- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Tahukah Agan... Bagi-Bagi Tanah Bisa Berdampak Buruk Bagi Ekonomi
TS
dragonroar
Tahukah Agan... Bagi-Bagi Tanah Bisa Berdampak Buruk Bagi Ekonomi
Quote:
Jokowi Bagi 1.300 Sertifikat Tanah Untuk Warga Lampung Tengah
Jumat, 23 November 2018 12:24 Reporter : Supriatin
Jokowi Bagi 1.300 Sertifikat Tanah di Lampung Tengah. ©2018 Merdeka.com
Merdeka.com - Presiden Joko Widodo ( Jokowi) membagikan 1.300 sertifikat tanah untuk warga Lampung Tengah. Pembagian dilakukan di Lapangan Tenis Indoor Gunung Sugih, Lampung Tengah, Jumat (23/11).
Jokowi tiba di lokasi pukul 10.49 WIB. Jokowi didampingi Ibu Negara Iriana. Jokowi dan Iriana nampak mengenakan pakaian adat lampung lengkap dengan kain tapis.
Saat memberikan sambutan, Jokowi mengatakan 30.000 sertifikat tanah akan dibagikan untuk warga Lampung sepanjang 2018. Khusus untuk hari ini, ada 1.300 sertifikat tanah dibagikan.
"Di Lampung ada 30.000 ribu yang akan diberikan. Sebagian sudah, sebagian di bulan November dan Desember ini," kata Jokowi.
Jokowi mengatakan pembagian sertifikat tanah bagi rakyat sangat penting. Mengingat selama ini dirinya kerap mendapat laporan banyaknya sengketa tanah dan lahan antara masyarakat dengan masyarakat maupun masyarakat dengan perusahaan.
"Di Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, NTB, NTT, Maluku, Papua, semuanya. Yang namanya sengketa lahan, tanah, ada di mana-mana," kata dia.
Mantan Wali Kota Solo ini menceritakan, di 2014 jumlah tanah yang sudah disertifikatkan hanya sebanyak 46 juta bidang. Padahal semula ditargetkan 126 juta bidang tanah.
Tak hanya itu, kata Jokowi, sebelumnya pemerintah hanya mengeluarkan 500.000 sertifikat tanah setiap tahun. Sedangkan di bawah pemerintahan Jokowi, sertifikat tanah yang diterbitkan lebih dari 1 juta per tahun.
Berdasarkan data Kementerian ATR/BPN, pada 2015 sekitar 967 ribu sertifikat sudah diterbitkan. Kemudian meningkat menjadi 1,16 juta sertifikat tanah pada 2016. Di 2017, sertifikat tanah yang diterbitkan sebanyak 5,4 juta.
Sementara untuk tahun 2018, pemerintah menargetkan membagikan 7 juta sertifikat tanah kepada rakyat. Sampai September 2018 sudah sebanyak 3,96 juta sertifikat yang dibagikan ke masyarakat. Untuk 2019, direncanakan ada 9 juta sertifikat tanah diterbitkan. [azz]
https://www.merdeka.com/uang/jokowi-...ng-tengah.html
Jumat, 23 November 2018 12:24 Reporter : Supriatin
Jokowi Bagi 1.300 Sertifikat Tanah di Lampung Tengah. ©2018 Merdeka.com Merdeka.com - Presiden Joko Widodo ( Jokowi) membagikan 1.300 sertifikat tanah untuk warga Lampung Tengah. Pembagian dilakukan di Lapangan Tenis Indoor Gunung Sugih, Lampung Tengah, Jumat (23/11).
Jokowi tiba di lokasi pukul 10.49 WIB. Jokowi didampingi Ibu Negara Iriana. Jokowi dan Iriana nampak mengenakan pakaian adat lampung lengkap dengan kain tapis.
Saat memberikan sambutan, Jokowi mengatakan 30.000 sertifikat tanah akan dibagikan untuk warga Lampung sepanjang 2018. Khusus untuk hari ini, ada 1.300 sertifikat tanah dibagikan.
"Di Lampung ada 30.000 ribu yang akan diberikan. Sebagian sudah, sebagian di bulan November dan Desember ini," kata Jokowi.
Jokowi mengatakan pembagian sertifikat tanah bagi rakyat sangat penting. Mengingat selama ini dirinya kerap mendapat laporan banyaknya sengketa tanah dan lahan antara masyarakat dengan masyarakat maupun masyarakat dengan perusahaan.
"Di Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, NTB, NTT, Maluku, Papua, semuanya. Yang namanya sengketa lahan, tanah, ada di mana-mana," kata dia.
Mantan Wali Kota Solo ini menceritakan, di 2014 jumlah tanah yang sudah disertifikatkan hanya sebanyak 46 juta bidang. Padahal semula ditargetkan 126 juta bidang tanah.
Tak hanya itu, kata Jokowi, sebelumnya pemerintah hanya mengeluarkan 500.000 sertifikat tanah setiap tahun. Sedangkan di bawah pemerintahan Jokowi, sertifikat tanah yang diterbitkan lebih dari 1 juta per tahun.
Berdasarkan data Kementerian ATR/BPN, pada 2015 sekitar 967 ribu sertifikat sudah diterbitkan. Kemudian meningkat menjadi 1,16 juta sertifikat tanah pada 2016. Di 2017, sertifikat tanah yang diterbitkan sebanyak 5,4 juta.
Sementara untuk tahun 2018, pemerintah menargetkan membagikan 7 juta sertifikat tanah kepada rakyat. Sampai September 2018 sudah sebanyak 3,96 juta sertifikat yang dibagikan ke masyarakat. Untuk 2019, direncanakan ada 9 juta sertifikat tanah diterbitkan. [azz]
https://www.merdeka.com/uang/jokowi-...ng-tengah.html
Quote:
Jokowi Bagikan 5.000 Sertifikat Tanah ke Warga di Jakarta Timur
(KOMPAS.com/Ryana Aryadita) JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden Joko Widodo membagikan 5.000 sertifikat tanah bagi warga Jakarta Timur di kawasan Rusunawa Rawa Bebek, Cakung, Jakarta Timur, Senin (3/11/2018).
Presiden Indonesia ketujuh ini menyebut, seharusnya masyarakat sudah menerima sertifikat dari 126 juta bidang tanah.
Namun, nyatanya baru 46 juta bidang tanah yang tercatat memiliki sertifikat.
"Artinya 80 juta yang belum bersertifikat. Termasuk Bapak Ibu yang 80 juta itu," ujar Jokowi.
Ia mengatakan, hal inilah yang sering kali menimbulkan sengketa lahan di berbagai tempat.
"Sengketa lahan di mana-mana. Antara tetangga, masyarakat, masyarakat pemerintah, masyarakat perusahaan, di mana-mana," kata dia.
Untuk itu, sejak tahun 2017 ia meminta Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (BPN) untuk mempercepat urusan sertifikat.
"Sebelumnya, setahun (hanya) 500.000 (sertifikat) keluar dari BPN. Bapak Ibu harus menunggu 160 tahun. Iya dong, kalau 80 juta, Bapak Ibu harus menunggu," pungkasnya.
Jokowi menambahkan, Kementerian Agraria dan Tata Ruang menargetkan seluruh tanah di Jakarta akan disertifikasi pada 2019 mendatang.
Artikel ini telah tayang di Kompas.comdengan judul "Jokowi Bagikan 5.000 Sertifikat Tanah ke Warga di Jakarta Timur", https://megapolitan.kompas.com/read/...-jakarta-timur.
Penulis : Ryana Aryadita Umasugi
Editor : Andri Donnal Putera
(KOMPAS.com/Ryana Aryadita) JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden Joko Widodo membagikan 5.000 sertifikat tanah bagi warga Jakarta Timur di kawasan Rusunawa Rawa Bebek, Cakung, Jakarta Timur, Senin (3/11/2018).
Presiden Indonesia ketujuh ini menyebut, seharusnya masyarakat sudah menerima sertifikat dari 126 juta bidang tanah.
Namun, nyatanya baru 46 juta bidang tanah yang tercatat memiliki sertifikat.
"Artinya 80 juta yang belum bersertifikat. Termasuk Bapak Ibu yang 80 juta itu," ujar Jokowi.
Ia mengatakan, hal inilah yang sering kali menimbulkan sengketa lahan di berbagai tempat.
"Sengketa lahan di mana-mana. Antara tetangga, masyarakat, masyarakat pemerintah, masyarakat perusahaan, di mana-mana," kata dia.
Untuk itu, sejak tahun 2017 ia meminta Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (BPN) untuk mempercepat urusan sertifikat.
"Sebelumnya, setahun (hanya) 500.000 (sertifikat) keluar dari BPN. Bapak Ibu harus menunggu 160 tahun. Iya dong, kalau 80 juta, Bapak Ibu harus menunggu," pungkasnya.
Jokowi menambahkan, Kementerian Agraria dan Tata Ruang menargetkan seluruh tanah di Jakarta akan disertifikasi pada 2019 mendatang.
Artikel ini telah tayang di Kompas.comdengan judul "Jokowi Bagikan 5.000 Sertifikat Tanah ke Warga di Jakarta Timur", https://megapolitan.kompas.com/read/...-jakarta-timur.
Penulis : Ryana Aryadita Umasugi
Editor : Andri Donnal Putera
Rupanya ini bisa berdampak buruk
Quote:
Aktivis Kritik Bagi-bagi Sertifikat Tanah ala Jokowi

Sejumlah aktivis menilai selama ini Jokowi hanya mengejar sertifikasi tanah. Namun, redistribusi lahan dan penyelesaian konflik agraria justru jalan di tempat. (CNN Indonesia/Christie Stefanie)

Jakarta, CNN Indonesia -- Sejumlah pengamat kebijakan sektor agraria menyayangkan pemerintahan Presiden Joko Widodo yang cenderung mengejar sertifikasi tanah. Mereka menilai sertifikasi tanah bukan inti reforma agraria yang kerap dibanggakan pemerintahan Jokowi.
Ketua Dewan Nasional Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Iwan Nurdin menganggap pemerintah masih jauh dari tujuan ideal reforma agraria. Iwan melihat selama empat tahun kepemimpinan Jokowi, redistribusi lahan dan penyelesaian konflik agraria hanya jalan di tempat.
Redistribusi lahan menurut Iwan menjadi poin vital dalam agenda reforma agraria. Namun, ia justru menyaksikan pemerintah tampak hanya berkonsentrasi pada sertifikasi tanah.
"Sertifikasi dan redistribusi itu beda. Kalau sertifikasi itu kamu punya tanah, saya punya tanah, kita diberi sertifikat, dilayani dengan cepat. Tapi kalau redistribusi, saya belum punya tanah, kamu belum punya tanah, kita diusahakan pemerintah supaya punya tanah. Caranya dengan meredistribusi tanah-tanah negara. Nah, itu masih sangat lambat," jelas Iwan saat ditemui pada peringatan milad tokoh reforma agraria Gunawan Winardi di Jakarta Selatan, Rabu (5/9).
KPA mencatat hingga saat ini pemerintahan Jokowi baru berhasil meredistribusi lahan sekitar 800.000 hektare. Jumlah itu dianggap sangat sedikit bila dibandingkan dengan target hak kelola perhutanan sosial sebesar 12,7 juta hektare.
Iwan menyoroti kinerja Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR) dalam hal ini yang terkesan hanya mengurusi sertifikasi tanah. Padahal tujuan pembentukan kementerian tersebut adalah mengubah pola penguasaan tanah yang saat ini timpang menjadi lebih berkeadilan.
Di samping itu, Iwan berpendapat Kementerian ATR lemah dalam mengawal Peraturan Presiden (Perpres) tentang reforma agraria yang tak kunjung terwujud.
"Itu jadi bukti bahwa Kementerian ATR sebenarnya tidak mengawal, mendorong dengan aktif, dan berkomitmen kuat dalam menjalankan reforma agraria. Mungkin aktifnya di sertifikasi lagi," kata Iwan.
Massa dari kalangan petani saat menggelar aksi bertema "Indonesia Darurat Agraria: Luruskan Reforma Agraria dan Selesaikan Konflik-konflik Agraria" di depan Istana Negara, Jakarta. (ANTARA FOTO/Aprillio Akbar)
KPA sebenarnya mengapresiasi langkah pemerintah dalam kebijakan sertifikasi tanah yang sedikit lebih baik dibanding era sebelumnya. Namun mereka tidak melihat itu sebagai prioritas agenda reforma agraria.
Hal senada diucapkan oleh Deputi Direktur Sawit Watch, Ahmad Surambo. Ia menilai reforma agraria tidak berjalan semestinya karena pemerintah hanya sibuk mengejar sertifikasi.
Padahal menurut Rambo ada kerentanan dari program sertifikasi tanah yang dilakukan Jokowi seperti risiko tanah yang lebih cepat berpindah tangan.
"Penting bagi pemerintah membuat mekanisme agar lahan tidak mudah berpindah tangan," katanya.
Jika hanya sertifikasi lahan yang dikejar oleh Jokowi, Rambo menilai kebijakan itu tak jauh berbeda dari yang pernah dilakukan oleh Presiden ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
SBY meluncurkan program Layanan Rakyat untuk Sertifikasi Tanah (Larasita), serupa dengan kebijakan Jokowi saat ini.
Ketimpangan lahan sebagai masalah utama dalam agenda reforma agraria dinilai tak akan selesai dengan sertifikasi belaka. Rambo mencontohkan dari sektor kelapa sawit.
Pertambahan lahan sawit per tahun mencapai hampir 500.000 hektare. Dibandingkan dengan angka pertambahan redistribusi dan sertifikasi, Rambo menilai masih sangat timpang.
"Itu baru dari sektor sawit saja," kata Rambo.
Kendati demikian, Rambo masih berharap dengan sisa waktu yang dimiliki pemerintah bisa mengejar agenda reforma agraria. Salah satu contoh yang bisa diharapkan adalah moratorium perkebunan kelapa sawit.
"Karena izin-izin baru akan disetop dulu, sehingga redistribusi dan penyelesaian konflik bisa dilakukan," ujar Rambo.
https://www.cnnindonesia.com/nasiona...nah-ala-jokowi

Sejumlah aktivis menilai selama ini Jokowi hanya mengejar sertifikasi tanah. Namun, redistribusi lahan dan penyelesaian konflik agraria justru jalan di tempat. (CNN Indonesia/Christie Stefanie)
Jakarta, CNN Indonesia -- Sejumlah pengamat kebijakan sektor agraria menyayangkan pemerintahan Presiden Joko Widodo yang cenderung mengejar sertifikasi tanah. Mereka menilai sertifikasi tanah bukan inti reforma agraria yang kerap dibanggakan pemerintahan Jokowi.
Ketua Dewan Nasional Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Iwan Nurdin menganggap pemerintah masih jauh dari tujuan ideal reforma agraria. Iwan melihat selama empat tahun kepemimpinan Jokowi, redistribusi lahan dan penyelesaian konflik agraria hanya jalan di tempat.
Redistribusi lahan menurut Iwan menjadi poin vital dalam agenda reforma agraria. Namun, ia justru menyaksikan pemerintah tampak hanya berkonsentrasi pada sertifikasi tanah.
"Sertifikasi dan redistribusi itu beda. Kalau sertifikasi itu kamu punya tanah, saya punya tanah, kita diberi sertifikat, dilayani dengan cepat. Tapi kalau redistribusi, saya belum punya tanah, kamu belum punya tanah, kita diusahakan pemerintah supaya punya tanah. Caranya dengan meredistribusi tanah-tanah negara. Nah, itu masih sangat lambat," jelas Iwan saat ditemui pada peringatan milad tokoh reforma agraria Gunawan Winardi di Jakarta Selatan, Rabu (5/9).
KPA mencatat hingga saat ini pemerintahan Jokowi baru berhasil meredistribusi lahan sekitar 800.000 hektare. Jumlah itu dianggap sangat sedikit bila dibandingkan dengan target hak kelola perhutanan sosial sebesar 12,7 juta hektare.
Iwan menyoroti kinerja Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR) dalam hal ini yang terkesan hanya mengurusi sertifikasi tanah. Padahal tujuan pembentukan kementerian tersebut adalah mengubah pola penguasaan tanah yang saat ini timpang menjadi lebih berkeadilan.
Di samping itu, Iwan berpendapat Kementerian ATR lemah dalam mengawal Peraturan Presiden (Perpres) tentang reforma agraria yang tak kunjung terwujud.
"Itu jadi bukti bahwa Kementerian ATR sebenarnya tidak mengawal, mendorong dengan aktif, dan berkomitmen kuat dalam menjalankan reforma agraria. Mungkin aktifnya di sertifikasi lagi," kata Iwan.
Massa dari kalangan petani saat menggelar aksi bertema "Indonesia Darurat Agraria: Luruskan Reforma Agraria dan Selesaikan Konflik-konflik Agraria" di depan Istana Negara, Jakarta. (ANTARA FOTO/Aprillio Akbar)KPA sebenarnya mengapresiasi langkah pemerintah dalam kebijakan sertifikasi tanah yang sedikit lebih baik dibanding era sebelumnya. Namun mereka tidak melihat itu sebagai prioritas agenda reforma agraria.
Hal senada diucapkan oleh Deputi Direktur Sawit Watch, Ahmad Surambo. Ia menilai reforma agraria tidak berjalan semestinya karena pemerintah hanya sibuk mengejar sertifikasi.
Padahal menurut Rambo ada kerentanan dari program sertifikasi tanah yang dilakukan Jokowi seperti risiko tanah yang lebih cepat berpindah tangan.
"Penting bagi pemerintah membuat mekanisme agar lahan tidak mudah berpindah tangan," katanya.
Jika hanya sertifikasi lahan yang dikejar oleh Jokowi, Rambo menilai kebijakan itu tak jauh berbeda dari yang pernah dilakukan oleh Presiden ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
SBY meluncurkan program Layanan Rakyat untuk Sertifikasi Tanah (Larasita), serupa dengan kebijakan Jokowi saat ini.
Ketimpangan lahan sebagai masalah utama dalam agenda reforma agraria dinilai tak akan selesai dengan sertifikasi belaka. Rambo mencontohkan dari sektor kelapa sawit.
Pertambahan lahan sawit per tahun mencapai hampir 500.000 hektare. Dibandingkan dengan angka pertambahan redistribusi dan sertifikasi, Rambo menilai masih sangat timpang.
"Itu baru dari sektor sawit saja," kata Rambo.
Kendati demikian, Rambo masih berharap dengan sisa waktu yang dimiliki pemerintah bisa mengejar agenda reforma agraria. Salah satu contoh yang bisa diharapkan adalah moratorium perkebunan kelapa sawit.
"Karena izin-izin baru akan disetop dulu, sehingga redistribusi dan penyelesaian konflik bisa dilakukan," ujar Rambo.
https://www.cnnindonesia.com/nasiona...nah-ala-jokowi
ibarat mata uang, kalo dicetak secara gede2an tp gak dibarengi dgn SDA & SDM-nya maka yg terjadi adlh hiperinflasi
agan2 yg pernah baca soal perjanjian Green Hilton (walaupun sebatas karangan) pasti tau kl bank USA perlu nyetok emas dulu utk menjaga nilai mata uang
hal yg sama jg terjadi pd SHM tanah
kalian tau kan Zimbabwe & keadaan ekonominya saat ini
hal tersebut jg dikarenakan akibat tanah jg
Quote:
https://www.liputan6.com/bisnis/read...jang-sejarah-1
2. Zimbabwe
Inflasi terbesar kedua terjadi di Zimbabwe pada Maret 2007 hingga November 2008. Tingkat inflasi harian negara ini mencapai 98 % membuat harga berubah dua kali lipat setiap 25 jam.
Kisah hiperinflasi Zimbabwe didahului penurunan grinding panjang dalam output ekonomi yang mengikuti reformasi tanah Robert Mugabe tahun 2000-2001.
Kondisi di mana tanah diambil alih sebagian besar dari petani kulit putih dan didistribusikan kepada penduduk mayoritas hitam. Ini menyebabkan jatuhnya 50% dalam output selama sembilan tahun berikutnya.
Reformasi sosialis dan keterlibatan mahal dalam perang sipil Kongo menyebabkan pengeluaran anggaran pemerintah defisit.
Pada saat yang sama, penduduk Zimbabwe menurun karena sebagaian besar meninggalkan negara itu. Kedua faktor yang berlawanan, di mana peningkatan pengeluaran pemerintah dan penurunan basis pajak menyebabkan pemerintah monetisasi defisit fiskal.
2. Zimbabwe
Inflasi terbesar kedua terjadi di Zimbabwe pada Maret 2007 hingga November 2008. Tingkat inflasi harian negara ini mencapai 98 % membuat harga berubah dua kali lipat setiap 25 jam.
Kisah hiperinflasi Zimbabwe didahului penurunan grinding panjang dalam output ekonomi yang mengikuti reformasi tanah Robert Mugabe tahun 2000-2001.
Kondisi di mana tanah diambil alih sebagian besar dari petani kulit putih dan didistribusikan kepada penduduk mayoritas hitam. Ini menyebabkan jatuhnya 50% dalam output selama sembilan tahun berikutnya.
Reformasi sosialis dan keterlibatan mahal dalam perang sipil Kongo menyebabkan pengeluaran anggaran pemerintah defisit.
Pada saat yang sama, penduduk Zimbabwe menurun karena sebagaian besar meninggalkan negara itu. Kedua faktor yang berlawanan, di mana peningkatan pengeluaran pemerintah dan penurunan basis pajak menyebabkan pemerintah monetisasi defisit fiskal.
ini jg terjadi serupa di Prancis
Quote:
https://www.liputan6.com/bisnis/read...jang-sejarah-2
8. Perancis
Perancis masuk menjadi negara kedelapan yang pernah mengalami hiperinflasi. Kondisi itu terjadi pada Mei 1795 hingga November 1796. Inflasi harian Perancis mencapai 5% dan membuat harga berubah dua kali lipat setiap 15 hari, 2 jam.
Sejarah tersebut berawal dari Revolusi Prancis (1789-1799) terjadi setelah periode Perancis telah berjalan sampai utang besar melawan perang, termasuk perang kemerdekaan AS dari Great Britain.
Satu dari kebijakan utama ekonomi Revolusi Perancis adalah nasionalisasi tanah yang sebelumnya dimiliki oleh Gereja Katolik.
Gereja dipandang sebagai sasaran empuk bagi pengambilalihan aset karena mereka memiliki banyak tanah namun memiliki pengaruh politik yang relatif sedikit dalam pemerintahan rezim.
8. Perancis
Perancis masuk menjadi negara kedelapan yang pernah mengalami hiperinflasi. Kondisi itu terjadi pada Mei 1795 hingga November 1796. Inflasi harian Perancis mencapai 5% dan membuat harga berubah dua kali lipat setiap 15 hari, 2 jam.
Sejarah tersebut berawal dari Revolusi Prancis (1789-1799) terjadi setelah periode Perancis telah berjalan sampai utang besar melawan perang, termasuk perang kemerdekaan AS dari Great Britain.
Satu dari kebijakan utama ekonomi Revolusi Perancis adalah nasionalisasi tanah yang sebelumnya dimiliki oleh Gereja Katolik.
Gereja dipandang sebagai sasaran empuk bagi pengambilalihan aset karena mereka memiliki banyak tanah namun memiliki pengaruh politik yang relatif sedikit dalam pemerintahan rezim.
sekarang kalian tau kan kenapa jg rupiah jg memiliki digit nol sampe 3

1
1.9K
Kutip
14
Balasan
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan