- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
ICW Minta Politikus Transparan Soal Dana dari Korporasi Rokok


TS
sukhoivsf22
ICW Minta Politikus Transparan Soal Dana dari Korporasi Rokok
CNN Indonesia
Sabtu, 29/12/2018 03:38

Aktivis Indonesia Corruption
Watch (ICW) Firdaus Ilyas.
(ANTARA FOTO/Fanny
Octavianus)
Jakarta, CNN Indonesia --
Indonesia Corruption
Watch (ICW) meminta ada
transparansi dana kampanye dari
para politikus dan partai politik
terutama soal sumbangan dari
perusahaan-perusahaan rokok.
Sumbangan itu diduga bisa
memicu konflik kepentingan
terkait penyusunan aturan yang
membatasi rokok.
Hal itu dikatakan dalam paparan
ICW soal pengeluaran-
pengeluaran perusahaan rokok.
Bahwa, ada sejumlah pos
pendanaan yang tak terjelaskan
pada perusahaan-perusahaan
itu. Misalnya, cukai rokok, iklan,
Corporate Social Responsibility
(CSR), dan pengeluaran lain yang
rawan digunakan untuk "investasi
politik".
"Ada beberapa belanja yang
menurut kami tidak wajar, bisa
saja digunakan untuk hal lain,"
kata Peneliti ICW Firdaus Ilyas, di
Sekretariat ICW, di Jakarta
Selatan, Jumat (28/12).
"Kami menduga pos-pos dana
tersebut juga mempunyai tujuan
untuk menjaga industri rokok di
Indonesia," ia menambahkan.
ICW sendiri menganalisis data
pengeluaran empat perusahaan
rokok. Yakni, PT HM Sampoerna,
PT Gudang Garam, PT Bentoel,
dan PT Wismilak.
Misalnya, pertama, PT HM
Sampoerna mempunyai pos
pengeluaran untuk jasa
keamanan sebesar 33 Milyar
(2013). Dana keamanan itu naik
menjadi Rp57,92 miliar pada
2017. Selain itu, perusahaan ini
punya dana honorarium tenaga
ahli Rp62,275 miliar (2010), dan
meningkat menjadi Rp109,761
miliar pada 2017.

Foto:
Astari Kusumawardhani
Kedua, PT Gudang Garam
memiliki dana sumbangan,
jamuan tamu/relasi sebesar
Rp22 miliar pada 2010. Pada 2017
tercatat dana itu mencapai
Rp122 miliar.
Ketiga, PT Bentoel memiliki dana
Sumbangan, Perjamuan
(Penjualan) Rp6,771 miliar pada
2017. PAda 2010, dana itu
mencapai Rp4,75 miliar.
Keempat, PT Wismilak
mempunyai sejumlah pos
pengeluaran pada 2017 yang
disorot. Yakni, pos pengurusan
dan perizinan yang mencapai
Rp18,6 miliar, pos Jasa Pihak
Eksternal (beban penjualan)
Rp13 miliar, pos Jasa Pihak
Eksternal dan Biaya Tenaga Ahli
(Umum, Admin) Rp12,8 miliar,
serta pos Perizinan Rp636 juta.
"Kami menduga dana ini sengaja
tidak dijelaskan," ujar Firdaus.
"Bisa jadi pos-pos ini digunakan
secara faktual, namun bisa jadi
pos ini digunakan untuk
kepentingan tertentu," ia
menambahkan.
Menurutnya, sumbangan
perusahaan rokok kepada
politikus bukan hal yang mustahil.
Hal itu pernah secara transparan
diakui oleh Perdana Menteri
Australia Kevin Rudd dari Partai
Buruh pada 2013. Bahwa,
perusahaan rokok seperti Philip
Morris Ltd dan British American
Tobacco Australasia Ltd benyak
memberikan sumbangan
1998-2018 dengan tujuan untuk
mempengaruhi kebijakan.

Foto:
CNNIndonesia/Asfahan Yahsyi
"Apabila perusahaan rokok
seperti Philip Morris [pemilik PT
HM Sampoerna] menyumbang
dana sedemikian besar di
Australia, bukan tidak mungkin
Philip Morris tidak melakukan hal
yang sama di Indonesia," tutur
Firdaus.
Masalahnya, kata dia, pendanaan
partai politik di Indonesia masih
tidak transparan. Padahal,
ucapnya, akan muncul konflik
kepentingan apabila industri
rokok terlibat dalam pendanaan
kampanye politik. Sebab, ada
sejumlah peraturan yang tengah
dibahas di DPR dan pemerintah
yang sangat bersinggungan
dengan kepentingan industri
rokok.
Nuansa konflik kepentingan itu,
lanjut Firdaus, sempat terekam
dalam pembahasan RUU
Pengendalian Dampak Produk
Tembakau yang pernah masuk
Prolegnas 2004-2009. Ketika itu,
PT HM Sampoerna mengirim
surat ke pimpinan DPR dan Fraksi
dan memohon untuk dilibatkan
dalam pembahasannya.
"Anggota dewan yang menerima
sumbangan dari perusahaan
rokok atau bantuan dalam
bentuk lainnya seharusnya
dikategorikan sebagai pihak yang
mempunyai konflik kepentingan
dengan pembahasan regulasi
yang beririsan dengan
kepentingan perusahaan rokok,"
papar dia.
Walhasil, pihaknya meminta
transparansi parpol membuka
daftar penyumbang dana
kampanyenya.
"Daftar penyumbang dana politik
dan kampanye penting didorong
untuk dibuka ke publik," ucap
Firdaus.
Selain itu, pihaknya mendorong
penyusunan aturan yang
melarang penerimaan
sumbangan dari perusahaan-
perusahaan yang potensial
memicu konflik kepentingan.
"Pelarangan penerimaan
sumbangan dana politik dan
kampanye dari perusahaan-
perusahaan dengan intensitas
potensi konflik kepentingan
tinggi atau perusahaan dari
sektor yang dianggap
bermasalah," tuturnya.
Hingga saat ini, keempat
perusahaan rokok yang disebut
di atas belum memberikan
tanggapan mengenai dugaan
yang disampaikan ICW tersebut.
(fir/arh)
https://m.cnnindonesia.com/nasional/...orporasi-rokok
Sabtu, 29/12/2018 03:38

Aktivis Indonesia Corruption
Watch (ICW) Firdaus Ilyas.
(ANTARA FOTO/Fanny
Octavianus)
Jakarta, CNN Indonesia --
Indonesia Corruption
Watch (ICW) meminta ada
transparansi dana kampanye dari
para politikus dan partai politik
terutama soal sumbangan dari
perusahaan-perusahaan rokok.
Sumbangan itu diduga bisa
memicu konflik kepentingan
terkait penyusunan aturan yang
membatasi rokok.
Hal itu dikatakan dalam paparan
ICW soal pengeluaran-
pengeluaran perusahaan rokok.
Bahwa, ada sejumlah pos
pendanaan yang tak terjelaskan
pada perusahaan-perusahaan
itu. Misalnya, cukai rokok, iklan,
Corporate Social Responsibility
(CSR), dan pengeluaran lain yang
rawan digunakan untuk "investasi
politik".
"Ada beberapa belanja yang
menurut kami tidak wajar, bisa
saja digunakan untuk hal lain,"
kata Peneliti ICW Firdaus Ilyas, di
Sekretariat ICW, di Jakarta
Selatan, Jumat (28/12).
"Kami menduga pos-pos dana
tersebut juga mempunyai tujuan
untuk menjaga industri rokok di
Indonesia," ia menambahkan.
ICW sendiri menganalisis data
pengeluaran empat perusahaan
rokok. Yakni, PT HM Sampoerna,
PT Gudang Garam, PT Bentoel,
dan PT Wismilak.
Misalnya, pertama, PT HM
Sampoerna mempunyai pos
pengeluaran untuk jasa
keamanan sebesar 33 Milyar
(2013). Dana keamanan itu naik
menjadi Rp57,92 miliar pada
2017. Selain itu, perusahaan ini
punya dana honorarium tenaga
ahli Rp62,275 miliar (2010), dan
meningkat menjadi Rp109,761
miliar pada 2017.

Foto:
Astari Kusumawardhani
Kedua, PT Gudang Garam
memiliki dana sumbangan,
jamuan tamu/relasi sebesar
Rp22 miliar pada 2010. Pada 2017
tercatat dana itu mencapai
Rp122 miliar.
Ketiga, PT Bentoel memiliki dana
Sumbangan, Perjamuan
(Penjualan) Rp6,771 miliar pada
2017. PAda 2010, dana itu
mencapai Rp4,75 miliar.
Keempat, PT Wismilak
mempunyai sejumlah pos
pengeluaran pada 2017 yang
disorot. Yakni, pos pengurusan
dan perizinan yang mencapai
Rp18,6 miliar, pos Jasa Pihak
Eksternal (beban penjualan)
Rp13 miliar, pos Jasa Pihak
Eksternal dan Biaya Tenaga Ahli
(Umum, Admin) Rp12,8 miliar,
serta pos Perizinan Rp636 juta.
"Kami menduga dana ini sengaja
tidak dijelaskan," ujar Firdaus.
"Bisa jadi pos-pos ini digunakan
secara faktual, namun bisa jadi
pos ini digunakan untuk
kepentingan tertentu," ia
menambahkan.
Menurutnya, sumbangan
perusahaan rokok kepada
politikus bukan hal yang mustahil.
Hal itu pernah secara transparan
diakui oleh Perdana Menteri
Australia Kevin Rudd dari Partai
Buruh pada 2013. Bahwa,
perusahaan rokok seperti Philip
Morris Ltd dan British American
Tobacco Australasia Ltd benyak
memberikan sumbangan
1998-2018 dengan tujuan untuk
mempengaruhi kebijakan.

Foto:
CNNIndonesia/Asfahan Yahsyi
"Apabila perusahaan rokok
seperti Philip Morris [pemilik PT
HM Sampoerna] menyumbang
dana sedemikian besar di
Australia, bukan tidak mungkin
Philip Morris tidak melakukan hal
yang sama di Indonesia," tutur
Firdaus.
Masalahnya, kata dia, pendanaan
partai politik di Indonesia masih
tidak transparan. Padahal,
ucapnya, akan muncul konflik
kepentingan apabila industri
rokok terlibat dalam pendanaan
kampanye politik. Sebab, ada
sejumlah peraturan yang tengah
dibahas di DPR dan pemerintah
yang sangat bersinggungan
dengan kepentingan industri
rokok.
Nuansa konflik kepentingan itu,
lanjut Firdaus, sempat terekam
dalam pembahasan RUU
Pengendalian Dampak Produk
Tembakau yang pernah masuk
Prolegnas 2004-2009. Ketika itu,
PT HM Sampoerna mengirim
surat ke pimpinan DPR dan Fraksi
dan memohon untuk dilibatkan
dalam pembahasannya.
"Anggota dewan yang menerima
sumbangan dari perusahaan
rokok atau bantuan dalam
bentuk lainnya seharusnya
dikategorikan sebagai pihak yang
mempunyai konflik kepentingan
dengan pembahasan regulasi
yang beririsan dengan
kepentingan perusahaan rokok,"
papar dia.
Walhasil, pihaknya meminta
transparansi parpol membuka
daftar penyumbang dana
kampanyenya.
"Daftar penyumbang dana politik
dan kampanye penting didorong
untuk dibuka ke publik," ucap
Firdaus.
Selain itu, pihaknya mendorong
penyusunan aturan yang
melarang penerimaan
sumbangan dari perusahaan-
perusahaan yang potensial
memicu konflik kepentingan.
"Pelarangan penerimaan
sumbangan dana politik dan
kampanye dari perusahaan-
perusahaan dengan intensitas
potensi konflik kepentingan
tinggi atau perusahaan dari
sektor yang dianggap
bermasalah," tuturnya.
Hingga saat ini, keempat
perusahaan rokok yang disebut
di atas belum memberikan
tanggapan mengenai dugaan
yang disampaikan ICW tersebut.
(fir/arh)
https://m.cnnindonesia.com/nasional/...orporasi-rokok
0
1.5K
12


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan