Politikus Rabies



Jagat politik di Indonesia semakin ramai menjelang Pilpres. Yang satu membanggakan pencapaian, yang satu menjatuhkan dan meremehkan. Itu hal yang biasa sebenarnya. Tinggal bagaimana kita sebagai rakyat Indonesia melihat dengan fakta yang ada.

Yang mungkin sangat kita sesali adalah kelakuan beberapa politikus dari beberapa partai di Indonesia ini yang membuat pernyataan membabi buta tanpa memperhatikan etika. Fatsun politik nampaknya telah dibuang jauh-jauh. Adu gagasan atau pemikiran sepertinya sudah jadi barang yang langka. Jika era Republik ini berdiri, semua politikus yang berbeda pendapat, berseberangan, bisa tetap ngopi bareng, pulang bareng bahkan berboncengan sepeda, maka saat ini yang diumbar adalah kebencian semata demi ego kekuasaan.

Dan parahnya, beberapa petinggi partai sepertinya membiarkan saja hal ini berlangsung. Tak ada teguran sama sekali, seolah mereka merestui perilaku buruk tersebut. Ini jadi catatan tersendiri bagi mereka, bukti bahwa mereka mempergunakan cara-cara yang kurang beradab dalam usaha mencari kekuasaan.

Anjing penjaga nampaknya layak disematkan kepada mereka yang terus menyalak dan menggonggong siapapun juga yang dianggap mengganggu kepentingan tuannya dan kelompoknya. Bahkan anjing-anjing penjaga ini mulai menggigit kesana-kemari tanpa pandang bulu.

Jika dilihat dari rekam jejaknya, sebenarnya mereka ini para pecundang di era Reformasi. Gelar aktivis yang mereka banggakan tak sepadan dengan perjuangan para aktivis yang memang benar-benar menginginkan perubahan saat itu, tanpa berfikir tentang diri mereka sendiri, apalagi sampai menjual diri. Darah para mahasiswa yang gugur dihajar peluru aparat serta bau hangus mayat korban kerusuhan Mei 1998 nampaknya hanya menjadi cacatan pinggir mereka.

Lantas apa yang terfikir didiri kita terhadap mereka para politikus yang suka berkomentar semaunya ini? Nampaknya terkena penyakit Rabies sangat cocok bagi mereka.

Mereka para politikus Rabies ini tak peduli dengan hoax yang mereka tebar. Tak peduli dengan goncangan hebat pada masyarakat Indonesia. Bagi mereka, semakin keras mereka menyalak, semakin ganas mereka menggigit kesana kemari, dianggapnya pujian setinggi langit akan datang menghampiri mereka.

Miris.