Kaskus

News

kroco.riAvatar border
TS
kroco.ri
Cinta HM Soeharto pada Muhammadiyah
Perjalanan hidup mantan Presiden RI ke 2, HM Soeharto tak bisa dilepaskan dari Persyarikatan Muhammadiyah. Bantuan moril maupun materiil banyak diberikan kepada salah satu Ormas Islam terbesar dan tertua di Indonesia.

Indonesiainside.com, Jakarta– Meskipun tidak memiliki nomor baku Muhammadiyah (NBM) sebagai tanda keanggotaan Muhammadiyah secara resmi, HM Soeharto bisa dikatakan sebagai calon kader Muhammadiyah sebab dalam Keputusan Muktamar Muhammadiyah ke-43 di Banda Aceh tahun 1995, lembaga-lembaga pendidikan Muhammadiyah ditetapkan sebagai salah satu sumber calon kader, dan Soeharto, dalam sejarah hidupnya, pernah mengenyam pendidikan SD Muhammadiyah.

Lahir 8 Juni 1921, dari rahim Ibu Sukirah, Soeharto lahir dan dibesarkan di Dusun Kemusuk, Argomulyo, Sedayu, Bantul, Yogyakarta.

HM Soeharto mengenyam pendidikan di Sekolah Rendah (setingkat SD) Desa Puluhan, Godean. Lalu pindah ke SD Pedes lantaran ibu dan ayah tirinya, Pramono, pindah rumah ke Kemusuk Kidul.

Dia mendapat pendidikan agama yang cukup kuat dari keluarga bibinya. Sepulang sekolah, Soeharto belajar mengaji di langgar bersama sahabat-sahabatnya, bahkan sampai semalam suntuk. Termasuk aktif di kepanduan Hizbul Wathan, salah satu organisasi otonom (ortom) di lingkungan Persyarikatan Muhammadiyah yang didirikan tahun 1918.

Lulus Sekolah Rendah (SR) empat tahun, HM Soeharto melanjutkan sekolah lanjutan rendah di Wonogiri, Solo.

Setelah berusia 14 tahun, Soeharto kembali ke kampung asalnya, Kemusuk, untuk melanjutkan ke SMP Muhammadiyah (Schakel Muhammadiyah) di Yogyakarta. Karena terbentur biaya, Soeharto masuk sekolah Muhammadiyah karena di tempat ini tidak memerlukan sepatu. Di sekolah ini, para siswa boleh mengenakan sarung.

Dalam buku otobiografi “Soeharto, Ucapan, Pikiran dan Tindakan” karya K.H. Ramadhan dan G. Dwipayana diceritakan; “Saya kembali ke kampung asal, ke Kemusuk. Dan dari sana saya pergi setiap hari ke Yogya, naik sepeda, untuk menyelesaikan pelajaran di sekolah Muhammadiyah. Saya terpaksa meninggalkan Wonogiri dan langgar Kiai Darjatmo gara-gara peraturan sekolah yang mengharuskan murid pakai celana pendek dan bersepatu, sedang orang tua saya tak mampu membelikan.”

Kepada Muhammadiyah, HM Soeharto selalu mengungkapkan rasa cinta ‘secara rahasia’ yang jarang terlihat, bahkan tanpa banyak dimuat media massa.

Suatu hari, tepatnya pada saat membuka Muktamar Muhammadiyah ke-41 (Desember 1985) di Surakarta. Dia memberi harapan khusus dan berdoa di organisasi di mana ia pernah meraih ilmu pengetahuan.

“Sebagai orang yang pernah mengecap pendidikan Muhammadiyah, saya ikut mengharapkan agar Muhammadiyah tumbuh makin besar, makin kuat, dan makin banyak amalnya dalam bidang-bidang yang amat luas,” ungkap Pak Harto. Pernyataan yang kurang lebih sama juga diungkapkan kembali pada saat membuka Muktamar ke-42 (1990) di Yogyakarta.

Spoiler for THE LORD OF SOEHARTO:

[Hubungan Soeharto dan Muhammadiyah, laman Suara Pembaruan 30 Januari 2008]

SUMUR
0
1.7K
7
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan