Kaskus

News

sukhoivsf22Avatar border
TS
sukhoivsf22
Cadangan Emas Nasional Buat Stabilkan Rupiah
Cadangan Emas Nasional Buat Stabilkan Rupiah

Oleh: Gunawan Benjamin*

Divestasi saham Freeport
sebesar 51% sebenarnya tidak
hanya menunjukan bagaimana
negara kita bisa lebih berdaulat
terhadap tambang emas di
Papua. Lebih dari itu, ada
kesempatan bagi negara kita
untuk lebih berdaulat terhadap
mata uang Rupiah yang kerap
dibandingkan dengan US Dolar.

Seperti yang kita tahu, dalam
tatanan ekonomi saat ini,
dimana USA kerap menjadi
market leader dalam hal
kebijakan moneter, yang
terkadang kebijakannya justru
mengakibatkan kita harus
menyesuaikan dengan posisi
kita yang lebih dirugikan.

Seperti yang terjadi
belakangan ini. Bank Sentral
Amerika Serikat kerap
menaikkan suku bunga acuan,
yang berdampak sama, di
mana kita harus juga
menaikkan bunga acuan.

Karena jika kita tidak mengikuti
pola yang dilakukan oleh Bank
Sentral AS, maka Rupiah akan
berisiko mengalami
pelemahan. Dan faktanya,
sekalipun kita mengikuti
kebijakan yang mirip dengan
bank sentral AS, Rupiah juga
tetap terpuruk dari kisaran
13.700 menjadi 15.300-an di
semester II 2018 silam.

Belum lagi kerugian yang
diakibatkan oleh tren kenaikan
suku bunga acuan. Dimana tren
kenaikan suku bunga acuan
tersebut memicu terjadinya
kenaikan bunga kredit yang
membuat roda perekonomian
nasional semakin sulit untuk
diputar. Dan di sisi lainnya,
pertumbuhan ekonomi menjadi
korban selanjutnya di mana
akselerasi pertumbuhan
ekonomi tertahan akibat tren
kenaikan suku bunga acuan
tersebut.

Belum lagi berkaca pada
kondisi keuangan negara
lainnya yang kerap juga
mengalami keterpurukan. Turki,
Venezuela, Argentina menjadi
contoh negara yang
ekonominya masuk dalam
kubangan krisis seiring dengan
pelemahan mata uang di
negaranya masing masing.

Berkaca kepada dinamika
tersebut maka sudah
sebaiknya Indonesia
memanfaatkan momentum
penguasaan atas PT Freeport
untuk dimanfaatkan dalam
menstabilkan mata uang
Rupiah.

Seperti yang kita tahu saat ini,
mata uang di banyak negara
saat ini dicetak tanpa harus
memiliki cadangan emas
tertentu. Namun sistem ini
memiliki kelemahan, di mana di
saat terjadi pelemahan mata
uang dan tekanan inflasi,
instrumen moneter seperti
penyesuaian suku bunga acuan
menjadi alat yang paling
efektif dalam meredamnya.

Yang sangat jelas
pertumbuhan ekonomi
dikorbankan saat terjadi
gejolak ekonomi seperti itu.
Pengendalian penurunan angka
kemiskinan serta penyerapan
tenaga kerja menjadi tidak
optimal. Kita kerap terjebak
dalam kebijakan ekonomi yang
cenderung untuk tetap
menjaga jarak antara besaran
bunga acuan kita dengan
bunga acuan Bank Sentral AS
di level tertentu, atau dikenal
dengan interest rate
differential.

Namun, ada harapan agar kita
lebih kuat dalam pengendalian
Rupiah ke depan. Yakni
menjadikan emas yang
diproduksi oleh sejumlah
perusahaan tambang nasional
untuk dimanfaatkan sebagai
cadangan instrumen kebijakan
moneter khususnya terkait
dalam pengendalian inflasi dan
nilai tukar Rupiah. Menurut Dirut
Inalum, Bapak Gunadi Budi
Sadikin, cadangan emas
Freeport itu sebesar 1.187 ton
atau sekitar $ 469,7 miliar.

Angkanya lebih besar dari
cadangan devisa kita saat ini
yang berada di kisaran 117-an
miliar. Dan angkanya juga lebih
besar dari potensi pembalikan
modal asing dari tanah air
(reversal), yang menurut
perhitungan saya, angkanya itu
sekitar $ 300 miliar-an. Artinya
memang angka sebesar itu
sudah mampu menahan laju
pelemahan Rupiah ke depan,
seandainya semua uang Dolar
orang asing, baik itu dalam
bentuk pemberian pinjaman/
hutang seperti obligasi, SUN
dll. Atau dana asing yang
terparkir di pasar keuangan
(bank dan pasar modal).

Tetapi, kita membutuhkan
sebuah aturan main atau
regulasi yang bisa mendukung
terciptanya upaya untuk
menstabilkan uang tersebut.
Karena memang pada
dasarnya Freeport atau Aneka
Tambang ini bukanlah Bank
Sentral, namun lebih
merupakan perusahaan
pertambangan biasa. Yang
berorientasi kepada
keuntungan, serta bergerakan
layaknya perusahaan tambang
lainnya.

Regulasi yang dibutuhkan
antara lain bisa menopang
kemungkinan emas Freeport
hanya dijual ke Bank Sentral.

Dalam konteks ini ke Bank
Indonesia. Mengapa demikian?
karena emas Freeport atau
perusahaan emas lainnya
sejauh ini masih diberi
keleluasaan untuk menjual
emas kepada banyak pihak.

Dan dalam transaksi jual beli
emas tersebut dilakukan dalam
mata uang rupiah.

Selanjutnya, perusahaan
penambang emas diwajibkan
untuk memberikan laporan
keuangan dalam mata uang
rupiah. Tidak lagi menggunakan
mata uang US Dolar. Termasuk
dalam hal pembagian deviden
ke para pemegang saham. Hal
ini bisa diupayakan mengingat
51% saham Freeport dimiliki
pemerintah, dan 10% dari sisa
sahamnya (49%) juga dimiliki
oleh pemerintah daerah. Jadi
proses pengambilan
kebijakannya saya pikir tidak
sulit.

Pemerintah daerah (Papua)
yang juga memiliki bagian 10%
dari 49% tersebut juga
diwajibkan untuk menjual
emasnya ke Bank Indonesia.
Jadi finalisasi regulasinya tidak
hanya di tatanan DPR pusat,
juga harus melewati DPR di
daerah. Memang masih butuh
waktu dalam tahapan
finalisasinya. Akan tetapi,
semua pihak harus menyadari
pentingnya emas sebagai
instrumen moneter dalam
menstabilkan Rupiah.

Selanjutnya, adalah
pengelolaan current account
deficit (CAD) yang terukur.
Agar tidak terjadi permintaan
US Dolar yang signifikan dan
cenderung meningkat setiap
tahunnya. Jika semua
cadangan emas mampu
diserap oleh Bank Indonesia,
maka ke depan kita akan lebih
mampu dalam mengatur
kebijakan moneter kita. Lebih
leluasa dan lebih kredibel serta
lebih kuat dalam menghadapi
ancaman pembalikan modal
dari tanah air.

Manfaat bagi makro ekonomi
kita, di antaranya adalah
kebijakan pengendalian suku
bunga acuan menjadi lebih
ringan, karena tidak harus
berpatokan kepada besaran
suku bunga acuan negara
besar. Tekanan inflasi yang
diakibatkan oleh pelemahan
Rupiah tidak perlu kita kuatirkan
karena emas dapat
meredamnya. Dan yang tak
kalah penting kita akan lebih
optimal dalam pengendalian
jumlah angka kemiskinan dan
pengangguran.

Bahkan kita akan lebih kuat
dalam menghadapi gejolak
ekonomi global. Tren
penguatan US Dolar terhadap
Rupiah maupun sejumlah
negara berkembang lain telah
memakan korban dengan
banyaknya negara berkembang
yang membutuhkan dana
talangan untuk keluar dari
tekanan krisis keuangan. Oleh
karena itu semua stake holder
di tanah air harus diyakinkan
pentingnya regulasi yang
memperkuat kebijakan
moneter demi kemaslahatan
bersama.

*Pengamat Ekonomi
EDITOR
SASLI PRANOTO SIMARMAT
http://www.medanbisnisdaily.com/m/ne...abilkan_rupiah
0
2.2K
8
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan