- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Korban Tsunami Palu Kehausan, Pejabat PUPR Nikmati Suap Miliaran


TS
mendoan76
Korban Tsunami Palu Kehausan, Pejabat PUPR Nikmati Suap Miliaran
Korban Tsunami Palu Kehausan, Pejabat PUPR Nikmati Suap Miliaran* 



Rakyatku
2018/12/30 11:18
Mengikuti
RAKYATKU.COM - Oknum pejabat di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) mulai kehilangan rasa. Bantuan untuk korban bencana gempa dan tsunami Sulteng pun dikorupsi.
Ada delapan orang yang telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Beberapa di antaranya pejabat di Kementerian PUPR. Sisanya pihak swasta sebagai pemberi suap.
Kasus tersebut terkait proyek pembangunan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM).
Wakil Ketua KPK Saut Situmorang, salah satu proyek yang menjadi bahan bancakan merupakan infrastruktur pengadaan air di daerah bencana Donggala, Palu, Sulawesi Tengah.
"KPK mengecam keras dan sangat prihatin karena dugaan suap ini," kata Saut di gedung KPK, Minggu dini hari(30/12/2018) seperti dikutip dari Detikcom.
Mereka yang terlibat tertangkap tangan KPK pada Jumat dini hari (28/12/2018) di beberapa lokasi di Jakarta. Delapan yang kena OTT, semuanya sudah ditetapkan tersangka.
Empat di antara delapan tersangka itu yakni, Kepala Satuan Kerja SPAM berinisial ARE, Pejabat Pembuat Komitmen SPAM Katulampa berinisial MWR, Kepala Satuan Kerja SPAM Darurat berinisial TMN, dan pejabat pembuat komitmen SPAM Toba 1 berinisial DSA.
Mereka diduga sebagai penerima suap.
KPK mengenakan Pasal 12 huruf a dan b atau Pasal 11 UU Nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Selain itu, KPK menetapkan Direktur Utama PT WKE berinisial BSU, Direktur PT WKE berinisial LSU, Direktur PT TSP berinisial IIR, Direktur PT TSP berinisial YUL, sebagai tersangka. Mereka diduga sebagai pemberi suap atau janji.
KPK pun menyangkakan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Wakil Ketua KPK Saut Situmorang membeberkan, para pelaku berkongkalikong mengatur pemenang proyek. Lelang diatur untuk memenangkan PT Wijaya Kusuma Emindo dan PT Tashida Sejahtera Perkasa. Kedua perusahaan ini dimiliki satu orang.
PT Wijaya Kusuma diatur untuk mengerjakan proyek bernilai di atas Rp50 miliar.
Sementara PT Tashida Sejahtera Perkara diatur untuk mengerjakan proyek bernilai di bawah Rp50 miliar.
"Kedua perusahaan ini memenangkan 12 paket proyek dengan total nilai Rp429 miliar. Proyek terbesar adalah Pembangunan SPAM Kota Bandar Lampung dengan nilai proyek Rp210 miliar," papar Saut.
Ada sejumlah proyek SPAM tahun anggaran 2017-2018 yang menjadi bancakan, yakni Umbulan 3-Pasuruan, Lampung, Toba 1 dan Katulampa. Dua proyek lainnya adalah pengadaan pipa HOPE di Bekasi dan daerah bencana di Donggala, Palu, Sulawesi Tengah.
"Praktiknya, dua perusahaan ini diminta memberikan sejumlah uang pada proses lelang, sisanya saat pencairan dana dan penyelesaian proyek," urai Saut.
KPK menemukan barang bukti berupa uang Rp3.369.531.0011 dan 23.100 Dolar Singapura serta 3.200 Dolar Amerika.
++++
*KPK Buka Peluang Terapkan Hukuman Mati dalam Suap Proyek Air Minum Daerah Bencana*

Okezone
2018/12/30 05:59
Mengikuti
JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membuka peluang menerapkan hukuman mati terhadap tersangka kasus dugaan suap sejumlah proyek Kementeriaan Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (KemenPUPR) terkait pembangunan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) tahun anggaran 2017-2018.
Sebab, terdapat proyek KemenPUPR yang dikorupsi, berkaitan dengan daerah bencana di Palu dan Donggala, Sulawesi Tengah. Proyek tersebut diduga berkaitan dengan pengadaan pipa HDPE untuk Palu dan Donggala.
Wakil Ketua KPK, Saut Situmorang mengaku bahwa pihaknya sedang mendalami penerapan hukuman mati dalam kasus ini. Menurut Saut, penerapan hukuman mati yang termasuk dalam Pasal 2 Undang-Undang Tipikor, dapat digunakan jika para tersangka terbukti melakukan korupsi bantuan bencana.
"Kalau menurut penjelasan Pasal 2 (UU Tipikor), itu kan bisa dihukum mati, kalau korupsinya menyengsarakan orang banyak," kata Saut di kantornya, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Minggu (30/12/2018), dini hari.

Pidana mati sendiri tertuang dalam Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Hukuman pidana mati merupakan terusan dari Pasal 2 ayat 1 tentang perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi sehingga mengakibatkan kerugian negara dalam pengadaan barang/jasa.
Secara utuh, Pasal 2 ayat 2 berbunyi, "Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan."
Pada penjelasan Pasal 2 ayat 2 tertuang bahwa yang dimaksud dengan keadaan tertentu dalam ketentuan tersebut dimaksudkan sebagai pemberatan pelaku tipikor apabila korupsinya dilakukan dengan empat syarat.
Pertama, pada waktu negara dalam keadaan bahaya sesuai dengan UU yang berlaku.
Kedua, pada waktu terjadi bencana alam nasional.
Ketiga, sebagai pengulangan tipikor (perbuatan korupsi dilakukan berulang-ulang).
Keempat, atau pada waktu negara dalam keadaan krisis ekonomi dan moneter.
"Ya kalau lihat dari uu paling atas ini, kalau bicara, minimal ada kaitan dengan putusan MK, segala macam tentang sumber daya alam, air, menjadi hal yang penting dari bagian kita, diambil oleh pemerintah untuk menangungjawabi mengurusi itu," kata Saut.

Saut menambahkan, korupsi terkait bencana dapat diterapkan pidana mati berdasarkan salah satu syarat dalam Pasal 2 ayat (2). Namun, sambung Saut, pihaknya masih mendalami penerapan hukuman mati terkait kasus ini.
"Bagaimana ini bisa di korupsi bahkan ada didaerah yang masih bencana, kita lihat dulu, apakah masuk kategori pasal 2 yang korupsi bencana alam yang menyengsarakan hidup orang banyak itu kalau menurut penjelasan pasal 2, itu kan," terangnya.
++++
Gimana koment agan2...
Dri ane.hanya 6 kata : bhazingan laknat tuk koruptor kyak gini




Rakyatku
2018/12/30 11:18
Mengikuti
RAKYATKU.COM - Oknum pejabat di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) mulai kehilangan rasa. Bantuan untuk korban bencana gempa dan tsunami Sulteng pun dikorupsi.
Ada delapan orang yang telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Beberapa di antaranya pejabat di Kementerian PUPR. Sisanya pihak swasta sebagai pemberi suap.
Kasus tersebut terkait proyek pembangunan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM).
Wakil Ketua KPK Saut Situmorang, salah satu proyek yang menjadi bahan bancakan merupakan infrastruktur pengadaan air di daerah bencana Donggala, Palu, Sulawesi Tengah.
"KPK mengecam keras dan sangat prihatin karena dugaan suap ini," kata Saut di gedung KPK, Minggu dini hari(30/12/2018) seperti dikutip dari Detikcom.
Mereka yang terlibat tertangkap tangan KPK pada Jumat dini hari (28/12/2018) di beberapa lokasi di Jakarta. Delapan yang kena OTT, semuanya sudah ditetapkan tersangka.
Empat di antara delapan tersangka itu yakni, Kepala Satuan Kerja SPAM berinisial ARE, Pejabat Pembuat Komitmen SPAM Katulampa berinisial MWR, Kepala Satuan Kerja SPAM Darurat berinisial TMN, dan pejabat pembuat komitmen SPAM Toba 1 berinisial DSA.
Mereka diduga sebagai penerima suap.
KPK mengenakan Pasal 12 huruf a dan b atau Pasal 11 UU Nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Selain itu, KPK menetapkan Direktur Utama PT WKE berinisial BSU, Direktur PT WKE berinisial LSU, Direktur PT TSP berinisial IIR, Direktur PT TSP berinisial YUL, sebagai tersangka. Mereka diduga sebagai pemberi suap atau janji.
KPK pun menyangkakan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Wakil Ketua KPK Saut Situmorang membeberkan, para pelaku berkongkalikong mengatur pemenang proyek. Lelang diatur untuk memenangkan PT Wijaya Kusuma Emindo dan PT Tashida Sejahtera Perkasa. Kedua perusahaan ini dimiliki satu orang.
PT Wijaya Kusuma diatur untuk mengerjakan proyek bernilai di atas Rp50 miliar.
Sementara PT Tashida Sejahtera Perkara diatur untuk mengerjakan proyek bernilai di bawah Rp50 miliar.
"Kedua perusahaan ini memenangkan 12 paket proyek dengan total nilai Rp429 miliar. Proyek terbesar adalah Pembangunan SPAM Kota Bandar Lampung dengan nilai proyek Rp210 miliar," papar Saut.
Ada sejumlah proyek SPAM tahun anggaran 2017-2018 yang menjadi bancakan, yakni Umbulan 3-Pasuruan, Lampung, Toba 1 dan Katulampa. Dua proyek lainnya adalah pengadaan pipa HOPE di Bekasi dan daerah bencana di Donggala, Palu, Sulawesi Tengah.
"Praktiknya, dua perusahaan ini diminta memberikan sejumlah uang pada proses lelang, sisanya saat pencairan dana dan penyelesaian proyek," urai Saut.
KPK menemukan barang bukti berupa uang Rp3.369.531.0011 dan 23.100 Dolar Singapura serta 3.200 Dolar Amerika.
++++
*KPK Buka Peluang Terapkan Hukuman Mati dalam Suap Proyek Air Minum Daerah Bencana*

Okezone
2018/12/30 05:59
Mengikuti
JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membuka peluang menerapkan hukuman mati terhadap tersangka kasus dugaan suap sejumlah proyek Kementeriaan Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (KemenPUPR) terkait pembangunan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) tahun anggaran 2017-2018.
Sebab, terdapat proyek KemenPUPR yang dikorupsi, berkaitan dengan daerah bencana di Palu dan Donggala, Sulawesi Tengah. Proyek tersebut diduga berkaitan dengan pengadaan pipa HDPE untuk Palu dan Donggala.
Wakil Ketua KPK, Saut Situmorang mengaku bahwa pihaknya sedang mendalami penerapan hukuman mati dalam kasus ini. Menurut Saut, penerapan hukuman mati yang termasuk dalam Pasal 2 Undang-Undang Tipikor, dapat digunakan jika para tersangka terbukti melakukan korupsi bantuan bencana.
"Kalau menurut penjelasan Pasal 2 (UU Tipikor), itu kan bisa dihukum mati, kalau korupsinya menyengsarakan orang banyak," kata Saut di kantornya, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Minggu (30/12/2018), dini hari.

Pidana mati sendiri tertuang dalam Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Hukuman pidana mati merupakan terusan dari Pasal 2 ayat 1 tentang perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi sehingga mengakibatkan kerugian negara dalam pengadaan barang/jasa.
Secara utuh, Pasal 2 ayat 2 berbunyi, "Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan."
Pada penjelasan Pasal 2 ayat 2 tertuang bahwa yang dimaksud dengan keadaan tertentu dalam ketentuan tersebut dimaksudkan sebagai pemberatan pelaku tipikor apabila korupsinya dilakukan dengan empat syarat.
Pertama, pada waktu negara dalam keadaan bahaya sesuai dengan UU yang berlaku.
Kedua, pada waktu terjadi bencana alam nasional.
Ketiga, sebagai pengulangan tipikor (perbuatan korupsi dilakukan berulang-ulang).
Keempat, atau pada waktu negara dalam keadaan krisis ekonomi dan moneter.
"Ya kalau lihat dari uu paling atas ini, kalau bicara, minimal ada kaitan dengan putusan MK, segala macam tentang sumber daya alam, air, menjadi hal yang penting dari bagian kita, diambil oleh pemerintah untuk menangungjawabi mengurusi itu," kata Saut.

Saut menambahkan, korupsi terkait bencana dapat diterapkan pidana mati berdasarkan salah satu syarat dalam Pasal 2 ayat (2). Namun, sambung Saut, pihaknya masih mendalami penerapan hukuman mati terkait kasus ini.
"Bagaimana ini bisa di korupsi bahkan ada didaerah yang masih bencana, kita lihat dulu, apakah masuk kategori pasal 2 yang korupsi bencana alam yang menyengsarakan hidup orang banyak itu kalau menurut penjelasan pasal 2, itu kan," terangnya.
++++
Gimana koment agan2...
Dri ane.hanya 6 kata : bhazingan laknat tuk koruptor kyak gini



Diubah oleh mendoan76 30-12-2018 14:20


miracle4me memberi reputasi
0
2.8K
19


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan