Kaskus

News

sukhoivsf22Avatar border
TS
sukhoivsf22
Menanti langkah cepat penanganan anjloknya harga kopra
Sabtu, 8 Desember 2018 16:04
WIB

Pewarta: La Ode Aminuddin
Menanti langkah cepat penanganan anjloknya harga kopra
Seorang petani mengupas
kelapa untuk dijadikan
kopra di Kairagi Weru
Lingkungan lima, Manado,
Sulawesi Utara, Senin (17/2).
Menurut petani, harga kopra
mengalami penurunan
dari Rp800 rupiah menjadi Rp700
tupiah per kg.(ANTARAFOTO/Fiqman Sunandar)


Ternate (ANTARA News) -
Jainudin (40) menatap satu
demi satu pohon kelapa di
kebunnya tidak sedikit pun
terpancar keceriaan di wajahnya
meskipun seluruh pohon
kelapanya berbuah lebat dan
sudah cukup tua untuk dipetik.

Biasanya kalau melihat pohon
kelapanya berbuah seperti itu, ia
gembira dan langsung menyewa
orang untuk memitiknya
kemudian mengolahnya untuk
dilanjutnya dijual kepada
pedagang pengumpul.

Namun kini petani kelapa di
Loloda Utara, Kabupaten
Halmahera Utara, Maluku Utara
(Malut) itu tidak lagi berminat
memetiknya, apalagi
mengolahnya menjadi kopra,
karena harga kopra saat ini
anjlok.

Bukan hanya Jainudin yang
bersikap seperti itu, tetapi juga
puluhan ribu petani kelapa yang
lainnya di Malut, karena kalau
mengolah kopra dengan harga
saat ini Rp2.000-an per kg di
tingkat petani, yang didapatkan
petani hanya lah kerugian.

Untuk memproduksi kopra
petani harus megeluarkan biaya
produksi seperti biaya petik,
mencungkil dan pengasapan
rata-rata sekitar Rp3.050 per kg,
sehingga petani bisa menikmati
untung kalau harga kopra
mencapai minimal Rp5.000 per
kg.

Keputusan para petani kelapa di
Malut untuk tidak lagi mengolah
kopra otomatis membuat
mereka tidak mendapatkan
penghasilan, sehingga untuk
memenuhi kebutuhan hidup
sehari-hari terpaksa harus
mencari cara lain.

Ada petani yang terpaksa
menggadaikan perhiasan
emasnya, ada yang yang
menjual ternak peliharaan dan
barang berharga lainnya, tidak
sedikit pula petani yang
terpaksa meminjam uang
kepada rentenir dengan bunga
yang tinggi.

Seperti dilakukan Yulius, petani
kelapa di Sahu, Kabupaten
Halmahera Barat yang terpaksa
menjual dua ekor ternak sapinya
untuk memenuhi kebutuhan
hidup sehari-hari dan biaya
bulanan anaknya yang kuliah di
sebuah perguruan tinggi negeri
di Ternate.

Berbagai upaya telah ditempuh
petani kelapa di Malut untuk
memperjuangkan naiknya harga
kopra, seperti melakukan aksi
demonstrasi di kantor bupati
dan kantor gubernur, bahkan di
Kementerian Perdagangan dan
Kementerian Pertanian di
Jakarta, tetapi sejauh ini harga
kopra masih tetap rendah.

Anjloknya harga kopra tidak
hanya terjadi di Malut, tetapi
juga di seluruh daerah sentra
pengembangan kelapa di
Indonesia, sebagai imbas dari
turunnya harga kopra di pasaran
ekspor, yang saat ini hanya
mencapai sekitar 630 dolar AS
per ton dari yang sebelumnya
mencapai 1.200 dolar AS per
ton.

Tetapi khusus untuk anjloknya
harga kopra di Malut diduga
diperparah ulah para pedagang
pengumpul yang memanfaatkan
momentum turunnya harga
kopra di pasaran domestik dan
pasaran ekspor untuk menekan
harga kopra serendah-
rendahnya di tingkat petani
yakni hanya Rp2.000-an per kg
guna mendapatkan keuntungan
besar.

Dugaan itu didasarkan pada
jauhnya selisih harga pembelian
kopra yang dilakukan pedagang
pengumpul di tingkat petani
dengan harga pembelian di
daerah tujuan antar-pulau kopra
Malut, seperti di Sulawesi Utara
yang mencapai Rp6.000-an per
kg dan di Jawa Timur mencapai
Rp7.000-an per kg.

Langkah Cepat

Pemerintah daerah (pemda) dan
pemerintah pusat diharapkan
segera melakukan langkah
cepat untuk menangani
anjloknya harga kopra di Malut,
agar tidak menimbulkan dampak
yang lebih luas, baik bagi petani
kelapa maupun pihak lainnya
yang usahanya terkait dengan
kopra.

Apalagi kopra merupakan
komoditas utama dari sektor
perkebunan di Malut, sejak
ratusan tahun silam dan menjadi
tumpuan penghaslan bagi
puluhan ribu petani kelapa di
daerah ini dalam memenuhi
kebutuhan hidup dan membiayai
pendidikan anak-anaknya.

Ribuan mahasiswa anak petani
kelapa di Malut yang kini kuliah di
berbagai perguruan tinggi di
Malut dan daerah lainnya di
Indonesia, kini terancam putus
kuliah karena orang tua mereka
tidak mampu lagi mengirimkan
uang bulanan dan uang
semester.

Langkah cepat yang bisa
dilakukan pemda dan
pemerintah pusat untuk
menolong para petani kelapa di
Malut, seperti disarankan
pengamat ekonomi dari
Universita Khairun Ternate,
Rustam Adam adalah membeli
langsung buah kelapa petani.

Mengapa harus membeli
langsung buah kelapa petani,
karena cara itu memungkinkan
petani segera mendapatkan
uang tunai jika dibandingkan
membeli kopra, karena untuk
memproduksi kopra
membutuhkan waktu agak lama
yakni sekitar 40 hari.

Badan Usaha Milik Desa
bisa dimanfaatkan
untuk membeli langsung buah
kelapa petani dengan harga
minimal Rp1.000 per buah,
sedangkan dananya bisa
memakai Dana Desa triwulan III
tahun 2018 sekitar Rp200 juta
per desa, yang kini dalam
proses pencairan.

Buah kelapa yang dibeli BUMDES
selanjutnya diolah menjadi
produk bernilai tambah,, seperti
dagingnya diolah menjadi minyak
goreng, termasuk produk
turunan lainnya dari kelapa
melalui industri rumahan,
sehingga akan menghidupkan
aktivitas ekonomi di setiap
desa.

Pemprov dan seluruh
pemerintah kabupaten/kota di
Malut seperti diakui Gubernur
Malut, Abdul Ghani Kasuba, telah
melakukan berbagai upaya untuk
mengatasi anjloknya harga
kopra di Malut saat ini, di
antaranya dengan membentuk
Satgas penanganan kopra.

Pemprov Malut juga telah
berhasil mendapatkan investor
dari Pulau Jawa untuk membeli
kopra petani di Malut seharga
Rp5.000 per kg dan membangun
industri pengolahannya di Sofifi,
ibukota Povinsi Malut.

Sedangkan untuk mencegah
para pedagang pengumpul
kopra memainkan harga kopra di
tingkat petani, Pemprov Malut
telah menyiapkan regulasi dalam
bentuk Peraturan Daerah
mengenai perlindungan
komoditas unggulan yang di
antaranya mengatur patokan
harga dasar komoditas
unggulan, khususnya kopra, pala
dan cengkih.

Khusus untuk menolong para
petani kelapa di Malut yang kini
kesulitan memenuhi kebutuhan
hidup, Pemprov mewacanakan
pemberian Bantuan Langsung
Tunai (BLT) kepada petani dan
pemberian bantuan pembayaran
uang semester bagi mahasiswa
anak petani kelapa.

Para petani kelapa di provinsi
yang memiliki luas perkebunan
kelapa 147 ribu lebih hektare
dengan produksi kopra sekitar
121 ribu ton per tahun ini
berharap kepedulian pemda dan
pemerintah pusat tidak hanya
sebatas pemanis telinga, tetapi
harus realisasinya karena
mereka sekarang butuh uang
dari hasil tanamannya bukan dari
bantuan sosial yang sifatnya
sesaat.
0
1.4K
3
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan