- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Adu Taktik Dana Bencana Era Jokowi vs SBY


TS
sukhoivsf22
Adu Taktik Dana Bencana Era Jokowi vs SBY
CNN Indonesia
Senin, 31/12/2018 19:00

Jakarta, CNN Indonesia --
Indonesia terus dirundung duka
dengan bencana alam
sepanjang 2018. Tak main-main,
data Badan Nasional
Penanggulangan Bencana
(BNPB) menunjukkan lebih dari 2
ribu bencana terjadi sejak
Januari-Desember 2018.
Puting beliung menjadi bencana
terbanyak yang terjadi sepanjang
tahun ini, yakni sebanyak 750,
disusul banjir 627 kejadian,
kebakaran hutan dan lahan 370
kejadian, dan kekeringan 129
kejadian.
Belum lagi dengan banyaknya
kebakaran hutan dan lahan,
kekeringan, letusan gunung api,
gelombang pasang, gempa
bumi, hingga tsunami yang
melanda Banten dan Lampung
pada penghujung tahun ini.
Sayangnya, pemerintah seakan
tak belajar dari 'cobaan' tahun ini.
Pemerintah bukannya jor-joran
menggelontorkan dana untuk
antisipasi dan penanggulangan
bencana alam pada 2019
mendatang, melainkan hanya
mengucurkan dana yang tak jauh
berbeda seperti pada 2018.
Parahnya lagi, BNPB, sebagai
salah satu lembaga
penanggulangan bencana justru
mendapatkan dana untuk tahun
depan dengan jumlah yang lebih
sedikit dibandingkan dengan
tahun ini.
Berdasarkan nota keuangan
2019, alokasi anggaran untuk
BNPB hanya Rp619,4 miliar, turun
17,34 persen dari dana yang
dianggarkan dalam APBN 2018
sebesar Rp749,4 miliar. Padahal
pada tahun ini, pemerintah pada
akhirnya menambah kucuran
anggaran untuk penanggulangan
bencana mencapai triliunan
rupiah.
Hingga awal Oktober lalu,
Menteri Keuangan Sri
Mulyani menyebut tambahan
anggaran yang sudah dikucurkan
untuk penanggulangan bencana
Lombok, Palu dan Donggala
mencapai Rp2,1 triliun.
Badan Pengkajian dan Penerapan
Teknologi (BPPT) dan Badan
Meteorologi, Klimatologi, dan
Geofisika (BMKG) bisa dibilang
sedikit lebih beruntung karena
mendapatkan alokasi dana lebih pada 2019, meski hanya
naik tipis.
Dompet BPPT tahun depan akan
terisi sebesar Rp1,12 triliun dan
BMKG Rp1,75 triliun. Jika
dibandingkan dengan anggaran
yang diberikan pemerintah tahun
ini, dana untuk BPPT naik
sebesar 7,69 persen dan BMKG
9,37 persen.
"Logikanya kalau BNPB turun
berarti penanggulangan bencana
terkait tugas BNPB ya turun, jadi
risiko bencana juga lebih tinggi.
Ya memang ada yang naik
lembaga lain, tapi tidak
signifikan, jadi sebenarnya
stagnan," kata Direktur Eksekutif
Center of Reform on Economics
(CORE) Indonesia Mohammad
Faisal kepada
CNNIndonesia.com, Sabtu
(29/12).
Berkaca pada berbagai episode
bencana yang terjadi pada tahun
ini, Faisal menilai seharusnya
pemerintah mengucurkan
minimal Rp1 triliun untuk masing-
masing lembaga antisipasi dan
penanggulangan bencana.
Maklumlah, BNPB, BMKG, dan
BPPT membutuhkan dana yang
tak sedikit untuk menyediakan
dan merawat teknologi yang bisa
mendeteksi bencana alam di
berbagai wilayah.
Apalagi, saat ini pemerintah juga
fokus pada program
pengentasan kemiskinan. Bila
pemerintah pelit
menganggarkan dana untuk
mengantisipasi bencana, Faisal
menilai ada kontradiksi di sini.
"Seharusnya pola pikir
pemerintah berubah, dana untuk
bencana harusnya menjadi
bagian dari program
pengentasan kemiskinan. Ini
dana bantuan sosial (bansos)
tinggi, tapi percuma kalau
anggaran bencana sedikit," jelas
Faisal.

Ia menjelaskan tiga tahun
belakangan ini pemerintah
menggenjot alokasi dana untuk
bansos. Tengok saja pada 2017
lalu, pemerintah menganggarkan
dana untuk bansos sebesar
Rp58,1 triliun. Tahun ini jumlahnya
melejit 32,97 persen menjadi
Rp77,26 triliun, kemudian tahun
depan dinaikkan lagi menjadi
Rp102,05 triliun.
Anggaran untuk BNPB, BPPT, dan
BMKG selama era Presiden Joko
Widodo memang terbilang tak
tumbuh signifikan.
Untuk BNPB, pada 2015 silam
mendapatkan kucuran dana
sebesar Rp1,7 triliun, lalu tahun
depannya turun menjadi hanya
Rp1,18 triliun. Beruntung, pada
2017 angkanya kembali naik
menjadi Rp1,78 triliun.
Sementara, alokasi anggaran
untuk BPPT konsisten naik sejak
2015 sampai 2017 walaupun
hanya sedikit. Bila diurutkan,
BPPT mengantongi dana
sebesar Rp956,2 miliar pada
2015 dari pemerintah. Angka itu
naik pada 2016 dan 2017 masing-
masing menjadi Rp977,1 miliar
dan Rp1,1 triliun.
Beda lagi, dana untuk BMKG
justru mengalami tren penurunan
sejak 2015 hingga 2017.
Pemerintah memberikan
anggaran pada 2015 sebesar
Rp1,81 triliun, lalu pada 2016
Rp1,55 triliun, dan 2017 Rp1,54
triliun.
Perbandingan dengan Era SBY
Sementara itu, dana yang
dialokasikan pemerintah semasa
era Presiden Bambang Susilo
Yudhoyono (SBY) relatif
meningkat terkait dengan
penanganan bencana.
Kenaikannya pun pernah jauh
lebih tinggi dibandingkan
kenaikan pada pemerintahan
sekarang.
Contohnya, anggaran untuk BNPB
pada akhir pemerintahan SBY
2014 lalu melonjak 71,64 persen
dari hanya Rp1,34 triliun menjadi
Rp2,3 triliun pada 2013.
Sementara, kenaikan anggaran
BMKG pada periode yang sama
terbilang lebih tipis hanya 2,87
persen menjadi Rp1,43 triliun dari
Rp1,39 triliun pada 2013. Lalu,
BPPT menjadi lembaga yang
anggarannya diturunkan pada
2014. Angkanya menjadi Rp768,2
miliar dari 2013 yang mencapai
Rp888,7 miliar.
Ekonom dari Institute for
Development of Economic and
Finance (Indef) Ahmad Heri
Firdaus berpendapat kucuran
dana yang diberikan untuk tiga
lembaga ini lebih baik pada
zaman SBY secara kenaikannya.
Beberapa kali memang sempat
terjadi penurunan, tapi angkanya
tidak berubah jauh dan mayoritas
hampir selalu naik.
"Kalau diingat bahwa pada
pemerintahan awal SBY itu kan
terjadi tsunami besar di Aceh,
jadi mungkin itu latar belakang
SBY dalam mengalokasikan dana
bencana," ucap Ahmad.
Ahmad menyebut hal itu
mengartikan pemerintahan SBY
sadar bahwa dana antisipasi
bencana tidak bisa ditunda atau
dikucurkan hanya jika bencana
alam sudah terjadi. Terlebih,
secara geografis Indonesia
terletak di cincin api pasifik atau
mudah terkena bencana alam.
Pemerintah, sambung dia, bisa
saja belajar dari Jepang yang
juga memiliki kondisi geografis
yang hampir serupa. Apapun alat
yang dimiliki Jepang,Ahmad
menegaskan Indonesia juga
wajib punya.
"Jadi jumlah dana yang
dianggarkan juga bisa belajar dari
Jepang, Indonesia harus ada
benchmark nya. Tentu dengan
cara bertahap, yang penting
mengarah seperti Jepang," ujar
Ahmad.
Ia berharap pemerintah tak
hanya fokus dalam menggenjot
pembangunan infrastruktur di
Indonesia, sehingga lupa untuk
juga menganggarkan dana lebih
untuk lembaga yang bertugas
mengantisipasi dan
menanggulangi bencana alam.
Beberapa tahun terakhir
pemerintah memang terus
mengerek anggaran untuk
pembangunan infrastruktur.
Alokasi anggaran infrastruktur
pada 2017 misalnya naik 27,87
persen menjadi Rp400,9 triliun
dari tahun sebelumnya Rp313,5
triliun.Angkanya pun terus
meningkat pada tahun ini
menjadi Rp410,4 triliun dan tahun
depan Rp420,5 triliun.
(aud/asa)
https://m.cnnindonesia.com/ekonomi/2...-jokowi-vs-sby
Senin, 31/12/2018 19:00

Jakarta, CNN Indonesia --
Indonesia terus dirundung duka
dengan bencana alam
sepanjang 2018. Tak main-main,
data Badan Nasional
Penanggulangan Bencana
(BNPB) menunjukkan lebih dari 2
ribu bencana terjadi sejak
Januari-Desember 2018.
Puting beliung menjadi bencana
terbanyak yang terjadi sepanjang
tahun ini, yakni sebanyak 750,
disusul banjir 627 kejadian,
kebakaran hutan dan lahan 370
kejadian, dan kekeringan 129
kejadian.
Belum lagi dengan banyaknya
kebakaran hutan dan lahan,
kekeringan, letusan gunung api,
gelombang pasang, gempa
bumi, hingga tsunami yang
melanda Banten dan Lampung
pada penghujung tahun ini.
Sayangnya, pemerintah seakan
tak belajar dari 'cobaan' tahun ini.
Pemerintah bukannya jor-joran
menggelontorkan dana untuk
antisipasi dan penanggulangan
bencana alam pada 2019
mendatang, melainkan hanya
mengucurkan dana yang tak jauh
berbeda seperti pada 2018.
Parahnya lagi, BNPB, sebagai
salah satu lembaga
penanggulangan bencana justru
mendapatkan dana untuk tahun
depan dengan jumlah yang lebih
sedikit dibandingkan dengan
tahun ini.
Berdasarkan nota keuangan
2019, alokasi anggaran untuk
BNPB hanya Rp619,4 miliar, turun
17,34 persen dari dana yang
dianggarkan dalam APBN 2018
sebesar Rp749,4 miliar. Padahal
pada tahun ini, pemerintah pada
akhirnya menambah kucuran
anggaran untuk penanggulangan
bencana mencapai triliunan
rupiah.
Hingga awal Oktober lalu,
Menteri Keuangan Sri
Mulyani menyebut tambahan
anggaran yang sudah dikucurkan
untuk penanggulangan bencana
Lombok, Palu dan Donggala
mencapai Rp2,1 triliun.
Badan Pengkajian dan Penerapan
Teknologi (BPPT) dan Badan
Meteorologi, Klimatologi, dan
Geofisika (BMKG) bisa dibilang
sedikit lebih beruntung karena
mendapatkan alokasi dana lebih pada 2019, meski hanya
naik tipis.
Dompet BPPT tahun depan akan
terisi sebesar Rp1,12 triliun dan
BMKG Rp1,75 triliun. Jika
dibandingkan dengan anggaran
yang diberikan pemerintah tahun
ini, dana untuk BPPT naik
sebesar 7,69 persen dan BMKG
9,37 persen.
"Logikanya kalau BNPB turun
berarti penanggulangan bencana
terkait tugas BNPB ya turun, jadi
risiko bencana juga lebih tinggi.
Ya memang ada yang naik
lembaga lain, tapi tidak
signifikan, jadi sebenarnya
stagnan," kata Direktur Eksekutif
Center of Reform on Economics
(CORE) Indonesia Mohammad
Faisal kepada
CNNIndonesia.com, Sabtu
(29/12).
Berkaca pada berbagai episode
bencana yang terjadi pada tahun
ini, Faisal menilai seharusnya
pemerintah mengucurkan
minimal Rp1 triliun untuk masing-
masing lembaga antisipasi dan
penanggulangan bencana.
Maklumlah, BNPB, BMKG, dan
BPPT membutuhkan dana yang
tak sedikit untuk menyediakan
dan merawat teknologi yang bisa
mendeteksi bencana alam di
berbagai wilayah.
Apalagi, saat ini pemerintah juga
fokus pada program
pengentasan kemiskinan. Bila
pemerintah pelit
menganggarkan dana untuk
mengantisipasi bencana, Faisal
menilai ada kontradiksi di sini.
"Seharusnya pola pikir
pemerintah berubah, dana untuk
bencana harusnya menjadi
bagian dari program
pengentasan kemiskinan. Ini
dana bantuan sosial (bansos)
tinggi, tapi percuma kalau
anggaran bencana sedikit," jelas
Faisal.

Ia menjelaskan tiga tahun
belakangan ini pemerintah
menggenjot alokasi dana untuk
bansos. Tengok saja pada 2017
lalu, pemerintah menganggarkan
dana untuk bansos sebesar
Rp58,1 triliun. Tahun ini jumlahnya
melejit 32,97 persen menjadi
Rp77,26 triliun, kemudian tahun
depan dinaikkan lagi menjadi
Rp102,05 triliun.
Anggaran untuk BNPB, BPPT, dan
BMKG selama era Presiden Joko
Widodo memang terbilang tak
tumbuh signifikan.
Untuk BNPB, pada 2015 silam
mendapatkan kucuran dana
sebesar Rp1,7 triliun, lalu tahun
depannya turun menjadi hanya
Rp1,18 triliun. Beruntung, pada
2017 angkanya kembali naik
menjadi Rp1,78 triliun.
Sementara, alokasi anggaran
untuk BPPT konsisten naik sejak
2015 sampai 2017 walaupun
hanya sedikit. Bila diurutkan,
BPPT mengantongi dana
sebesar Rp956,2 miliar pada
2015 dari pemerintah. Angka itu
naik pada 2016 dan 2017 masing-
masing menjadi Rp977,1 miliar
dan Rp1,1 triliun.
Beda lagi, dana untuk BMKG
justru mengalami tren penurunan
sejak 2015 hingga 2017.
Pemerintah memberikan
anggaran pada 2015 sebesar
Rp1,81 triliun, lalu pada 2016
Rp1,55 triliun, dan 2017 Rp1,54
triliun.
Perbandingan dengan Era SBY
Sementara itu, dana yang
dialokasikan pemerintah semasa
era Presiden Bambang Susilo
Yudhoyono (SBY) relatif
meningkat terkait dengan
penanganan bencana.
Kenaikannya pun pernah jauh
lebih tinggi dibandingkan
kenaikan pada pemerintahan
sekarang.
Contohnya, anggaran untuk BNPB
pada akhir pemerintahan SBY
2014 lalu melonjak 71,64 persen
dari hanya Rp1,34 triliun menjadi
Rp2,3 triliun pada 2013.
Sementara, kenaikan anggaran
BMKG pada periode yang sama
terbilang lebih tipis hanya 2,87
persen menjadi Rp1,43 triliun dari
Rp1,39 triliun pada 2013. Lalu,
BPPT menjadi lembaga yang
anggarannya diturunkan pada
2014. Angkanya menjadi Rp768,2
miliar dari 2013 yang mencapai
Rp888,7 miliar.
Ekonom dari Institute for
Development of Economic and
Finance (Indef) Ahmad Heri
Firdaus berpendapat kucuran
dana yang diberikan untuk tiga
lembaga ini lebih baik pada
zaman SBY secara kenaikannya.
Beberapa kali memang sempat
terjadi penurunan, tapi angkanya
tidak berubah jauh dan mayoritas
hampir selalu naik.
"Kalau diingat bahwa pada
pemerintahan awal SBY itu kan
terjadi tsunami besar di Aceh,
jadi mungkin itu latar belakang
SBY dalam mengalokasikan dana
bencana," ucap Ahmad.
Ahmad menyebut hal itu
mengartikan pemerintahan SBY
sadar bahwa dana antisipasi
bencana tidak bisa ditunda atau
dikucurkan hanya jika bencana
alam sudah terjadi. Terlebih,
secara geografis Indonesia
terletak di cincin api pasifik atau
mudah terkena bencana alam.
Pemerintah, sambung dia, bisa
saja belajar dari Jepang yang
juga memiliki kondisi geografis
yang hampir serupa. Apapun alat
yang dimiliki Jepang,Ahmad
menegaskan Indonesia juga
wajib punya.
"Jadi jumlah dana yang
dianggarkan juga bisa belajar dari
Jepang, Indonesia harus ada
benchmark nya. Tentu dengan
cara bertahap, yang penting
mengarah seperti Jepang," ujar
Ahmad.
Ia berharap pemerintah tak
hanya fokus dalam menggenjot
pembangunan infrastruktur di
Indonesia, sehingga lupa untuk
juga menganggarkan dana lebih
untuk lembaga yang bertugas
mengantisipasi dan
menanggulangi bencana alam.
Beberapa tahun terakhir
pemerintah memang terus
mengerek anggaran untuk
pembangunan infrastruktur.
Alokasi anggaran infrastruktur
pada 2017 misalnya naik 27,87
persen menjadi Rp400,9 triliun
dari tahun sebelumnya Rp313,5
triliun.Angkanya pun terus
meningkat pada tahun ini
menjadi Rp410,4 triliun dan tahun
depan Rp420,5 triliun.
(aud/asa)
https://m.cnnindonesia.com/ekonomi/2...-jokowi-vs-sby
0
1.3K
1


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan