Kaskus

News

sukhoivsf22Avatar border
TS
sukhoivsf22
Pengamat: Pelaporan Pidana Komisioner KPU Bentuk Kriminalisasi
Senin, 24 Desember 2018 | 07:08
WIB
Pengamat: Pelaporan Pidana Komisioner KPU Bentuk Kriminalisasi

JAKARTA, KOMPAS.com -
Pengamat Hukum Tata Negara
dari Pusat Studi Hukum dan
Kebijakan (PSHK), Bivitri
Susanti menilai ada upaya
kriminalisasi terhadap Komisi
Pemilihan Umum (KPU). Dia
mengacu pada laporan
sejumlah kader Partai Hanura
secara pidana terhadap
komisioner KPU karena dinilai
tidak mau menjalankan
putusan pengadilan terhadap
ketua umumnya, Oesman
Sapta Odang (OSO).

Bivitri mengatakan, DPD secara
konstitusional sudah dirancang
bukan untuk pengurus partai.
Namun kini kader partai ikut-
ikutan menggugat hal itu
sampai ke polisi.

"Itu saja sudah aneh. Artinya
mereka bergerak untuk
kepentingan seorang ketua
umumnya, bukan kepentingan
partai dong namanya DPD kan.

Itu saja sudah jadi indikasi
bahwa ini memang langkah
kriminalisasi komisioner KPU
oleh pendukungnya OSO," ujar
Bivitri ketika dihubungi, Senin
(26/12/2018).

Bivitri pun melihat OSO begitu
all out dalam melakukan
upaya-upaya pencalonan DPD
dalam Pemilu 2019. OSO sudah
mengadu hampir ke semua
lembaga.

"Ini bukan konteks sengketa
pemilu tapi memang seperti
teror untuk menakuti
komisoner KPU karena tidak
melakukan hal sesuai
kehendak dia," kata Bivitri.

MA dan PTUN sebelumnya
telah membuat putusan yang
memerintahkan KPU mencabut
Daftar Calon Tetap (DCT)
anggota DPD yang tidak
memuat nama OSO.

Majelis Hakim juga meminta
KPU menerbitkan DCT baru
dengan mencantumkan nama
OSO di dalamnya.

Namun putusan MK berkata
lain, OSO tidak bisa
mencalonkan diri dalam pemilu
DPD jika merangkap jabatan
sebagai ketua umum partai.
Putusan MA dan PTUN ini
seolah menjadi pembenaram
kubu OSO dalam
memperjuangkan pemilu DPD
ini.

Padahal, kata Bivitri, ada
perbedaan atas putusan MA
dan MK. Berdasarkan Pasal 24C
Ayat (1) UUD 1945, MK
memberikan tafsir
konstitusional atas Undang-
Undang. Sementara itu, MA
dan semua pengadilan lain di
bawah MA wajib mengacunya
pada putusan MK yang sudah
menegaskan tafsir
konstitusional UU Pemilu.

Bivitri pun meminta kepolisian
untuk bersikap bijak dalam hal
ini. Sedianya, aparat penegak
hukum tidak boleh memidana
individu dari lembaga negara
yang berupaya menjalankan
UUD 1945 berdasarkan
putusan MK.

"Pelaporan terhadap
penyelenggara pemilu dapat
berdampak negatif pada
kualitas Pemilu 2019 dan
demokrasi Indonesia," ujar
Bivitri.

Penulis: Jessi Carina
Editor: Erlangga Djumena
https://nasional.kompas.com/read/201...-kriminalisasi
0
1.5K
4
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan