- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Sumur Tua Tak Bertuan di Tanah Warisan Kakek


TS
micky10
Sumur Tua Tak Bertuan di Tanah Warisan Kakek
Quote:
00.43 WIB , aku masih terjaga membaca komen-komen Tulisan ku yang berjudul “Cerita Abang Ojol yang masuk dan terjebak di lingkaran setan”. Terserah buat agan-agan percaya atau tidak, aku hanya mengutip ulang apa yang di ceritakan oleh pak Agus, Driver Ojol yang malam itu mengantarkan ku pulang. Dan dari beberapa kesaksian agan-agan yang mengetahui tempat itu, Karya Timur adalah tempat angker yang sepi dan kumuh dan agan akan merasakan hal yang tidak biasa jika masuk ke sudut2 jalan disana…
Sejenak kita lupakan tentang Karya Timur dan misterinya. Aku akan mengajak kalian flashback ke tahun 70an.… disaat almarhum ayah saya masih berusia 15 tahun. Kisah lama yang ayah ceritakan tentang sumur tua di belakang rumah kakek saya di Blitar. Sumur usang dengan semua misteri nya.
Sejenak kita lupakan tentang Karya Timur dan misterinya. Aku akan mengajak kalian flashback ke tahun 70an.… disaat almarhum ayah saya masih berusia 15 tahun. Kisah lama yang ayah ceritakan tentang sumur tua di belakang rumah kakek saya di Blitar. Sumur usang dengan semua misteri nya.
Quote:

Belum sempat pulang ke Blitar, belum punya foto asli. jadi aku ambilkan dari gmap. sumur ada pas di belakang bengkel itu, dan di depan rumah berwarna biru itu
Quote:
Kakek ku mendapatkan warisan sebidang tanah yang cukup luas di seputaran Blitar kota. Tanah di tengah pemukiman berbentuk leter L. luasnya saya kurang tau tepatnya berapa, hanya saja saya perkirakan cukup menampung sekitar 7-8 rumah sederhana. Tanah itu adalah tanah warisan dari kakek buyut ku, yang dia bagi ke beberapa anaknya.
Tidak ada yang istimewa dari tanah itu, selain di kelilingi rumpun bambu, beberapa pohon kelapa dan sebuah sumur tua di belakangnya. Ayah ku tak tau pasti kapan sumur itu di gali, sejak dia kecil sumur itu sudah ada dan dibiarkan usang. Meski sesekali ada pemuda pencari rumput ternak yang mampir dan menimba air di sumur itu hanya untuk melepas dahaga mereka.
Meski terlihat usang dan di kelilingi oleh semak belukar, sumur itu masih mengeluarkan air. Dan seperti tidak pernah kering meski kemarau melanda. Dinding2 sumur sudah mulai rapuh plester semen nya dan di bagian dalam dinding sumur di penuhi rimbun tumbuhan paku yang hidup dan menutupi bibir sumur. Tidak ada katrol, hanya ada tali dan timba yang di biarkan tergeletak di bawah dan bisa di gunakan buat siapa saja yang membutuhkan air dari sumur itu.
Ada beberapa hal aneh yang saya lihat dari keberadaan sumur tua itu. Pertama, sumur itu di buat tanpa ada rumah di sekelilingnya. Hanya ada pohon2 kelapa dan rerimbunan rumpun bambu. Lalu untuk apa orang menggali sumur disitu. Kedua, sumur itu hanya berjarak sekitar 20 meter dari jalan besar, yang merupakan jalan utama menuju persawahan. Dari sini saya menyimpulkan apa mungkin sumur di siapkan untuk orang2 dulu yang mau berangkat dan pulang dari persawahan?. Ketiga, jika memang sumur itu sengaja di buat tanpa tau jelas siapa yang akan menggunakan nya. Berarti ada 2 kemungkinan, si pembuat sumur merencanakan membangun kompleks rumah di daerah itu atau si pembuat sumur merencanakan menghibahkan tanahnya untuk real pemakaman… di adat jawa, tanah hibah untuk pemakaman selalu di bangunkan terlebih dahulu sebuah sumur untuk kebutuhan air peziarah…
Ini hanya spekulasi ku saja, belum tentu benar…
tapi beberapa kejadian yg di ceritakan Almarhum Ayah ku ini membuatku yakin spekulasiku… hampir mendekati benar…
Waktu hampir menjelang adzan magrib, saat ayahku masih sibuk mengambil air dari sumur itu untuk mencuci kakinya dari lumpur sawah. Mencari keong sawah adalah hal yang menyenangkan buat beliau waktu itu. Karena sesekali beliau juga mendapatkan belut sawah yang lumayan banyak untuk lauk di rumah.
Lumpur menempel begitu banyak di sandal yang ayahku pakai, dan beberapa timba air belum cukup untuk membersihkan lumpur itu. Namun hari sudah hampir magrib, kakekku sangat mewanti-wanti agar sebelum magrib anaknya sudah ada di dalam rumah. Tidak sedang keluyuran di luar, apa lagi bermain di sekitar sumur. Adat jawa ini sungguh sangat melekat di kehidupan kakek, dan sebisa mungkin dia melaksanakannya.
Adzan pun berkumandang, tapi ayah belum juga selesai dari aktivitasnya. Hingga adzan selesai, lumpur2 di kakinya juga belum hilang semua. Dan sesaat kemudian, kejadian aneh itu pun terjadi… Ayah merasa ada beberapa orang berdiri di belakangnya. Dari suara langkahnya, sekitar 7-8 orang berdiri berjajar di belakangnya. Siapa mereka?? Yang jelas bukan sekumpulan orang yang sedang mengantri untuk mengambil air. Siapa orang yang bergerombol jam segitu antri hanya untuk mengambil air?
Saat ayah menoleh, ada sekitar 7-8 orang berkepala kambing berdiri berjajar dan hanya diam memandangi ayahku. Siapa mereka?? Jelas bukan manusia an jelas juga bukan orang yang baru pulang akrnaval dengan kostum kambing.
Kaget, takut, terfikir untuk lari. Tapi kaki seketika lemas, mulut gugup dan tidak bisa bersuara. Ayahku hanya memalingkan pandangannya dan berjalan perlahan menuju rumah kakeh yang berjarak sekitar 70 meteran dari sumur itu. Perlahan dia langkahkan kaki, tanpa sekalipun menoleh ke belakang. Tapi makhluk-makhluk berkepala kambing itu pun mengikuti seiring seirama dengan langkah kaki ayah. Terus mengikuti hingga ayah masuk ke rumah melalui pintu belakang. Dan makhluk itu sekejab hilang di telan gelap malam.
Siapa mereka?? Apa hubungan mereka dengan sumur tua?? Aku dan ayah tidak pernah tau. Hingga kakek meninggal, ayah tak pernah sekalipun mendapatkan cerita tentang sumur itu. Pakde dan pak lik ku pun tak pernah tau. Entah mereka benar-benar tidak tau, atau mereka memilih untuk diam.
Cerita ayah tidak hanya sampai disitu, kejadian ini terjadi beberapa bulan setelah makhluk-makhluk berkepala kambing itu muncul. Dulu di wilayah sekitar rumah kakekku masih sering ada acara “tanggapan”. Ada orang yang punya hajat trus mengundang wayang kulit. Dan acara-acara seperti ini menjadi target incaran PKL untuk mangkal di sekitar pertunjukan wayang tersebut. Dari sinilah kejadian berikutnya bermula…
Waktu isya sudah berlalu sekitar 30 menitan, suasana cukup ramai sekitar 100meter dari rumah kakek. Ada orang yang mengundang layar tancap, dan beberapa PKL sudah mulai berjualan. Film belum di mulai, dan PKL masih ada yang berdatangan. Termasuk seorang PKL yang membawa gerobak dan di tarik dengan sepeda pancal. Dia datang dari arah jalan persawahan. Melewati jalan yang sejajar dengan sumur. Awal nya terasa biasa saja, tapi saat dia melewati jalan yang sejajar dengan sumur genjotan sepeda pancalnya terasa sangat berat… sangat berat…
Sepeti ada yang menahan dari belakang. Dia coba kayuh lagi… masih sangat terasa berat. Tidak biasanya dia seperti itu. Karena barang bawaanya juga tidak ada yang terlalu berat. Merasa penasaran, pedangan itu turun dan mengecek ban sepeda dan gerobaknya. Tidak kempes, dan ban juga bisa berputar normal…
Tapi kenapa terasa berat??? Apa yang membuat berat??
Penasaran pedagang itu membuka pintu samping rombong, dan…. terperangah sesaat kemudian lari menjauh… betapa kagetnya dia melihat 2-3 mayat meringkuk di dalam rombong nya… what??? Mayat??? Buat apa dia bawa mayat ke layar tancap. Lagi pula siapa yang iseng meletakkan mayat itu di dalam gerobak??
jelas ini bukan ulah manusia… bukan manusia…
Ayah mendapatkan cerita itu dari si pedagang tersebut yang di saat siang nya si pedagang terlihat mondar-mandi di sekitar situ. Saat di tanya,
“Pak… madosi nopo?”---> (pak, lagi cari apa?”)
“Mboten mas… mang bengi aku di ‘gudoi’. Trus onok tetesan getih akeh nang dalan sebelah kene. Tapi iki kok tak perikso gak onok getih blas” ---> (tidak mas… tadi malam aku di “godain” trus ada tetesan darah banyak di jalan sebelah ini. Tapi waktu aku periksa gak ada darah sama sekali)
Si pedagang pun menceritakan pengalamannya malam itu… lalu siapa mereka?? Siapa mereka??
Pertanyaan ku tak pernah di jawab sampai pada akhirnya, sekarang sumur itu ratakan dengan tanah, di tutup beton cor dan masih di pakai untuk keperluan air paklik ku. keadaan pun banyak berubah. sudah banyak rumah di sekitarnya. dan cukup ramai... meski sudah tak nampak, tapi paklik ku ingin sumur itu tetap ada...
Saat ayah berpulang, rahasia sumur itu tidak pernah terungkap, hilang dibawa ayah hingga ke liang lahat...
Tidak ada yang istimewa dari tanah itu, selain di kelilingi rumpun bambu, beberapa pohon kelapa dan sebuah sumur tua di belakangnya. Ayah ku tak tau pasti kapan sumur itu di gali, sejak dia kecil sumur itu sudah ada dan dibiarkan usang. Meski sesekali ada pemuda pencari rumput ternak yang mampir dan menimba air di sumur itu hanya untuk melepas dahaga mereka.
Meski terlihat usang dan di kelilingi oleh semak belukar, sumur itu masih mengeluarkan air. Dan seperti tidak pernah kering meski kemarau melanda. Dinding2 sumur sudah mulai rapuh plester semen nya dan di bagian dalam dinding sumur di penuhi rimbun tumbuhan paku yang hidup dan menutupi bibir sumur. Tidak ada katrol, hanya ada tali dan timba yang di biarkan tergeletak di bawah dan bisa di gunakan buat siapa saja yang membutuhkan air dari sumur itu.
Ada beberapa hal aneh yang saya lihat dari keberadaan sumur tua itu. Pertama, sumur itu di buat tanpa ada rumah di sekelilingnya. Hanya ada pohon2 kelapa dan rerimbunan rumpun bambu. Lalu untuk apa orang menggali sumur disitu. Kedua, sumur itu hanya berjarak sekitar 20 meter dari jalan besar, yang merupakan jalan utama menuju persawahan. Dari sini saya menyimpulkan apa mungkin sumur di siapkan untuk orang2 dulu yang mau berangkat dan pulang dari persawahan?. Ketiga, jika memang sumur itu sengaja di buat tanpa tau jelas siapa yang akan menggunakan nya. Berarti ada 2 kemungkinan, si pembuat sumur merencanakan membangun kompleks rumah di daerah itu atau si pembuat sumur merencanakan menghibahkan tanahnya untuk real pemakaman… di adat jawa, tanah hibah untuk pemakaman selalu di bangunkan terlebih dahulu sebuah sumur untuk kebutuhan air peziarah…
Ini hanya spekulasi ku saja, belum tentu benar…
tapi beberapa kejadian yg di ceritakan Almarhum Ayah ku ini membuatku yakin spekulasiku… hampir mendekati benar…
Waktu hampir menjelang adzan magrib, saat ayahku masih sibuk mengambil air dari sumur itu untuk mencuci kakinya dari lumpur sawah. Mencari keong sawah adalah hal yang menyenangkan buat beliau waktu itu. Karena sesekali beliau juga mendapatkan belut sawah yang lumayan banyak untuk lauk di rumah.
Lumpur menempel begitu banyak di sandal yang ayahku pakai, dan beberapa timba air belum cukup untuk membersihkan lumpur itu. Namun hari sudah hampir magrib, kakekku sangat mewanti-wanti agar sebelum magrib anaknya sudah ada di dalam rumah. Tidak sedang keluyuran di luar, apa lagi bermain di sekitar sumur. Adat jawa ini sungguh sangat melekat di kehidupan kakek, dan sebisa mungkin dia melaksanakannya.
Adzan pun berkumandang, tapi ayah belum juga selesai dari aktivitasnya. Hingga adzan selesai, lumpur2 di kakinya juga belum hilang semua. Dan sesaat kemudian, kejadian aneh itu pun terjadi… Ayah merasa ada beberapa orang berdiri di belakangnya. Dari suara langkahnya, sekitar 7-8 orang berdiri berjajar di belakangnya. Siapa mereka?? Yang jelas bukan sekumpulan orang yang sedang mengantri untuk mengambil air. Siapa orang yang bergerombol jam segitu antri hanya untuk mengambil air?
Saat ayah menoleh, ada sekitar 7-8 orang berkepala kambing berdiri berjajar dan hanya diam memandangi ayahku. Siapa mereka?? Jelas bukan manusia an jelas juga bukan orang yang baru pulang akrnaval dengan kostum kambing.
Kaget, takut, terfikir untuk lari. Tapi kaki seketika lemas, mulut gugup dan tidak bisa bersuara. Ayahku hanya memalingkan pandangannya dan berjalan perlahan menuju rumah kakeh yang berjarak sekitar 70 meteran dari sumur itu. Perlahan dia langkahkan kaki, tanpa sekalipun menoleh ke belakang. Tapi makhluk-makhluk berkepala kambing itu pun mengikuti seiring seirama dengan langkah kaki ayah. Terus mengikuti hingga ayah masuk ke rumah melalui pintu belakang. Dan makhluk itu sekejab hilang di telan gelap malam.
Siapa mereka?? Apa hubungan mereka dengan sumur tua?? Aku dan ayah tidak pernah tau. Hingga kakek meninggal, ayah tak pernah sekalipun mendapatkan cerita tentang sumur itu. Pakde dan pak lik ku pun tak pernah tau. Entah mereka benar-benar tidak tau, atau mereka memilih untuk diam.
Cerita ayah tidak hanya sampai disitu, kejadian ini terjadi beberapa bulan setelah makhluk-makhluk berkepala kambing itu muncul. Dulu di wilayah sekitar rumah kakekku masih sering ada acara “tanggapan”. Ada orang yang punya hajat trus mengundang wayang kulit. Dan acara-acara seperti ini menjadi target incaran PKL untuk mangkal di sekitar pertunjukan wayang tersebut. Dari sinilah kejadian berikutnya bermula…
Waktu isya sudah berlalu sekitar 30 menitan, suasana cukup ramai sekitar 100meter dari rumah kakek. Ada orang yang mengundang layar tancap, dan beberapa PKL sudah mulai berjualan. Film belum di mulai, dan PKL masih ada yang berdatangan. Termasuk seorang PKL yang membawa gerobak dan di tarik dengan sepeda pancal. Dia datang dari arah jalan persawahan. Melewati jalan yang sejajar dengan sumur. Awal nya terasa biasa saja, tapi saat dia melewati jalan yang sejajar dengan sumur genjotan sepeda pancalnya terasa sangat berat… sangat berat…
Sepeti ada yang menahan dari belakang. Dia coba kayuh lagi… masih sangat terasa berat. Tidak biasanya dia seperti itu. Karena barang bawaanya juga tidak ada yang terlalu berat. Merasa penasaran, pedangan itu turun dan mengecek ban sepeda dan gerobaknya. Tidak kempes, dan ban juga bisa berputar normal…
Tapi kenapa terasa berat??? Apa yang membuat berat??
Penasaran pedagang itu membuka pintu samping rombong, dan…. terperangah sesaat kemudian lari menjauh… betapa kagetnya dia melihat 2-3 mayat meringkuk di dalam rombong nya… what??? Mayat??? Buat apa dia bawa mayat ke layar tancap. Lagi pula siapa yang iseng meletakkan mayat itu di dalam gerobak??
jelas ini bukan ulah manusia… bukan manusia…
Ayah mendapatkan cerita itu dari si pedagang tersebut yang di saat siang nya si pedagang terlihat mondar-mandi di sekitar situ. Saat di tanya,
“Pak… madosi nopo?”---> (pak, lagi cari apa?”)
“Mboten mas… mang bengi aku di ‘gudoi’. Trus onok tetesan getih akeh nang dalan sebelah kene. Tapi iki kok tak perikso gak onok getih blas” ---> (tidak mas… tadi malam aku di “godain” trus ada tetesan darah banyak di jalan sebelah ini. Tapi waktu aku periksa gak ada darah sama sekali)
Si pedagang pun menceritakan pengalamannya malam itu… lalu siapa mereka?? Siapa mereka??
Pertanyaan ku tak pernah di jawab sampai pada akhirnya, sekarang sumur itu ratakan dengan tanah, di tutup beton cor dan masih di pakai untuk keperluan air paklik ku. keadaan pun banyak berubah. sudah banyak rumah di sekitarnya. dan cukup ramai... meski sudah tak nampak, tapi paklik ku ingin sumur itu tetap ada...
Saat ayah berpulang, rahasia sumur itu tidak pernah terungkap, hilang dibawa ayah hingga ke liang lahat...
Quote:






Gimi96 dan 18 lainnya memberi reputasi
17
8.2K
Kutip
32
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan