan ringan. Itulah obrolan singkatku dengan Mister Aditya. Meski hatiku kecewa tetapi ada satu hal yang membuatku tersenyum. Dia memberikan ku nama panggilan yang berbeda dari yang lain. Hal sepele tetapi itu sangat membekas di hati.
Quote:
BULAN purnama memancar terang. Langit biru halus bak sebuah permadani yang dibentangkan. Warna rembutan kuning semburat perak. Pancaran cahayanya sungguh indah
menerangi bumi. Aku duduk di balkon kosan di lantai dua. Berta duduk sambil melipat kaki di atas kursi.
"Romantis banget suasana malam ini, ya Ber? Buat pacaran enak nih, ya nggak?"
"Pacaran ama siapa? Ama genderuwo?!"
"Waaah, kamu emang cewek yang nggak ngerti roman - romanan. Hidup mu gersang, kalau nggak ngerti romantis ama nggak kenal cinta!"
"Sok tau, Dian nih. Kayak yang lagi jatuh cinta aja."
"Jatuh cinta kali ini sakit seperti jatuh dari motor “
Berta terdiam sejenak mendengar kalimat terakhir yang keluar dari mulutku. Ia turun dari kursi mendekat ke arah ku sembari melongo.
"Kamu baru minum teh manis segelas saja udah mabuk gitu, apalagi kamu minum sekalian gelasnya “
“ Benernya ada apa sih? Aku perhatikan sejak tadi pagi kamu ngelamun terus. Ada masalah?”
Aku menarik nafas panjang.
“ Kamu percaya ada cinta pandangan pertama?”
Berta tidak menjawab, ia hanya mengangguk pelan.
“ Kamu juga percaya adanya cinta terlarang?”
Kali ini Berta berkerut dahi. Sepertinya dia bingung dengan ucapanku tadi.
“ Cinta terlarang bagaimana? Mirip judul lagunya The Virgin ah..cinta terlarang itu cinta yang tidak boleh dilakukan. Misalnya, cinta sama yang masih saudara atau cinta dengan suami orang..eh, kenapa kamu tiba –tiba bahas itu? “
“ Jangan – jangan kau suka sama Mister Adit....”
“ Aduh..temen ku yang syantik ini mau jadi pelakor “
Aku kembali hanya tersenyum getir. Mungkinkah aku jadi pelakor?! Tidak Dian, eh “ D “ Ingat tujuan mu semula ke Jogja sekolah lalu selesai lalu berkerja. Jangan pernah menyimpang dari itu, apalagi jatuh cinta dengan lelaki yang sudah punya anak istri. Ayo “ D “ dimana harga diri mu? Masa iya hanya karena Mister Aditya tampan, kamu langsung jatuh cinta kepadanya. Itu bukan jatuh cinta, itu hanya kagum. Ayo lah, bangunlah! Kamu bukan bocah baru gede yang hanya karena pandangan pertama bisa jatuh cinta dengan semudah itu.S E N S O Ran malam itu aku tidak sekejap pun bisa memejamkan mata.
menerangi bumi. Aku duduk di balkon kosan di lantai dua. Berta duduk sambil melipat kaki di atas kursi.
"Romantis banget suasana malam ini, ya Ber? Buat pacaran enak nih, ya nggak?"
"Pacaran ama siapa? Ama genderuwo?!"
"Waaah, kamu emang cewek yang nggak ngerti roman - romanan. Hidup mu gersang, kalau nggak ngerti romantis ama nggak kenal cinta!"
"Sok tau, Dian nih. Kayak yang lagi jatuh cinta aja."
"Jatuh cinta kali ini sakit seperti jatuh dari motor “
Berta terdiam sejenak mendengar kalimat terakhir yang keluar dari mulutku. Ia turun dari kursi mendekat ke arah ku sembari melongo.
"Kamu baru minum teh manis segelas saja udah mabuk gitu, apalagi kamu minum sekalian gelasnya “
“ Benernya ada apa sih? Aku perhatikan sejak tadi pagi kamu ngelamun terus. Ada masalah?”
Aku menarik nafas panjang.
“ Kamu percaya ada cinta pandangan pertama?”
Berta tidak menjawab, ia hanya mengangguk pelan.
“ Kamu juga percaya adanya cinta terlarang?”
Kali ini Berta berkerut dahi. Sepertinya dia bingung dengan ucapanku tadi.
“ Cinta terlarang bagaimana? Mirip judul lagunya The Virgin ah..cinta terlarang itu cinta yang tidak boleh dilakukan. Misalnya, cinta sama yang masih saudara atau cinta dengan suami orang..eh, kenapa kamu tiba –tiba bahas itu? “
“ Jangan – jangan kau suka sama Mister Adit....”
“ Aduh..temen ku yang syantik ini mau jadi pelakor “
Aku kembali hanya tersenyum getir. Mungkinkah aku jadi pelakor?! Tidak Dian, eh “ D “ Ingat tujuan mu semula ke Jogja sekolah lalu selesai lalu berkerja. Jangan pernah menyimpang dari itu, apalagi jatuh cinta dengan lelaki yang sudah punya anak istri. Ayo “ D “ dimana harga diri mu? Masa iya hanya karena Mister Aditya tampan, kamu langsung jatuh cinta kepadanya. Itu bukan jatuh cinta, itu hanya kagum. Ayo lah, bangunlah! Kamu bukan bocah baru gede yang hanya karena pandangan pertama bisa jatuh cinta dengan semudah itu.S E N S O Ran malam itu aku tidak sekejap pun bisa memejamkan mata.
Diubah oleh breaking182 11-02-2019 19:42


anasabila memberi reputasi
1
1.8K
Kutip
2
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan