- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Jumlah Korban Paling Banyak Sejak 2007, 2018 Disebut Tahun Bencana


TS
mendoan76
Jumlah Korban Paling Banyak Sejak 2007, 2018 Disebut Tahun Bencana
BMKG ungkap sebab puting beliung di Cirebon* 

Beritagar
2019/01/01 08:57
Mengikuti
Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mengungkapkan sebab terjadinya angin puting beliung yang melanda Kabupaten Cirebon, Jawa Barat.
Bencana tersebut terjadi pada Minggu (30/12/2018) sore WIB. Dokumentasi berupa foto dan video saat kejadian pun menyebar lewat media sosial.
Saat angin puting beliung terjang Desa Pangurugan Kulon Kec Pangurugan Kabupaten Cirebon pada 30/12/2018 pukul 16.15 WIB. 1 orang meninggal dunia, 9 orang luka-luka dan 165 rumah rusak. Penanganan dan pendataan masih dilakulkan oleh BPBD bersama aparat lain.
Angin datang pertama kali di Desa Panguragan Kulon, Kecamatan Panguragan, Cirebon, bertiup dari arah barat menuju timur, tepatnya pada koordinat -6° 37'39", 108°26'51", 6.1m. 324. Angin itu menyapu ratusan rumah di empat blok hingga membuat panik warga.
Seorang saksi yang dikutip Antara (h/t Republika.co.id) mengatakan puting beliung terjadi selama 20 menit. "Sekitar 20 menit angin berputar-putar, saya beserta keluarga langsung keluar rumah menyelamatkan diri," ujar Arkom (37), warga setempat.
BMKG menyebut tiupan angin kencang tidak hanya terjadi dalam hitungan menit, melainkan berdurasi lama hingga hampir sepanjang hari.
"Penyebab yang paling dominan dari peningkatan angin di wilayah Indonesia adalah akibat peningkatan tekanan udara di wilayah Asia yang saat ini sedang terjadi musim dingin," kata prakirawan cuaca BMKG, Bandung Maulana Mustaqim, seperti dikutip Tempo.co, Senin (31/12).
Kejadian ini pun turut menelan korban jiwa. Korban bernama H meninggal akibat tertimpa reruntuhan bangunan rumahnya.
Ibu korban, D, menceritakan bahwa H sempat digendong ayahnya. Tapi gendongan terlepas akibat bangunan yang ambruk. "Suami saya selamat, namun H tak sempat terselamatkan. Sementara adiknya yang bayi tertindih kayu dan kusen," ujar D dalam Viva.
Kabar ini pun dikonfirmasi Kapolres Cirebon, AKPB Suhermanto. "Meninggal dunia satu, umur 4 tahun tertimpa reruntuhan rumah," kata Suhermanto kepada detikcom, Minggu (30/12).
Selain itu, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) mencatat sebanyak 10 orang mengalami luka-luka akibat tertimpa pohon tumbang dan reruntuhan bangunan ketika hendak menyelamatkan diri.
Sekitar 165 rumah warga rusak parah, beberapa di antaranya rata dengan tanah, serta dua musala mengalami kerusakan. Hingga saat ini BPBD masih melakukan pendataan lebih lanjut lagi.
Setelah bencana usai, listrik di sebagian rumah warga padam dan hingga saat ini masih dalam upaya perbaikan.
Sejumlah warga terdampak, terutama yang rumahnya mengalami kerusakan parah pada bagian atap, harus mengungsi di masjid dan puskesmas. Namun, tak sedikit pula warga yang tetap bertahan di rumahnya.
Untuk segera menangani bencana ini, Ketua Pusat Data dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Sutopo Purwo Nugroho, mengatakan bahwa pihaknya telah berkoordinasi dengan pemerintah desa setempat, Dinas Kesehatan, Kepolisian Sektor (Polsek), Koramil, Basarnas, Palang Merah Indonesia (PMI) Kabupaten Cirebon, dan PT Perusahaan Listrik Negara (PLN).
Untuk itu, tim gabungan antara warga, BPBD Cirebon hingga TNI dan Polri bekerja sama untuk membersihkan puing-puing sisa bencana. Pembersihan tersebut mulai dikerjakan pada Senin (31/12).
"BPBD dalam hal ini terus mengimbau masyarakat, apabila terdapat kejadian serupa atau pun lainnya dapat menghubungi call center (0231) 83098877," kata dia.
Tidak bisa diprediksi
Lebih lanjut, Sutopo dalam jumpa pers di Kantor BNPB di Jakarta, mengatakan bahwa penyebab puting beliung bisa diketahui. Namun, *kapan puting beliung bisa terjadi mustahil diprediksi.*
"Karena *radius (pergerakan) puting beliung itu hanya kecil, kurang dari 5 km. Sehingga dari satelit tidak kelihatan* ," kata Sutopo dilansir Radar Cirebon, Senin (31/12).
Puting beliung berbeda dengan angin tornado yang bisa dibaca pergerakannya karena mencapai ratusan kilometer. Selain itu, tornado bisa berlangsung sampai satu minggu sehingga bisa dipantau sejak bibit.
Meski demikian, lanjut Sutopo, puting beliung punya tanda-tanda alami. Biasanya diawali dengan cuaca cerah dan kemudian mendadak berubah menjadi berawan dan muncul angin kencang.
Dan Sutopo menyarankan warga agar berlindung di bawah bangunan yang kokoh dan jangan keluar dari bangunan.
++++
*Di Jateng, Bencana Puting Beliung Meningkat Pesat Selama 2018*
Selasa, 1 Januari 2019 | 06:17 WIB
SEMARANG, KOMPAS.com - Kejadian bencana di Provinsi Jawa Tengah didominasi oleh tanah longsor dan angin ribut atau puting beliung.
Pada 2018, jumlah kejadian angin ribut atau puting beliung meningkat pesat dibanding tahun 2017.
Data dari Polda Jawa Tengah, bencana puting beliung selama 2018 terjadi sebanyak 129 kasus. Jumlah itu meningkat 46,6 persen ketimbang 2017 sebanyak 88 kasus.
Sementara bencana longsor pada 2018 sebanyak 204 kejadian, atau turun 26,5 persen dibanding 2017 sebanyak 204 kejadian.
"Semua kasus kamtibmas, semua bidang mengalami penurunan selama 2018. Bencana alam juga menurun, kecuali puting beliung," kata Kapolda Jawa Tengah Irjen Pol Condro Kirono, di sela konferensi pers akhir tahun 2018 di Mapolda Jateng, Senin (31/12/2018).
Condro menjelaskan, kejadian bencana di Jawa Tengah selama 2018 tercatat mengalami penurunan. Tanah longsor misalnya meski trennya masih tinggi, namun jumlah kejadian menurun.
Beda halnya dengan puting beliung yang jumlahnya naik signifikan.
Ditambahkan Condro, untuk mengantisipasi bencana, kepolisian bersama TNI, Badan Penanggulangan Bencana Daerah, SAR bersiaga. Polisi telah bersiap menyiapkan personel yang dibutuhkan.
"Antisipasi bencana, personel baik di Polda, Polres bersiaga. Setiap saat, personel akan datang ke lokasi bencana," tambahnya.
https://regional.kompas.com/read/2019/01/01/06171211/di-jateng-bencana-puting-beliung-meningkat-pesat-selama-2018
++++
*Jumlah Korban Paling Banyak Sejak 2007, 2018 Disebut Tahun Bencana*
Senin, 31 Desember 2018 | 23:19 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Pusat Data, Informasi dan Hubungan Masyarakat Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Sutopo Purwo Nugroho mengatakan, 2018 merupakan tahun bencana.
Ungkapan itu lantaran melihat jumlah korban dan kerugian yang ditimbulkan dari bencana sepanjang 2018.
"Jadi tahun 2018 ini bisa saya katakan sebagai tahun bencana ditinjau dari jumlah korban dari kerugian ditimbulkannya," kata Sutopo di Kantor BNPB, Jakarta, Senin (31/12/2018).
"Dilihat dari jumlah korbannya, jadi 2007 sampai 2018 tahun ini adalah tahun yang terbesar bencananya yang menimbulkan korban meninggal dunia paling banyak, kerugian ekonominya juga paling besar," kata Sutopo.
Menurut Sutopo, dibandingkan tahun sebelumnya, pada 2018 jumlah kejadian turun sebesar 10,32 persen. Namun demikian, angka tersebut merupakan data sementara.
Meskipun jumlah kejadian bencana menurun, tercatat, jumlah korban naik sebesar 984 persen. Korban hilang naik sebanyak 1.972 persen, korban luka-luka juga naik sebesar 1.996 persen.
Kenaikan juga terjadi pada angka korban mengungsi sebesar 178 persen. Jumlah rumah rusak naik 1.341 persen.
"Bencana 2018 ini adalah yang terbesar sejak tahun 2007 sampai 2018," ujar Sutopo.
Sepanjang 2018, BNPB mendata sebanyak 10,2 juta masyarakat Indonesia terdampak bencana. Tercatat, 3.349 orang meninggal dunia, 1.432 orang hilang, 21.064 luka-luka.
BNPB juga mencatat, sebanyak 319.520 rumah rusak. Hingga saat ini, kerugian yang ditimbulkan akibat bencana masih belum dapat dihitung.
"Tapi kalau melihat becana perkiraan kita lebih dari 100 triliun. Kerugian ekonomi, baik oleh kerusakan becana maupun ekonomi," ujar Sutopo.
https://nasional.kompas.com/read/2018/12/31/23193471/jumlah-korban-paling-banyak-sejak-2007-2018-disebut-tahun-bencana


Beritagar
2019/01/01 08:57
Mengikuti
Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mengungkapkan sebab terjadinya angin puting beliung yang melanda Kabupaten Cirebon, Jawa Barat.
Bencana tersebut terjadi pada Minggu (30/12/2018) sore WIB. Dokumentasi berupa foto dan video saat kejadian pun menyebar lewat media sosial.
Saat angin puting beliung terjang Desa Pangurugan Kulon Kec Pangurugan Kabupaten Cirebon pada 30/12/2018 pukul 16.15 WIB. 1 orang meninggal dunia, 9 orang luka-luka dan 165 rumah rusak. Penanganan dan pendataan masih dilakulkan oleh BPBD bersama aparat lain.
Angin datang pertama kali di Desa Panguragan Kulon, Kecamatan Panguragan, Cirebon, bertiup dari arah barat menuju timur, tepatnya pada koordinat -6° 37'39", 108°26'51", 6.1m. 324. Angin itu menyapu ratusan rumah di empat blok hingga membuat panik warga.
Seorang saksi yang dikutip Antara (h/t Republika.co.id) mengatakan puting beliung terjadi selama 20 menit. "Sekitar 20 menit angin berputar-putar, saya beserta keluarga langsung keluar rumah menyelamatkan diri," ujar Arkom (37), warga setempat.
BMKG menyebut tiupan angin kencang tidak hanya terjadi dalam hitungan menit, melainkan berdurasi lama hingga hampir sepanjang hari.
"Penyebab yang paling dominan dari peningkatan angin di wilayah Indonesia adalah akibat peningkatan tekanan udara di wilayah Asia yang saat ini sedang terjadi musim dingin," kata prakirawan cuaca BMKG, Bandung Maulana Mustaqim, seperti dikutip Tempo.co, Senin (31/12).
Kejadian ini pun turut menelan korban jiwa. Korban bernama H meninggal akibat tertimpa reruntuhan bangunan rumahnya.
Ibu korban, D, menceritakan bahwa H sempat digendong ayahnya. Tapi gendongan terlepas akibat bangunan yang ambruk. "Suami saya selamat, namun H tak sempat terselamatkan. Sementara adiknya yang bayi tertindih kayu dan kusen," ujar D dalam Viva.
Kabar ini pun dikonfirmasi Kapolres Cirebon, AKPB Suhermanto. "Meninggal dunia satu, umur 4 tahun tertimpa reruntuhan rumah," kata Suhermanto kepada detikcom, Minggu (30/12).
Selain itu, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) mencatat sebanyak 10 orang mengalami luka-luka akibat tertimpa pohon tumbang dan reruntuhan bangunan ketika hendak menyelamatkan diri.
Sekitar 165 rumah warga rusak parah, beberapa di antaranya rata dengan tanah, serta dua musala mengalami kerusakan. Hingga saat ini BPBD masih melakukan pendataan lebih lanjut lagi.
Setelah bencana usai, listrik di sebagian rumah warga padam dan hingga saat ini masih dalam upaya perbaikan.
Sejumlah warga terdampak, terutama yang rumahnya mengalami kerusakan parah pada bagian atap, harus mengungsi di masjid dan puskesmas. Namun, tak sedikit pula warga yang tetap bertahan di rumahnya.
Untuk segera menangani bencana ini, Ketua Pusat Data dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Sutopo Purwo Nugroho, mengatakan bahwa pihaknya telah berkoordinasi dengan pemerintah desa setempat, Dinas Kesehatan, Kepolisian Sektor (Polsek), Koramil, Basarnas, Palang Merah Indonesia (PMI) Kabupaten Cirebon, dan PT Perusahaan Listrik Negara (PLN).
Untuk itu, tim gabungan antara warga, BPBD Cirebon hingga TNI dan Polri bekerja sama untuk membersihkan puing-puing sisa bencana. Pembersihan tersebut mulai dikerjakan pada Senin (31/12).
"BPBD dalam hal ini terus mengimbau masyarakat, apabila terdapat kejadian serupa atau pun lainnya dapat menghubungi call center (0231) 83098877," kata dia.
Tidak bisa diprediksi
Lebih lanjut, Sutopo dalam jumpa pers di Kantor BNPB di Jakarta, mengatakan bahwa penyebab puting beliung bisa diketahui. Namun, *kapan puting beliung bisa terjadi mustahil diprediksi.*
"Karena *radius (pergerakan) puting beliung itu hanya kecil, kurang dari 5 km. Sehingga dari satelit tidak kelihatan* ," kata Sutopo dilansir Radar Cirebon, Senin (31/12).
Puting beliung berbeda dengan angin tornado yang bisa dibaca pergerakannya karena mencapai ratusan kilometer. Selain itu, tornado bisa berlangsung sampai satu minggu sehingga bisa dipantau sejak bibit.
Meski demikian, lanjut Sutopo, puting beliung punya tanda-tanda alami. Biasanya diawali dengan cuaca cerah dan kemudian mendadak berubah menjadi berawan dan muncul angin kencang.
Dan Sutopo menyarankan warga agar berlindung di bawah bangunan yang kokoh dan jangan keluar dari bangunan.
++++
*Di Jateng, Bencana Puting Beliung Meningkat Pesat Selama 2018*
Selasa, 1 Januari 2019 | 06:17 WIB

SEMARANG, KOMPAS.com - Kejadian bencana di Provinsi Jawa Tengah didominasi oleh tanah longsor dan angin ribut atau puting beliung.
Pada 2018, jumlah kejadian angin ribut atau puting beliung meningkat pesat dibanding tahun 2017.
Data dari Polda Jawa Tengah, bencana puting beliung selama 2018 terjadi sebanyak 129 kasus. Jumlah itu meningkat 46,6 persen ketimbang 2017 sebanyak 88 kasus.
Sementara bencana longsor pada 2018 sebanyak 204 kejadian, atau turun 26,5 persen dibanding 2017 sebanyak 204 kejadian.
"Semua kasus kamtibmas, semua bidang mengalami penurunan selama 2018. Bencana alam juga menurun, kecuali puting beliung," kata Kapolda Jawa Tengah Irjen Pol Condro Kirono, di sela konferensi pers akhir tahun 2018 di Mapolda Jateng, Senin (31/12/2018).
Condro menjelaskan, kejadian bencana di Jawa Tengah selama 2018 tercatat mengalami penurunan. Tanah longsor misalnya meski trennya masih tinggi, namun jumlah kejadian menurun.
Beda halnya dengan puting beliung yang jumlahnya naik signifikan.
Ditambahkan Condro, untuk mengantisipasi bencana, kepolisian bersama TNI, Badan Penanggulangan Bencana Daerah, SAR bersiaga. Polisi telah bersiap menyiapkan personel yang dibutuhkan.
"Antisipasi bencana, personel baik di Polda, Polres bersiaga. Setiap saat, personel akan datang ke lokasi bencana," tambahnya.
https://regional.kompas.com/read/2019/01/01/06171211/di-jateng-bencana-puting-beliung-meningkat-pesat-selama-2018
++++
*Jumlah Korban Paling Banyak Sejak 2007, 2018 Disebut Tahun Bencana*
Senin, 31 Desember 2018 | 23:19 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Pusat Data, Informasi dan Hubungan Masyarakat Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Sutopo Purwo Nugroho mengatakan, 2018 merupakan tahun bencana.
Ungkapan itu lantaran melihat jumlah korban dan kerugian yang ditimbulkan dari bencana sepanjang 2018.
"Jadi tahun 2018 ini bisa saya katakan sebagai tahun bencana ditinjau dari jumlah korban dari kerugian ditimbulkannya," kata Sutopo di Kantor BNPB, Jakarta, Senin (31/12/2018).
"Dilihat dari jumlah korbannya, jadi 2007 sampai 2018 tahun ini adalah tahun yang terbesar bencananya yang menimbulkan korban meninggal dunia paling banyak, kerugian ekonominya juga paling besar," kata Sutopo.
Menurut Sutopo, dibandingkan tahun sebelumnya, pada 2018 jumlah kejadian turun sebesar 10,32 persen. Namun demikian, angka tersebut merupakan data sementara.
Meskipun jumlah kejadian bencana menurun, tercatat, jumlah korban naik sebesar 984 persen. Korban hilang naik sebanyak 1.972 persen, korban luka-luka juga naik sebesar 1.996 persen.
Kenaikan juga terjadi pada angka korban mengungsi sebesar 178 persen. Jumlah rumah rusak naik 1.341 persen.
"Bencana 2018 ini adalah yang terbesar sejak tahun 2007 sampai 2018," ujar Sutopo.
Sepanjang 2018, BNPB mendata sebanyak 10,2 juta masyarakat Indonesia terdampak bencana. Tercatat, 3.349 orang meninggal dunia, 1.432 orang hilang, 21.064 luka-luka.
BNPB juga mencatat, sebanyak 319.520 rumah rusak. Hingga saat ini, kerugian yang ditimbulkan akibat bencana masih belum dapat dihitung.
"Tapi kalau melihat becana perkiraan kita lebih dari 100 triliun. Kerugian ekonomi, baik oleh kerusakan becana maupun ekonomi," ujar Sutopo.
https://nasional.kompas.com/read/2018/12/31/23193471/jumlah-korban-paling-banyak-sejak-2007-2018-disebut-tahun-bencana
0
1.7K
16


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan