Kaskus

News

mendoan76Avatar border
TS
mendoan76
Sejarah Hubungan Panas Dingin TNI-Polri: Seperti Tom dan Jerry
Sejarah Hubungan Panas Dingin TNI-Polri: Seperti Tom dan JerrySejarah Hubungan Panas Dingin TNI-Polri: Seperti Tom dan Jerry

Tirto
2018/12/13 17:50
Mengikuti

Polisi adalah elemen penting pendukung awal Republik, bahkan sebelum TNI berdiri.
tirto.id - Jargon kekompakan TNI dan Polri sering terlihat di mana-mana. Dari spanduk di tepi jalan hingga baliho mal.

Kenyataannya anggota-anggota TNI dan Polri, terutama yang berpangkat rendah, sering bentrok. Sepanjang sejarah, kekompakan TNI-Polri hanya terlihat di antara para perwira tinggi dua institusi itu—paling tidak demikianlah yang mereka tampilkan di hadapan publik.

Data yang dihimpun Tirto memperlihatkan, sepanjang September 2002 hingga Juni 2018 ada 13 bentrokan dan perkelahian antara anggota TNI dengan Polri. Korban jiwa akibat pertikaian tersebut total berjumlah 6 orang. Sementara korban yang mengalami luka-luka setidaknya berjumlah 24 orang (termasuk korban sipil). Bentrokan terakhir terjadi di Polsek Ciracas pada Rabu (12/12/2018) dini hari.

Di antara matra-matra yang dulu tergabung di ABRI pada masa Orde Baru, personel Angkatan Darat dan Angkatan Kepolisian mudah ditemukan di mana-mana. Bagaimana pun keduanya bertugas di daratan, namun dengan tugas yang berbeda. AD menjaga keamanan, polisi memelihara ketertiban.

Jenis senjata mereka tentu berbeda. Tapi jika bicara pengaruh mereka dalam masyarakat, tidak jauh beda besarnya. Tentara dan polisi adalah golongan yang cukup terpandang. Walau katanya harus saling bersinergi dalam melayani masyarakat, tidak jarang keduanya tampak seperti Tom dan Jerry.

Sama-Sama Bagian dari Angkatan 45

“Omong kosong kalau ada yang mengaku di bulan Agustus 1945 memiliki kesatuan bersenjata. Yang ada pada waktu itu hanya pasukan-pasukan Polisi Istimewa pimpinan M. Jasin,” tegas Mayor Jenderal Soedharto, yang pernah jadi anggota Tentara Rakyat Indonesia Pelajar (TRIP), dalam endorsement buku Memoar Jasin Sang Polisi Pejuang: Meluruskan Sejarah Kelahiran Polisi Indonesia (2011).

Soedharto melanjutkan, “Tanpa peran pasukan-pasukan Polisi Istimewa di bawah M. Jasin tak ada peristiwa November 1945.”
Jika Tentara Nasional Indonesia (TNI) diakui lahir pada 5 Oktober 1945, atau cikal-bakalnya dianggap sudah ada sejak 22 Agustus 1945 dengan nama Badan Keamanan Rakjat (BKR), maka pada 21 Agustus 1945 sekelompok polisi bersenjata di Surabaya sudah menyatakan diri berada di belakang Republik Indonesia.

Merekalah para Polisi Istimewa, yang bersenjata dan siap tempur mendukung Republik Indonesia yang belum seminggu berdiri. Tapi hari heroik 21 Agustus 1945 itu tidak dijadikan hari lahir korps penerus Polisi Istimewa, yakni Brigade Mobil (Brimob).

Jadi, waktu TNI masih tergopoh-gopoh memilih panglima lewat sebuah "rapat koboi", Polisi Istimewa, meski kecil jumlahnya, sudah bertarung di front 10 November Surabaya. Polisi Istimewa kemudian sempat disebut Mobile Brigade (Mobrig) lalu Brimob.
Seperti tentara, satuan Mobrig juga ikut serta dalam menghadapi pergolakan bersenjata di daerah-daerah setelah ikut berperang melawan Belanda di masa Revolusi.

Tak hanya memukul pemberontak, menurut buku 20 Tahun Perkembangan Angkatan Kepolisian Republik Indonesia (1967), sekompi Brimob setidaknya pernah dikirim dalam operasi pendaratan di Papua (hlm. 210). Satuan ini memang berpengalaman melawan pemberontak dan tentara asing pada dekade awal sejarahnya.

Di luar front pertempuran, selain Brimob, anggota polisi lain pun terlibat dalam Revolusi. Begitu juga polisi dengan tugas intelijen di bagian Pengawas Aliran Masyarakat (PAM) di bawah pimpinan Komisaris Omargatab. Lembaga ini berperan besar dalam mengumpulkan data penting soal musuh-musuh negara.

Sama-Sama Pernah Diombang-Ambing Politik

Setelah selesainya Perang Dunia II, persaingan di tingkat global terus memanas dalam periode yang disebut Perang Dingin. Semua tahu Uni Soviet ingin meluaskan komunisme. Seperti halnya Amerika Serikat ingin jadi penguasa dunia yang dibasahi kaum pemodal. Medan perangnya pun tak hanya Eropa, tapi seluruh dunia. Indonesia sudah pasti masuk di dalamnya.

Amerika sudah sejak awal mendekati Indonesia. Berharap agar komunisme di Indonesia punah. Dilatihnya anggota Brimob oleh pasukan khusus Amerika contohnya. Menurut majalah Commando(Vol. IX Edisi Nomor 5, 2013), personel Brimob dikirim bergelombang (1955, 1959, 1960) untuk dilatih pasukan Amerika di Filipina. Dari sini kemudian lahir Brimob Ranger, yang belakangan berkembang menjadi Resimen Pelopor (Menpor).

Jika Kepolisan punya Brimob dengan Menpornya, Angkatan Darat punya pasukan khusus sendiri, Resimen Para Komando Angkatan Darat (RPKAD). Pada awal 1960-an Kepolisian masuk ke dalam Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI). Sejatinya, semua matra dalam ABRI berada di bawah kendali presiden. Namun, masih ada para panglima yang membawahi angkatan masing-masing.

Di era 1960-an, Amerika Serikat dianggap telah dekat dengan Angkatan Darat. Panglima Angkatan Darat kala itu, Letnan Jenderal Ahmad Yani, adalah penghubung terpenting.

“Salah seorang Amerika yang mempunyai hubungan paling dekat dengan Angkatan Darat Indonesia ialah George Benson, penasihat civic action untuk Angkatan Darat Indonesia. Ia mempunyai hubungan pribadi yang erat dengan Yani dan banyak perwira dari SUAD,” tulis John Roosa dalam Dalih Pembunuhan Massal: Gerakan 30 September dan Kudeta Suharto (2007: 271).

Di tahun-tahun terakhir kepresidenan Sukarno, Angkatan Darat yang dipimpin Ahmad Yani tampil sebagai kekuatan penting di Indonesia. Sukarno berjaga-jaga dengan mendekati angkatan lain, terutama pasukan khususnya. KKO (Marinir-AL) dan Brimob tampil sebagai pasukan yang loyal kepada Sukarno.

Setelah Sukarno lengser, pasukan khusus Kepolisian dan Angkatan Laut mengalami penyusutan jumlah personel. Setidaknya ada Operasi Ikan Paus di KKO dalam rangka membersihkan unsur G30S di dalamnya. Menpor juga kemudian bubar dan Brimob jadi tak segarang zaman Sukarno.

Dikisahkan Julius Pour dalam Gerakan 30 September: Pelaku, Pahlawan & Petualang (2010: 152), waktu ada isu RPKAD akan menyerang Istana, Komisaris Soemirat menyarankan Sukarno ke luar Jakarta. Soemirat melakukannya atas nama Panglima Angkatan Kepolisian Komisaris Jenderal Soetjipto Joedodihardjo.

“Panglima bersama Kolonel Anton Soedjarwo sudah bersama Resimen Rangers Brimob. Sudah siap di Asrama Kelapa Dua, membantu pengamanan jika diperlukan,” kata Soemirat.

KKO yang dipimpin Mayor Jenderal Hartono juga siap membela presiden dan siap bertarung dengan pasukan manapun, termasuk RPKAD.

Setelah pengganyangan komunis 1965-1966, Angkatan Darat menjadi pemenang nomor satu. Selain komunis habis, pasukan elite RPKAD lebih berkembang ketimbang satuan elite lain. Dengan KKO dan Brimob yang tak sejago di zaman Sukarno dan Angkatan Udara yang terkucilkan karena tersangkut G30S, maka Angkatan Darat sudah tak punya "musuh" berarti.

Rasa permusuhan personel berpangkat rendahan memang tertanam lama di masing-masing angkatan. Personel Angkatan Darat yang benci polisi adalah hal biasa. Sudah tidak aneh jika, misalnya, seorang anggota AD melihat anak sekolah pakai baju pramuka dan tampak menjengkelkan, anak itu bisa dikatai “mata-mata Brimob.”
Itu diperparah dengan buruknya citra polisi di mata masyarakat sebagai “tukang tilang.” Maka polisi bisa makin direndahkan. Apa yang pernah terjadi di zaman kolonial pun terjadi lagi. Saat itu, KNIL meremehkan polisi karena korupsi van Rossen pada 1930-an.

Baca juga artikel terkait PEMBAKARAN POLSEK CIRACAS atau tulisan menarik lainnya Petrik Matanasi
(tirto.id - Politik)

Penulis: Petrik Matanasi
Editor: Ivan Aulia Ahsan

++++

*Kisah Pasukan Elite Polisi Menyerbu Markas RPKAD Cijantung* Sejarah Hubungan Panas Dingin TNI-Polri: Seperti Tom dan Jerry

Penulis: Petrik Matanasi
12 Desember 2018

Dulu Kepolisian pernah punya pasukan elite yang ditakuti, namanya Resimen Pelopor (Menpor) yang pernah berani menyerang Markas RPKAD di Cijantung.

tirto.id - Pada Rabu (12/12/2018) sekitar pukul 00.25, kantor Kepolisian Sektor (Polsek) Ciracas, Jakarta Timur dibakar dan dirusak segerombolan orang. Aksi perusakan ini diduga berkaitan dengan pengeroyokan Kapten Laut Joko oleh sejumlah tukang parkir di ruko Arundina, dua hari sebelumnya.

Kapolres Jaktim Kombes Pol. Tony mengatakan, Selasa (11/12/2018) pada pukul 19.00 pelaku pengeroyokan akan ditangkap maksimal dalam dua hari. Mereka akan diproses sesuai hukum yang berlaku. Tony menyampaikan itu di hadapan 300 orang tentara dari tiga matra yang sengaja datang untuk meminta klarifikasi. Namun apa yang disampaikan Tony tak membuat tentara puas.

Sampai pada akhirnya muncul kejadian pengerusakan kantor Polsek Ciracas pada malam itu. Pihak polisi sendiri belum memastikan siapa para pelakunya, termasuk belum memastikan kemungkinan keterlibatan anggota TNI dalam insiden tersebut. Namun, kejadian ini mengingatkan dengan peristiwa penyerbuan Markas RPKAD 50 tahun silam oleh pasukan elite polisi.

Satu siang pada 1968, seorang sopir oplet mengantar seorang penumpang ke pos jaga ksatriaan pasukan paramiliter Angkatan Kepolisian, Kelapa Dua, Depok. Sopir oplet kemudian pingsan setelah membawa penumpang yang sudah tak bernyawa. Sopir oplet sempat bercerita bahwa penumpang yang dibawanya ditembak dari jarak dekat oleh anggota Resimen Para Komando Angkatan Darat (RPKAD)—kini bernama Kopassus.

Penumpang yang meninggal itu adalah salah satu anggota dari pasukan paramiliter kepolisian, satuan yang kala itu cukup ditakuti, yaitu Resimen Pelopor (Menpor). Seperti dicatat Anton Agus Setiyawan dan Andi M. Darlis, dalam Resimen Pelopor, Pasukan Elite yang Terlupakan (2011), anggota Menpor yang terbunuh itu berasal dari kompi F dan baru saja lulus pendidikan.

Laporan terbunuhnya anggota Menpor sampai juga ke telinga Wakil Komandan Menpor, Ajun Komisaris Besar Polisi Soetrisno.

Serbuan ke Markas Cijantung

Setelah kejadian itu, Wakil Komandan Menpor, Ajun Komisaris Besar Polisi Soetrisno pun bereaksi. Ia memerintahkan kompi A, Kompi B dan Kompi D untuk bersiap dengan peralatan tempur untuk menyerang Markas RPKAD. Sebagai satuan elite, Menpor punya peralatan senapan yang tidak main-main. Menpor juga dibekali senapan serbu AR-15, seperti yang dimiliki RPKAD. Senapan serbu AR-15 memiliki lima magazen yang tiap magazennya berisi 15 peluru tajam.

Pasukan dari tiga kompi yang dipimpin Soetrisno dipecah menjadi peleton-peleton. Pasukan ini bisa dibilang siap mati. “Mereka diperintahkan untuk menduduki Cijantung yang merupakan markas sekaligus asrama RPKAD. Sementara kompi lain diperintahkan bersiaga mengantisipasi serangan balasan,” tulis Anton dan Andi. Dalam bukunya, kedua penulis ini tak mencantumkan tanggal dan bulan insiden penyerangan RPKAD oleh Menpor.

Kawasan Cijantung sejak awal 1960-an sudah menjadi sarang dari pasukan elite baret merah bernama RPKAD. Cijantung dengan Kelapa Dua tidak berjauhan. Anggota pasukan khusus tidak masalah berjalan kaki sebelum menyerbu.

Peleton pertama yang mencapai Cijantung berhasil menyusup setelah memotong pagar kawat di belakang markas RPKAD. Seperti ditulis dalam buku Resimen Pelopor, Pasukan Elit yang Terlupakan, dua kompi Menpor dalam hitungan menit berhasil memasuki markas RPKAD dan satu kompi menjaga di luar area.

Namun, Markas RPKAD di Cijantung telah dikosongkan oleh RPKAD. Pasukan Menpor cukup lama menduduki Markas RPKAD, Cijantung, hingga pagi di hari berikutnya.

Perkara itu pun sampai juga ke telinga Panglima KODAM Jakarta Raya (Jaya) Mayor Jenderal Amirmachmud. Amirmachmud segera bergegas ke Cijantung dengan menggunakan tank. Ia memerintahkan agar para anggota Menpor keluar dari Cijantung.

“Bagaimana, Pak Tris? Pangdam Jaya ditembak, tidak?” tanya salah seorang anggota Menpor, namun Soetrisno beri perintah menunggu. Namun Amirmachmud tak bisa meluluhkan kekerasan hati anggota Menpor itu.

Namun, sosok yang berhasil meluluhkan para Menpor itu adalah Anton Soedjarwo, komandan resimen mereka. Anton kala itu tidak sempat tidak tahu gerakan anak buahnya ke Cijantung karena tak berada di tempat. Setelah mendapat perintah bubar oleh Anton, anggota-anggota Menpor akhirnya membubarkan diri. Nyawa Amirmachmud pun selamat. Pendudukan Markas RPKAD Cijantung oleh Menpor salah satu jejak sejarah militer Indonesia.

Rupanya masalah belum selesai. Anton dan Andi dalam bukunya mencatat, seminggu kemudian ada berita anggota RPKAD yang pulang dari cuti diculik oleh Menpor berbaju preman dengan naik truk yang platnya diganti. Aksi Menpor itu rupanya didukung oknum dari Batalyon 530 Brawijaya yang sedang berada di Jakarta. Cerita ini tentu jadi makin rumit dan terkesan aneh. Batalyon 530 adalah batalyon infanteri yang cukup elite dari Angkatan Darat. Itu batalyon konon pinjamkan tank.

Persoalan perselisihan pasukan elite RPKAD dan Menpor juga dicatat oleh Julius Pour dalam Benny: Tragedi Seorang Loyalis (2007:337). Insiden ini tidak dimuat media massa kala itu.

“Pada kasus ini Dading (Kalbuadi) diminta menyelesaikannya dengan Anton Soedjarwo, karena mereka sahabat lama,” tulis Pour.

Dading adalah perwira korps baret merah, yang merupakan kawan dari Benny Moerdani. Cerita pendudukan Markas RPKAD oleh pasukan Menpor ini lebih sering jadi cerita lisan di kalangan Menpor dan keluarganya.

Dua Pasukan Elite

Para anggota Menpor yang terlatih ala Ranger Amerika itu kini tinggal sejarah. Dulu kemampuannya di atas Brigade Mobil (Brimob). Menurut Commando Volume IX Edisi Nomor 5 (2013:26), para personel Menpor awalnya sempat dikirim bergelombang (1955;1959;1960) untuk digembleng pasukan Special Force dan Marinir Amerika Serikat.

Menurut catatan Moehamad Jasin dalam memoarnya, Memoar Sang Polisi Pejuang: Meluruskan Sejarah Kepolisian Indonesia (2010:184-185), menyebut pada 1953 ada 20 Mobrig (nama lama Brimob) yang ada di Filipina. Pasukan ini pernah diuji coba di Pegunungan Cirebon, Jawa Barat, melawan Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII).

“Saya mengirim satu regu Mobil Brigade yang dipimpin Andi Abdurachman [...] pasukan Mobil Brigade berhasil membunuh pemimpin gerombolan,” kata Moehamad Jasin dalam Memoar Sang Polisi Pejuang: Meluruskan Sejarah Kepolisian Indonesia (2010:184-185). Saat aksi penumpasan PRRI/Permesta di era 1950an, pasukan elite ini juga dilibatkan.

Markas pasukan Menpor berada di Kelapa Dua sejak awal 1960-an. Keberadaan markas Menpor tidak berselisih jauh dengan keberadaan RPKAD di Cijantung. Komandan Menpor yang terkenal adalah Anton Soedjarwo, sejak menjadi Komisaris Polisi II, belakangan Soedjarwo pernah jadi Kapolri.

“Awal 1964, Anton Sudjarwo meningkat tanggung jawabnya, ketika Batalyon Pelopor 1232 diperluas menjadi Resimen Pelopor penuh (Menpor). Markas resimen tetap di Kelapa Dua,” tulis Ken Conboy dalam Elite: The Special Forces of Indonesia, 1950-2008 (2008:137).

Kawasan Kelapa Dua pada akhir 1961 sudah menjadi asrama bagi Batalyon 1232. Pasukan itu berkembang terus sebagai pasukan elite di masa Presiden Sukarno. Di awal Soeharto berkuasa, pasukan ini masih ada. Resimen ini lalu dikebiri dan pada zaman Soeharto Angkatan Kepolisian tak pernah punya lagi pasukan jago tempur seperti Menpor.

Kini, kepolisian hanya punya Brimob. Sementara itu RPKAD terus berkembang, meski berganti nama jadi Puspassus, Kopassandha dan Kopassus. Kekuatan Kopassus kini tak hanya batalyon-batalyon saja tapi sudah grup-grup, yang namanya masih disegani sebagai pasukan elite.

Baca juga artikel terkait SEJARAH MILITER atau tulisan menarik lainnya Petrik Matanasi
(tirto.id - pet/dra)
https://tirto.id/kisah-pasukan-elite-polisi-menyerbu-markas-rpkad-cijantung-dbJA
++++
Gimana koment agan2...
Semoga tidak terjadi kejadian the next ciracas berikutnya..
Saling intropeksi untuk bapak2 polisi dan bapak2 tentara kitak...
En tentunya ibuk2 polwan sm ibuk2 kowad kitak...Sejarah Hubungan Panas Dingin TNI-Polri: Seperti Tom dan JerrySejarah Hubungan Panas Dingin TNI-Polri: Seperti Tom dan JerrySejarah Hubungan Panas Dingin TNI-Polri: Seperti Tom dan JerrySejarah Hubungan Panas Dingin TNI-Polri: Seperti Tom dan Jerry
Diubah oleh mendoan76 13-12-2018 22:32
tien212700Avatar border
tien212700 memberi reputasi
1
3.2K
7
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan