- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Apa Kabar PNPM Simpan Pinjam Kelompok Perempuan di Purwakarta?


TS
sukhoivsf22
Apa Kabar PNPM Simpan Pinjam Kelompok Perempuan di Purwakarta?
Apa Kabar PNPM Simpan
Pinjam Kelompok
Perempuan di
Purwakarta?
ADMIN
DIBUAT: 25 OKTOBER 2018

SALAH satu model simpan
pinjam kelompok perempuan
yang terintegrasi dengan
Program Nasional
Pemberdayaan
Masyarakat (PNPM) Mandiri
Pedesaan, resmi berakhir pada
tahun 2014.
Meski programnya berakhir,
perputaran dana puluhan miliar
mengendap di tiap-tiap
kabupaten. Anggaran itu
tersebar di masing unit
pengelola kegiatan (UPK)
PNPM Simpan Pinjam
Kelompok Perempuan. Tiap
kecapatan, seluruh kabupaten,
se-Indonesia.
Apa kabar PNPM Simpan
Pinjam Kelompok Perempuan
di Purwakarta?
DICKY ZULKIFLY Purwakarta
Dinas Pemberdayaan
Masyarakat dan Desa (DPMD)
Kabupaten Purwakarta, secara
kelembagaan masih
kebingungan. Menyangkut
legal standing praktik lembaga
simpan pinjam yang kini
menamai diri sebagai
perkumpulan berbadan hukum
(PBH).
PBH ini di Purwakarta, tiap-tiap
UPK di kecamatan menamai
diri sebagai lembaga Dana
Amanah Pemberdayaan
Masyarakat (DAPM).
Menyangkut penjelasan,
Kepala Bidang Pemberdayaan
Ekonomi Desa (PED) pada
DPMD Purwakarta, Asep
Suparman mengatakan, saat
ini masalah regulasi dari
pemerintah pusat yang
menjadi sorotan khusus.
"Masalahnya regulasi di pusat
masih dogodog. Dari dulu
masih digodog, sampai
sekarang masih digodog.
Belum tuntas. Belum selesai,"
kata Asep, Selasa
(23/10/2018) pagi lalu.
Sebetulnya kata Asep, posisi
DPMD menyoal PNMP Simpan
Pinjam Kelompok Perempuan
tak bisa mengintervensi
secara mendalam. Sebab,
pascaperalihan leading sektor
program dari Kementerian
Dalam Negeri menjadi kepada
Kementerian Desa dan PDTT,
semuanya masih bias.
"Bias karena belum adanya
aturan yang mendasari. Sah
atau tidaknya praktik simpan
pinjam seperti ini," ucap dia.
Namun, semua dianggap sah
setelah pembahasan panjang.
Tiap-tiap UPK beralih menjadi
PBH yang berdasar pada
masing-masing AD/ART atau
beraktanoris.
"Sekarang yang bertanggung
jawab bukan lembaga dinas.
Melainkan tiap-tiap camat
bertindak sebagai pembina
PNPM Simpan Pinjam
Kelompok Perempuan," ujar
Asep.
Dinas pun gagap manakala
ditanya ihwal maraknya dugaan
perkeliruan dana amanat di
masing-masing UPK. Sebab
tiadanya pengawasan, dugaan
para pihak yang bertindak
sebagai pengurus UPK
membuat data fiktif
peminjam. Sampai
menggelapkan dana amanat.
"Kalau misalkan ada
permasalahan di UPK silakan
perbincangkan dengan camat,"
terang kabid.
Peralihan UPK kepada menjadi
PBH juga masih rancu. Tapi
kerancuan itu, kini seolah
rontok karena tidak adanya
pihak yang mengawasi. Atau
paling tidak, kepada siapa UPK
ini bertanggung jawab.
"Dulunya ada edaran
Kemenkokesra namun belum
ditindaklanjuti oleh gubernur.
Terkait peralihan UPK menjadi
koperasi, PT atau PBH. Mau
bagaimana," jawab Asep.
Buka-bukaan, praktik UPK
PNPM Simpan Pinjam
Kelompok Perempuan ini abai
dari pengawasan Otoritas
Jasa Keuangan (OJK).
Sekaliber lembaga perbankan
baik swasta maupun plat
merah wajib diawasi oleh
lembaga pengawas jasa
keuangan yang satu ini.
Ketentuan ini sudah diatur
lengkap dalam Undang-
Undang (UU) No21 tahun 2011
tentang OJK.
Bukan saja hanya tak diawasi
pihak OJK, UPK rupanya luput
dari pengawasan lembaga
perpajakan. Bagaimana laporan
perpajakan dibuat, sampai
berapa besar setoran pajak
pinjaman dari nasabah yang
disetor pada negara. Satu lagi,
dana yang mengendap dan
berputar baik di UPK maupun
nasabah juga tak terprotek
lembaga perpajakan.
Jika memang UPK tak
termasuk lembaga yang mesti
diawasi, dari mana dasarnya.
Ketua UPK DAPM Jembar
Kabisa Babakancikao,
Purwakarta, Arief Rani Munigar
menjawab, sejak 2009,
lembaga simpan pinjamnya
menerima guliran dana
sebesar Rp1,4 miliar. Di 2018
kini, dana tersebut sudah
berkembang jadi Rp2,1 miliar.
Membesar karena ada
penambahan aset berupa
gedung dan tanah. Lalu,
khusus simpan pinjam,
diakuinya tak harus mengurus
dan bayar pajak.
Dari duit sebanyak itu, DAPM
menerima jasa sekitar Rp24
sampai Rp25 juta per bulan. "Di
luar dana yang digolangkan
pada nasabah, kami memiliki
dana yang mengendap
sebesar Rp220 juta," kata
Arief.
Di Kecamatan Babakancikao,
DAPM pernah membentuk
sampai dengan 140 kelompok
simpan pinjam perempuan
(SPP). Yang aktif kini hanya
sekitar 80 kelompok. Lalu
kemana perginya kelompok
yang tidak aktif tersebut.
"Yang tidak aktif, kategori
tidak meminjam. Sudah tidak
bertransaksi lagi pinjam
meminjam dengan DAPM,"
papar Arief.
Lalu bagaimana cara warga
masyarakat calon nasabah
DAPM yang ingin meminjam
duit di lembaga yang mirip-
mirip transaksi di firma bebas
pajak dan pengawasan ini.
"Perorangan cukup dengan
BPKB motor, mobil atau
sertifikat rumah. Proses
pencairan tergantung paling
lama satu bulan dari mulai
pengajuan verifikasi dan
persetujuan. Bagi pemohon
pertama, kami memberikan
pinjaman Rp1 juta dengan
beban bunga 1,8 persen," kata
Arief.
Lama prosesnya, dan mini hasil
pinjamannya. Arief melanjut.
Setelah nasabah berhasil
meminjam, selanjutnya bisa
meminjam dengan pengajuan
Rp2 sampai Rp3 juta.
"Tentunya berdasarkan
kemampuan membayar.
Tergantung pada verifikasi,"
papar dia.
Dan ternyata tidak mudah bagi
warga nasabah perorangan
yang hendak meminjam.
Ketentuan dari DAPM, warga
peminjam merupakan mantan
kelompok SPP. Artinya, di luar
kelompok SPP sulit prosesnya,
bahkan bisa jadi mentok.
"Ya memang harus kelompok.
Adapun perorangan, harus
mantan kelompok. Kami
memprioritaskan pinjaman
bagi kelompok. Kelompok
SPP," tutup dia.(*)
Pinjam Kelompok
Perempuan di
Purwakarta?
ADMIN
DIBUAT: 25 OKTOBER 2018

SALAH satu model simpan
pinjam kelompok perempuan
yang terintegrasi dengan
Program Nasional
Pemberdayaan
Masyarakat (PNPM) Mandiri
Pedesaan, resmi berakhir pada
tahun 2014.
Meski programnya berakhir,
perputaran dana puluhan miliar
mengendap di tiap-tiap
kabupaten. Anggaran itu
tersebar di masing unit
pengelola kegiatan (UPK)
PNPM Simpan Pinjam
Kelompok Perempuan. Tiap
kecapatan, seluruh kabupaten,
se-Indonesia.
Apa kabar PNPM Simpan
Pinjam Kelompok Perempuan
di Purwakarta?
DICKY ZULKIFLY Purwakarta
Dinas Pemberdayaan
Masyarakat dan Desa (DPMD)
Kabupaten Purwakarta, secara
kelembagaan masih
kebingungan. Menyangkut
legal standing praktik lembaga
simpan pinjam yang kini
menamai diri sebagai
perkumpulan berbadan hukum
(PBH).
PBH ini di Purwakarta, tiap-tiap
UPK di kecamatan menamai
diri sebagai lembaga Dana
Amanah Pemberdayaan
Masyarakat (DAPM).
Menyangkut penjelasan,
Kepala Bidang Pemberdayaan
Ekonomi Desa (PED) pada
DPMD Purwakarta, Asep
Suparman mengatakan, saat
ini masalah regulasi dari
pemerintah pusat yang
menjadi sorotan khusus.
"Masalahnya regulasi di pusat
masih dogodog. Dari dulu
masih digodog, sampai
sekarang masih digodog.
Belum tuntas. Belum selesai,"
kata Asep, Selasa
(23/10/2018) pagi lalu.
Sebetulnya kata Asep, posisi
DPMD menyoal PNMP Simpan
Pinjam Kelompok Perempuan
tak bisa mengintervensi
secara mendalam. Sebab,
pascaperalihan leading sektor
program dari Kementerian
Dalam Negeri menjadi kepada
Kementerian Desa dan PDTT,
semuanya masih bias.
"Bias karena belum adanya
aturan yang mendasari. Sah
atau tidaknya praktik simpan
pinjam seperti ini," ucap dia.
Namun, semua dianggap sah
setelah pembahasan panjang.
Tiap-tiap UPK beralih menjadi
PBH yang berdasar pada
masing-masing AD/ART atau
beraktanoris.
"Sekarang yang bertanggung
jawab bukan lembaga dinas.
Melainkan tiap-tiap camat
bertindak sebagai pembina
PNPM Simpan Pinjam
Kelompok Perempuan," ujar
Asep.
Dinas pun gagap manakala
ditanya ihwal maraknya dugaan
perkeliruan dana amanat di
masing-masing UPK. Sebab
tiadanya pengawasan, dugaan
para pihak yang bertindak
sebagai pengurus UPK
membuat data fiktif
peminjam. Sampai
menggelapkan dana amanat.
"Kalau misalkan ada
permasalahan di UPK silakan
perbincangkan dengan camat,"
terang kabid.
Peralihan UPK kepada menjadi
PBH juga masih rancu. Tapi
kerancuan itu, kini seolah
rontok karena tidak adanya
pihak yang mengawasi. Atau
paling tidak, kepada siapa UPK
ini bertanggung jawab.
"Dulunya ada edaran
Kemenkokesra namun belum
ditindaklanjuti oleh gubernur.
Terkait peralihan UPK menjadi
koperasi, PT atau PBH. Mau
bagaimana," jawab Asep.
Buka-bukaan, praktik UPK
PNPM Simpan Pinjam
Kelompok Perempuan ini abai
dari pengawasan Otoritas
Jasa Keuangan (OJK).
Sekaliber lembaga perbankan
baik swasta maupun plat
merah wajib diawasi oleh
lembaga pengawas jasa
keuangan yang satu ini.
Ketentuan ini sudah diatur
lengkap dalam Undang-
Undang (UU) No21 tahun 2011
tentang OJK.
Bukan saja hanya tak diawasi
pihak OJK, UPK rupanya luput
dari pengawasan lembaga
perpajakan. Bagaimana laporan
perpajakan dibuat, sampai
berapa besar setoran pajak
pinjaman dari nasabah yang
disetor pada negara. Satu lagi,
dana yang mengendap dan
berputar baik di UPK maupun
nasabah juga tak terprotek
lembaga perpajakan.
Jika memang UPK tak
termasuk lembaga yang mesti
diawasi, dari mana dasarnya.
Ketua UPK DAPM Jembar
Kabisa Babakancikao,
Purwakarta, Arief Rani Munigar
menjawab, sejak 2009,
lembaga simpan pinjamnya
menerima guliran dana
sebesar Rp1,4 miliar. Di 2018
kini, dana tersebut sudah
berkembang jadi Rp2,1 miliar.
Membesar karena ada
penambahan aset berupa
gedung dan tanah. Lalu,
khusus simpan pinjam,
diakuinya tak harus mengurus
dan bayar pajak.
Dari duit sebanyak itu, DAPM
menerima jasa sekitar Rp24
sampai Rp25 juta per bulan. "Di
luar dana yang digolangkan
pada nasabah, kami memiliki
dana yang mengendap
sebesar Rp220 juta," kata
Arief.
Di Kecamatan Babakancikao,
DAPM pernah membentuk
sampai dengan 140 kelompok
simpan pinjam perempuan
(SPP). Yang aktif kini hanya
sekitar 80 kelompok. Lalu
kemana perginya kelompok
yang tidak aktif tersebut.
"Yang tidak aktif, kategori
tidak meminjam. Sudah tidak
bertransaksi lagi pinjam
meminjam dengan DAPM,"
papar Arief.
Lalu bagaimana cara warga
masyarakat calon nasabah
DAPM yang ingin meminjam
duit di lembaga yang mirip-
mirip transaksi di firma bebas
pajak dan pengawasan ini.
"Perorangan cukup dengan
BPKB motor, mobil atau
sertifikat rumah. Proses
pencairan tergantung paling
lama satu bulan dari mulai
pengajuan verifikasi dan
persetujuan. Bagi pemohon
pertama, kami memberikan
pinjaman Rp1 juta dengan
beban bunga 1,8 persen," kata
Arief.
Lama prosesnya, dan mini hasil
pinjamannya. Arief melanjut.
Setelah nasabah berhasil
meminjam, selanjutnya bisa
meminjam dengan pengajuan
Rp2 sampai Rp3 juta.
"Tentunya berdasarkan
kemampuan membayar.
Tergantung pada verifikasi,"
papar dia.
Dan ternyata tidak mudah bagi
warga nasabah perorangan
yang hendak meminjam.
Ketentuan dari DAPM, warga
peminjam merupakan mantan
kelompok SPP. Artinya, di luar
kelompok SPP sulit prosesnya,
bahkan bisa jadi mentok.
"Ya memang harus kelompok.
Adapun perorangan, harus
mantan kelompok. Kami
memprioritaskan pinjaman
bagi kelompok. Kelompok
SPP," tutup dia.(*)
0
2.6K
2


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan