Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

bocahlugu14Avatar border
TS
bocahlugu14
Kursi Panas DKI Jakarta
Bagi setiap Partai Politik strategi dalam memenangkan Pemilihan Gubernur merupakan suatu hal yang harus dimiliki dan juga merupakan bagian dari Grand strategi Partai Politik. Wujud dari strategi politik suatu partai adalah merebut suara hati rakyat untuk memperoleh kemenangan dan tercapainya tujuan politik bersama. Semakin banyak parpol yang berkoalisi dalam pemilu maka semakin banyak pula grand strategi parpol yang ingin dimainkan dan semakin mudah meraih kemenangan.



Pada Pilgub DKI kemarin Anies-Sandi yang diusung oleh Gerindra dan PKS berhasil memenangkan kursi DKI 1, sehingga memperkokoh hubungan kedua partai. Namun ditengah keharmonisan koalisi tersebut dalam menyongsong Pilpres 2019 secara tiba-tiba harus menghadapi polemik pasca Prabowo resmi menunjuk Sandiaga Uno sebagai Calon Wakil Presiden untuk mendampinginya di Pilpres 2019. Hal ini membuat Sandiaga Uno mundur dari Wagub DKI, padahal berdasarkan Undang-Undang Pemerintahan Daerah (UU nomor 9/ 2015), menyebutkan bahwa Kepala Daerah yang ingin maju dalam ranah eksekutif, tidak perlu mundur dari jabatannya, cukup cuti. Kecuali, di ranah legislatif, dan sebaliknya.  Hal ini pun juga dilakukan oleh sejumlah pejabat saat Pilkada lalu. Diantaranya Mantan Bupati Trenggalek, Emil Dardak, saat kampanye lalu tidak mundur, melainkan cuti. Jika ia kalah dalam kontestasi Pilkada, ia berhak untuk duduk kembali di jabatannya. Demikian pula dengan Sandiaga Uno, Undang-undang memperbolehkan untuk cuti, namun ia memilih mundur. Belakangan terjadi kesepakatan antara partai PKS dan Gerindra untuk memberikan kursi Wagub DKI Jakarta kepada PKS. Namun kosongnya posisi Wakil Gubernur DKI Jakarta, Sandiaga Salahuddin Uno sampai saat ini belum juga mendapat pengganti. Setelah ditelusuri lebih dalam, ternyata terjadi perebutan antara dua partai pengusung yaitu PKS dan Partai Gerindra. Kedua pihak melalui kadernya mengklaim sebagai pihak paling berhak menduduki kursi tersebut. Mereka masing-masing punya argumentasi kuat atas klaim tersebut. Hal ini juga berpotensi membuka keretakan koalisi diantara kedua partai pengusung Prabowo-Sandi. Kejadian ini secara tidak langsung juga menunjukkan bahwa Gerindra dan PKS ternyata hanya fokus kepada kekuasaan dan materi belaka. Sehingga cenderung mengenyampingkan kepentingan warga DKI karena perebutan jabatan Wagub yang tak kunjung usai dapat menghambat jalannya roda pemerintahan di DKI. Ditambah lagi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) mengancam akan mematikan mesin partainya di Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019 lantaran sikap Partai Gerindra yang ngotot mengajukan calon untuk mengisi posisi Wakil Gubernur DKI yang ditinggalkan Sandiaga. Hal ini menjadi pukulan bagi PKS setelah tak mendapatkan kursi cawapres yang 'disikat' semua oleh Partai Gerindra, kini ganti jabatan Wagub DKI Jakarta yang akan disapu bersih oleh Prabowo Subianto.


Melihat dinamika internal koalisi tersebut, tak pernah dibayangkan relasi seperti apa yang ingin ditawarkan oleh Gerindra kepada sekutunya sendiri karena apa yang diharapkan oleh PKS sering diingkari oleh Prabowo. Hal ini merupakan bentuk politik pragmatis yang tanpa komitmen dan amanah. Padahal dalam menghadapi pesta demokrasi 2019, seharusnya muncul koalisi yang sehat antar kompetitor untuk menciptakan pemimpin yang jujur dan amanah dalam membawa Indonesia menjadi lebih baik.
0
721
5
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan