- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Percepatan B20 Perlu Dikaji Lagi. Mengapa?


TS
sukhoivsf22
Percepatan B20 Perlu Dikaji Lagi. Mengapa?
08 Desember 2018 - 03:19 WIB,
Oleh : Anitana Widya Puspa

Pekerja melakukan perawatan
alat berat articulate dump truck
di workshop PT Intraco Penta
Prima Servis (IPPS) Balikpapan,
Kalimantan Timur, Selasa
(25/9/2018). - JIBI/Dwi Prasetya
Bisnis.com, JAKARTA--
Asosiasi Jasa Pertambangan
Indonesia, ASPINDO, mencatat
masih ada sejumlah kekurangan
dari riset pengunaan biodiesel
untuk kepentingan industri alat
berat.
Biodiesel merupakan bahan
bakar nabati yang digunakan
untuk mengurangi pencemaran
lingkungan apabila
menggunakan bahan bakar fosil
(dari minyak bumi), khususnya
untuk pengganti solar.
Direktur Eksekutif Asosiasi Jasa
Pertambangan Indonesia
(ASPINDO) Bambang Tjahjono
mengharapkan pemakaian B20
tidak dipercepat menjadi 2019.
Secara praktik, di seluruh dunia
belum ada yang
merekomendasikan
penggunaan B20.
Dia menjabarkan, secara jangka
waktu, biodiesel tidak dapat
disimpan terlalu lama dengan
rekomendasi BPPT 3 bulan.
Kemudian, lanjut dia, saat ini
untuk campuran biodiesel 10% –
20%, tenaga yang dihasilkan
lebih rendah sehingga memang
akan lebih boros sekitar 2%–
5%.
Selain itu, umur filter bahan
bakar hingga setengahnya,
setidaknya pada periode 3 – 4
kali penggantian filter bahan
bakar. Belum lagi sifat biodiesel
yang merusak karet akan
memperpendek umur spare
part berbahan karet, seperti
seal dan hose.
“Apalagi sejumlah produsen alat
berat hanya mengakui dan
memberikan warranty untuk
maksimum B7 (biosolar dengan
kadar campuran 7%) sedangkan
Produsen Generator (Caterpillar,
Komatsu) tidak
merekomendasikan pemakaian
B 20 untuk generator
cadangan,”katanya, dikutip
Jumat(7/12/2018).
Kondisi itu tentu berbanding
terbalik dengan sikap
pemerintah yang sudah
menetapkan penggunaan untuk
industri sebesar 15 %, bahkan
B20. Menurutnya, para principal
(OEM) dari vendor alat berat
tersebut mengizinkan
pemakaian biodiesel sampai
dengan B20 asal sesuai dengan
standard AST.
Dalam pelaksanaannya, saat ini
pemerintah melalui Kementerian
ESDM telah mewajibkan
pemakaian biosolar sejak 2016,
secara bertahap mulai dari 5%,
10%, 15% dan terakhir 20% per 1
September 2018. Dalam
praktiknya pula beberapa kali
pasokan B 20 terlambat karena
alasan supply B 100 yang juga
terlambat.
Sejumlah persoalan lain juga
timbul dalam pelaksanaannya,
sebab sosialisasi B20 dari pihak
pemerintah kebanyakan ke
pemilik tambang (KK, PKP2B,
IUP), akan tetapi mayoritas para
kontraktor tambang membeli
langsung ke supplier bahan
bakar (Pertamina dll). Proses
pencampuran oleh pemasok
BBM pun masih dilakukan
dengan sistem inline blending,
langsung ketongkang/truk,
langsung ke pengguna.
"Mohon maaf ini saya sampaikan
ke Bu Feby [Direktur Bio Energi -
dari Direktorat Jenderal Energi
Baru, Terbarukan, dan
Konservasi Energi atau EBTKE],
risetnya kurang tepat sasaran,
khususnya bagi kami. Mungkin
keterbatasan dana. Kalau butuh
engine dari alat berat, kita
welcome. Tolong lebih tepat
sasaran apalagi [pemerintah
berencana] menuju ke
B30,”tekannya.
Sementara itu, Direktur
Bioenergi Direktorat Jenderal
Energi Baru, Terbarukan, dan
Konservasi Energi Andriah Feby
Misna menekankan bahwa di
Eropa, pembangkit listrik pun
sudah menggunakan CPO dari
Indonesia.
"Kalau kita masih ribut pakai B20
ya sampai kapan. Usulan B30
masih terbuka untuk otomotif,
kalau teman-teman tambang
ingin ikut kami lakukan kajian
teknis bersama B30,
monggo,"ujarnya.
Tag : Biodiesel, Mandatori B20
Editor : Saeno
http://m.bisnis.com/industri/read/20...-lagi.-mengapa
0
926
1


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan