- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Cukong Kaya Raya Pekerja Bertaruh Nyawa, Investigasi Tambang Batubara Rakyat


TS
sukhoivsf22
Cukong Kaya Raya Pekerja Bertaruh Nyawa, Investigasi Tambang Batubara Rakyat
Investigasi Tambang Batubara
Ilegal
Kamis, 20 Desember 2018
12:18

TRIBUNSUMSEL.COM
Tampak terowongan yang
dibuat pekerja tambang di
dasar mulut tambang untuk
mengambil batubara. Pekerja
bekerja seharian dengan upah
maksimal hanya Rp 125 ribu
sehari.
TRIBUNSUMSEL.COM - Anak-
anak pasutri Hermi-Yanti
mendadak yatim piatu.
Pasangan itu tewas terkubur
hidup-hidup saat tengah
mencangkuli batubara di mulut
tambang ilegal lima bulan lalu.
Para pekerja tambang seperti
pasangan itu bertaruh nyawa
mengais “emas hitam” itu
dalam terowongan gelap
hanya dengan cangkul dan
blencong.
Sementara perputaran uang
dari bisnis tambang ilegal ini
mencapai miliaran rupiah tiap
harinya. Untung emas hitam
ilegal dinikmati cukong-cukong
besar dan pemilik tanah.
Tambang batubara illegal yang
dikelola scara tradisonal
menyebar di Kabupaten
Muaraenim Sumatera Selatan.
Untuk melihat dari dekat
perkara ini, Tribun Sumsel
berkolaborasi dengan Hutan
Kita Institut, Pinus Sumsel dan
Kanopi Bengkulu membentuk
tim investigasi.

Tampak terowongan yang
dibuat pekerja tambang di
dasar mulut tambang untuk
mengambil batubara. Pekerja
bekerja seharian dengan upah
maksimal hanya Rp 125 ribu
sehari.
Melihat dari dekat aktifitas
illegal tambang-tambang
rakyat yang sangat tertutup ini.
Hamparan karung berisi
batubara berjejer bertumpuk
di sepanjang sisi jalan Dusun
Karso Desa Darmo, Kabupaten
Muaraenim di pos-pos cukong
pengepul. Sore pekan lalu, tim
investigassi bergerak menuju
mulut tambang ilegal di Desa
Darmo. Tim terpaksa
menyamar untuk menembus
lokasi mulut tambang
mengingat rawannya daerah
itu. Bahkan pada sumber yang
menjadi penghubung.
Mulut tambang rakyat ilegal
yang menjadi sasaran
investigasi di Dusun Karso
hanya bisa ditempuh dengan
jalan kaki atau sepeda motor.
Ada empat mulut tambang
rakyat di dusun itu.
Tak ada alat berat di mulut
tambang itu. Semua dilakukan
tradisional dengan cangkul,
sekop dan blencong.
Mulut tambang menganga
paling tidak selebar kurang
lebih 20 meter. Dari dasar
mulut tambang tampak
belasan terowongan tambang.
Kabarnya terowongan ini
bahkan begitu jauh dan dalam
sampai ke bawah rumah-
rumah penduduk dan jalan
raya.
Deru mesin pompa air
langsung terdengar keras saat
mendekati bibir lubang.
Puluhan pekerja pria dan
wanita tengah sibuk
menambang batubara.
Tak ada tali atau kelengkapan
apapun, bahkan sebagian dari
mereka bertelanjang dada
saat bekerja mengikis dinding
lubang itu. Pecahan batubara
pun berjatuhan di dasar
lubang, bahkan diantaranya
hingga menggunung tinggi.
" Hari ini, kami tak bisa
menambang di terowongan,
karena dipenuhi air hujan
semalam, sehingga harus
disedot terbih dahulu," kata
seorang pekerja.
Terowongan yang menyerupai
goa berukuran dua kali dua
meter sebenarnya merupakan
lokasi penambangan. Para
pekerja seharusnya bekerja di
dalam terowongan itu jika tidak
ada air yang menggenangi.
Di dalam terowongan itu
pekerja menggunakan
penerangan senter. Panjang
terowongan dapat mencapai
ratusan meter, tergantung
kemampuan para pekerja.
"Ukurannya semampunya.
Sampai lelah dan tak mampu
lagi menggali, diantara
terowongan itu ada yang
sampai 100 meter" katanya.
Terowongan itu mengarah
tidak hanya satu titik saja
namun bercabang-cabang ke
kanan dan kiri, semuanya
ditentukan pekerja. Biasanya
pekerja menduga potensi
batubara besar sehingga
memutuskan membuat lorong
tambahan di dalam. “Semua
pekerjaan pasti ada
bahayanya. Yang penting
dapat uang,” katanya.
Di terowongan mereka dibantu
oleh para tukang ojek yang
membawa karung-karung
batubara keluar dari dalam
lorong. Aktivitas penambangan
dapat dilakukan sepanjang
waktu ditentukan fisik masing
masing pekerja.
"Cabang cabang terowongan
biasanya berukuran lebih kecil,
mungkin hanya muat untuk lalu
lintas sepeda motor pembawa
karung batubara," katanya
Ia menyebut para pekerja
mendapatkan upah kisaran Rp.
2500 untuk satu karung.
Sementara ojek batubara
mendapatkan upah Rp.
3000-4000 perkarung
tergantung dengan jarak.
Para pekerja pada umumnya
merupakan warga yang berasal
dari daerah lain, mulai dari
Banten, Lampung, Lahat.
Mereka membangun hunian
sementara di dekat lokasi
tambang yang mereka
kerjakan.
"Kalau satu orang bisa dapat
50 karung saja, dan disini ada
20 pekerja maka dalam sehari
mereka mampu menaikan 40
ton batubara ke permukaan,"
sebutnya
Cahaya matahari tak lagi dapat
masuk kedalam hanya berjarak
sekitar tujuh meter dari mulut
terowongan. Sejumlah lorong
di dalam terowongan cukup
sempit hanya berukuran lebar
1 meter dan tinggi 1,5 meter.
Interaksi dengan pekerja tak
berlanjut, pekerja itu kemudian
melanjutkan pekerjaannya
kembali. Menyusuri
terowongan tak mudah, selain
tinggi terowongan yang tak
sama juga dasar terowongan
cukup berlumpur.
Sejak harga karet anjlok
penambangan ilegal ini makin
massif. Penduduk setempat
yang semula menyadap karet
lalu turun jadi petambang.
Sebelumnya pekerja tambang
rakyat ini hanya berasa dari luar
daerah seperti Lampung dan
Jawa.
Pundi Cukong
- Satu Mulut Tambang Butuh
Modal awal Rp 50 Juta
- Sewa tanah Rp 15 juta
sebagai uang pangkal.
- Produksi 40 Ton/hari
- Harga: Rp 11500 per karung
atau Rp 287,5/kg
- Omset: Rp 11,5 Juta/hari
- Untung bersih setelah di
potong upah, jasa angkut
sewa sewa: Rp 5,5 juta/hari
Pundi Agen
- Harga beli Rp 2,87 juta satu
truk (10 ton)
- Harga Jual Rp 8 juta satu truk
- Untung bersih setelah
dikurang biaya angkut Rp 2,5
Juta/truk
Pundi Pemilik Tanah
- Pemilik Tanah Rp 15 juta
perbulan atau Rp. 1000
perkarung
Editor: Prawira Maulana
Ilegal
Kamis, 20 Desember 2018
12:18

TRIBUNSUMSEL.COM
Tampak terowongan yang
dibuat pekerja tambang di
dasar mulut tambang untuk
mengambil batubara. Pekerja
bekerja seharian dengan upah
maksimal hanya Rp 125 ribu
sehari.
TRIBUNSUMSEL.COM - Anak-
anak pasutri Hermi-Yanti
mendadak yatim piatu.
Pasangan itu tewas terkubur
hidup-hidup saat tengah
mencangkuli batubara di mulut
tambang ilegal lima bulan lalu.
Para pekerja tambang seperti
pasangan itu bertaruh nyawa
mengais “emas hitam” itu
dalam terowongan gelap
hanya dengan cangkul dan
blencong.
Sementara perputaran uang
dari bisnis tambang ilegal ini
mencapai miliaran rupiah tiap
harinya. Untung emas hitam
ilegal dinikmati cukong-cukong
besar dan pemilik tanah.
Tambang batubara illegal yang
dikelola scara tradisonal
menyebar di Kabupaten
Muaraenim Sumatera Selatan.
Untuk melihat dari dekat
perkara ini, Tribun Sumsel
berkolaborasi dengan Hutan
Kita Institut, Pinus Sumsel dan
Kanopi Bengkulu membentuk
tim investigasi.

Tampak terowongan yang
dibuat pekerja tambang di
dasar mulut tambang untuk
mengambil batubara. Pekerja
bekerja seharian dengan upah
maksimal hanya Rp 125 ribu
sehari.
Melihat dari dekat aktifitas
illegal tambang-tambang
rakyat yang sangat tertutup ini.
Hamparan karung berisi
batubara berjejer bertumpuk
di sepanjang sisi jalan Dusun
Karso Desa Darmo, Kabupaten
Muaraenim di pos-pos cukong
pengepul. Sore pekan lalu, tim
investigassi bergerak menuju
mulut tambang ilegal di Desa
Darmo. Tim terpaksa
menyamar untuk menembus
lokasi mulut tambang
mengingat rawannya daerah
itu. Bahkan pada sumber yang
menjadi penghubung.
Mulut tambang rakyat ilegal
yang menjadi sasaran
investigasi di Dusun Karso
hanya bisa ditempuh dengan
jalan kaki atau sepeda motor.
Ada empat mulut tambang
rakyat di dusun itu.
Tak ada alat berat di mulut
tambang itu. Semua dilakukan
tradisional dengan cangkul,
sekop dan blencong.
Mulut tambang menganga
paling tidak selebar kurang
lebih 20 meter. Dari dasar
mulut tambang tampak
belasan terowongan tambang.
Kabarnya terowongan ini
bahkan begitu jauh dan dalam
sampai ke bawah rumah-
rumah penduduk dan jalan
raya.
Deru mesin pompa air
langsung terdengar keras saat
mendekati bibir lubang.
Puluhan pekerja pria dan
wanita tengah sibuk
menambang batubara.
Tak ada tali atau kelengkapan
apapun, bahkan sebagian dari
mereka bertelanjang dada
saat bekerja mengikis dinding
lubang itu. Pecahan batubara
pun berjatuhan di dasar
lubang, bahkan diantaranya
hingga menggunung tinggi.
" Hari ini, kami tak bisa
menambang di terowongan,
karena dipenuhi air hujan
semalam, sehingga harus
disedot terbih dahulu," kata
seorang pekerja.
Terowongan yang menyerupai
goa berukuran dua kali dua
meter sebenarnya merupakan
lokasi penambangan. Para
pekerja seharusnya bekerja di
dalam terowongan itu jika tidak
ada air yang menggenangi.
Di dalam terowongan itu
pekerja menggunakan
penerangan senter. Panjang
terowongan dapat mencapai
ratusan meter, tergantung
kemampuan para pekerja.
"Ukurannya semampunya.
Sampai lelah dan tak mampu
lagi menggali, diantara
terowongan itu ada yang
sampai 100 meter" katanya.
Terowongan itu mengarah
tidak hanya satu titik saja
namun bercabang-cabang ke
kanan dan kiri, semuanya
ditentukan pekerja. Biasanya
pekerja menduga potensi
batubara besar sehingga
memutuskan membuat lorong
tambahan di dalam. “Semua
pekerjaan pasti ada
bahayanya. Yang penting
dapat uang,” katanya.
Di terowongan mereka dibantu
oleh para tukang ojek yang
membawa karung-karung
batubara keluar dari dalam
lorong. Aktivitas penambangan
dapat dilakukan sepanjang
waktu ditentukan fisik masing
masing pekerja.
"Cabang cabang terowongan
biasanya berukuran lebih kecil,
mungkin hanya muat untuk lalu
lintas sepeda motor pembawa
karung batubara," katanya
Ia menyebut para pekerja
mendapatkan upah kisaran Rp.
2500 untuk satu karung.
Sementara ojek batubara
mendapatkan upah Rp.
3000-4000 perkarung
tergantung dengan jarak.
Para pekerja pada umumnya
merupakan warga yang berasal
dari daerah lain, mulai dari
Banten, Lampung, Lahat.
Mereka membangun hunian
sementara di dekat lokasi
tambang yang mereka
kerjakan.
"Kalau satu orang bisa dapat
50 karung saja, dan disini ada
20 pekerja maka dalam sehari
mereka mampu menaikan 40
ton batubara ke permukaan,"
sebutnya
Cahaya matahari tak lagi dapat
masuk kedalam hanya berjarak
sekitar tujuh meter dari mulut
terowongan. Sejumlah lorong
di dalam terowongan cukup
sempit hanya berukuran lebar
1 meter dan tinggi 1,5 meter.
Interaksi dengan pekerja tak
berlanjut, pekerja itu kemudian
melanjutkan pekerjaannya
kembali. Menyusuri
terowongan tak mudah, selain
tinggi terowongan yang tak
sama juga dasar terowongan
cukup berlumpur.
Sejak harga karet anjlok
penambangan ilegal ini makin
massif. Penduduk setempat
yang semula menyadap karet
lalu turun jadi petambang.
Sebelumnya pekerja tambang
rakyat ini hanya berasa dari luar
daerah seperti Lampung dan
Jawa.
Pundi Cukong
- Satu Mulut Tambang Butuh
Modal awal Rp 50 Juta
- Sewa tanah Rp 15 juta
sebagai uang pangkal.
- Produksi 40 Ton/hari
- Harga: Rp 11500 per karung
atau Rp 287,5/kg
- Omset: Rp 11,5 Juta/hari
- Untung bersih setelah di
potong upah, jasa angkut
sewa sewa: Rp 5,5 juta/hari
Pundi Agen
- Harga beli Rp 2,87 juta satu
truk (10 ton)
- Harga Jual Rp 8 juta satu truk
- Untung bersih setelah
dikurang biaya angkut Rp 2,5
Juta/truk
Pundi Pemilik Tanah
- Pemilik Tanah Rp 15 juta
perbulan atau Rp. 1000
perkarung
Editor: Prawira Maulana
0
2.1K
6


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan